"Aaa...."
Suara teriakan itu begitu jelas terdengar di telinga Diandra, lagi dan lagi, Diana sang ibu menjerit histeris di kamarnya.
Dengan cepat Diandra berlari ke kamar tersebut dan melihat semua telah berantakan, Diana tampak terduduk di samping jendela dengan penampilan yang acak-acakan.
"Aaa...."
Jeritnya lagi seraya mengacak rambut dan menjambaknya kasar, Diandra kembali berlari dan melepaskan jambakan itu.
"Mamah, Mamah kenapa lagi Mah, Mamah ini Diandra tenanglah."
Ucap Diandra dengan dada yang bergemuruh hebat, Diandra selalu tersulut emosi saat melihat Diana yang seperti itu.
Kesedihan Diandra kini telah berubah menjadi kebencian yang memuncak, Diandra teramat membenci orang yang telah membuat ibunya itu tidak waras.
Diandra telah bersumpah untuk mencari pelaku itu, dan bersumpah akan membalaskan semua yang telah dilakukan pada ibunya.
"Kembalikan...."
Jerit Diana, Diandra memejamkan matanya dan memeluk Diana dengan eratnya, semakin histeris Diana maka semakin memuncak kemarahan Diandra.
"Mamah, mamah dengan Diandra, mamah tidak perlu seperti ini mah, Diandra akan pastikan kalau sakit hati mamah pasti terbalaskan." ucap Diandra penuh keyakinan, entah kapan Diandra akan milihat Diana kembali sehat dan normal seperti dulu.
Betapa rindu Diandra dengan sosok Diana yang lembut dan tenang, bukan seperti sekarang yang penuh dengan kehancuran.
"Kembalikan, kembalikan haha, kembalikan."
Ucap Diana tak karuan, Diandra menunduk ke pundak Dian, tidak bisakah Tuhan menghentikan penderitaan ibunya itu segera.
Apa belum cukup semua derita yang dirasakannya selama ini, Diandra saja sudah merasa cukup dengan semuanya tapi kenapa Tuhan masih saja enggan mengembalikan keadaannya.
"Lihatlah, betapa kurang ajarnya dia, kurang ajar sekali." ucap Diana, Diandra mengepalkan tangannya kuat, kalimat Diana semakin membuat amarahnya semakin memuncak.
"Lihatlah, dia akan dapat balasannya."
"Iya Mah, dia akan dapat balasannya nanti, Diandra akan balