Pagi hari, Devan terlihat berjalan ke lapangan, ia bergabung dengan mereka disana, sejak di panggil guru kemarin, Devan tak lagi gabung dengan mereka.
Sekarang Devan kembali terlihat ditengah mereka, baguslah berarti Devan sudah bebas dari permasalahan yang dibuatnya itu.
Devan berbincang dengan orang disana, entah dimana lelaki yang sempat ribut dengan Devan, mungkin saja salah satu dari mereka ada yang ditolak jadi siswa, tapi entahlah karena bisa saja lelaki itu ada di tempat lain saat ini.
"Lihat Mika gak?" tanya Devan.
"Gak." jawab orang tersebut.
Devan memang belum mengenal mereka satu satu, tapi itu bukan masalah karena mereka akan saling mengenal dengan sendirinya, mereka akan bertemu setiap hari jadi pasti akan saling mengenal juga.
Devan berjalan dan bertanya pada yang lain tentang keberadaan Mikayla, tapi tak ada yang memberikan jawaban pasti karena semua jawabannya justru tidak tahu.
"Dimana wanita itu," ucap Devan seraya melihat sekitar.
"Ayo kumpul semuanya, segera buat barisan lagi, cepat tidak boleh telat."
Mereka segera berkumpul ke tengah lapang untuk membuat barisan, itulah perintah senior tadi dan mereka harus mengikutinya.
Devan juga turut gabung, nanti saja Devan cari Mikayla, wanita itu pasti akan ikut barisan juga.
"Sudah kumpul semua?" tanya senior.
"Sudah, Kak." jawab mereka kompak.
"Baiklah, kita sudah melewatkan masa perkenalan ini, sekarang kalian semua masuk aula yang ujung sana, nanti disana kalian akan dibagikan tulisan dan itu adalah tulisan kelas kalian."
Mereka mengangguk, tentu saja itu pasti pembagian kelas, dan besok mereka akan resmi menjadi murid sekolah tersebut.
"Dimana pun dan dengan siapa pun kalian satu kelas nanti, harus akur dan harus kompak, di sekolah ini selalu ada penilain untuk setiap kelas, dari kekompakan sampai kebersihan dan kalian harus perjuangkan itu setiap waktu."
"Hadiahnya apa, Kak?"
"Tergantung, untuk hadiah itu kalian bisa tanyakan pada wali kelas kalian nanti, karena mereka selalu memberikan hal yang berbeda."
Tak ada jawaban, mereka justru asyik berbisik satu sama lain di sana, Mikayla dan Niara pun sama-sama berbisik, mereka berharap akan satu kelas nantinya agar bisa tetap bersama juga.
"Baiklah, kita semua minta maaf kalau selama beberapa hari ini kita kerap salah sama kalian, mungkin galak atau bahkan semena-mena."
"Utamanya pada perihal hukuman yang pernah diberikan," tambah senior lain.
Mereka menerima saja, karena mungkin jika tidak seperti itu maka tidak akan kenangan untuk mereka saat awal masuk sekolah itu.
"Kalau misal ada yang perlu ditanyakan, kalian bisa tanyakan pada kita semua, pilih saja salah satu kalian pasti ingat wajah kita meski mungkin tidak dengan nama kita."
Setelah banyak bicara, mereka dibubarkan dan langsung diarahkan ke aula yang di maksud.
Aula itu memang besar dan cukup untuk mereka semua, disana sudah ada yang menunggu mereka juga.
Saat telah masuk aula, mereka memilih tempatnya masing-masing, Mikayla dan Niara masuk aula belakangan.
Mikayla melirik senior yang telah duduk di sana, matanya menyipit memastikan benar atau tidak penglihatannya saat ini.
"Itu kan ...." ucap Mikayla tanpa melanjutkan kalimatnya.
"Kenapa?" tanya Niara.
Mikayla menoleh dan menggeleng, keduanya duduk di tempat yang tersisa, Mikayla masih sesekali melirik senior di depan sana.
Dia adalah lelaki yang membawakan topi Niara dari atas pohon waktu itu, dan dia juga yang meminta Mikayla pergi dari bawah pohon itu.
Mikayla berpaling saat lelaki itu melirik ke arahnya, Mikayla mengernyit, kenapa satu orang itu terlihat sangat berbeda.
"Sudah masuk semua?"
"Sudah, Kak."
"Baik, perkenalkan saya Dion, ini Cindy, ini Reta, Rio dan yang ujung itu namanya Aljuna."
Mikayla langsung menoleh saat mendengar nama terakhir yang disebutkan, tepat sekali, lelaki yang di ujung itu adalah lelaki yang membantunya.
"Jadi namanya Aljuna," ucap Mikayla tanpa sadar.
Mereka semua kompak melirik Mikayla, termasuk Aljuna sendiri, Mikayla kembali berpaling dan tersadar akan tatapan mereka semua.
Tentu saja hal itu membuat Mikayla salah tingkah, apa yang telah dikatakannya dan kenapa mereka semua melihat dirinya sampai seperti itu.
"Kamu kenapa?" tanya senior Reta.
Mikayla menoleh dan menggeleng, lebih baik Mikayla diam saja dari pada semakin salah dan lebih lama jadi pusat perhatian.
"Kalian sudah mengenal Kakak senior yang bersama kalian selama di lapangan, mereka juga bagian dari kita dan kalau memang ada apa-apa kalian juga bisa temui kita."
Mereka menyimak dengan baik semua yang dikatakan senior di depannya itu, mereka akan bisa bertanya kapan saja kalau memang ada pertanyaan.
"Kalian sudah saling mengenal satu sama lain kan?" tanya senior Dion.
"Sebagian saja, Kak." jawab salah seorang siswi.
"Bukan masalah, kalian akan saling mengenal nanti setelah terbiasa bertemu di sekolah."
Mikayla masih saja curi pandang pada senior Aljuna disana, entah kenapa perhatian Mikayla selalu tertarik pada sosok senior satu itu.
Aljuna tampak pendiam dan sedikit menakutkan, judes tapi sepertinya baik, dan Mikayla merasa sedikit penasaran.
"Jadi sekarang, saya akan bagikan kartu ini, di dalamnya ada tulisan nama kalian dan kelas A B sampai E, setelah kalian mendapatkan ini silahkan kalian berkumpul dengan teman kelas masing-masing."
Mereka mengangguk paham dengan semua itu, mereka juga berfikir demikian tentang perkenalan itu.
"Dan kartu ini akan dibagikan oleh Kak Cindy, Kak Aljuna dan Kak Reta, ingat sekali lagi kalau kalian sudah dapatkan ini langsung memisahkan diri sesuai dengan kelas yang kalian dapatkan." Ucap Dion seraya memberikan kartunya.
Tiga orang itu lantas bangkit dan mulai menghampiri mereka untuk membagikan kartu tersebut, mereka menadapatkannya dengan rata karena memang jumlah kartu itu sesuai dengan jumlah orangnya.
Mikayla melirik tangan yang terarah padanya, ada satu kartu di sana, Mikayla perlahan melirik pemilik tangan tersebut.
"Ambil," ucapnya.
Mikayla membulatkan matanya dan langsung menunduk setelah meraih kartu tersebut.
"Ada masalah dengan ku," tanya Aljuna.
Niara menoleh dan melihat keduanya, Niara mengernyit melihat Mikayla yang seperti itu, ada apa dengan mereka berdua, apa Mikayla takut dengan lelaki itu.
"Kenapa?" tanyanya lagi.
"Enggak, gak kenapa-kenapa."
"Terus kenapa kamu kayak gitu, takut sama aku?"
Mikayla menggeleng cepat, kenapa harus banyak tanya seperti itu, lagi pula kartunya sudah ada di tangan Mikayla jadi lebih baik Aljuna pergi saja.
"Kita akan sering ketemu, jadi jangan takut."
Aljuna berlalu setelah mengucapkan kalimatnya, Mikayla melirik kepergiannya, benar juga karena mereka satu sekolah dan pasti akan sering bertemu.
"Sutt."
Mikayla menoleh setelah mendengar suara Niara.
"Kalian ada apa?" tanya Niara.
"Ada apa .... gak, ada apa-apa."
"Jangan bohong kamu."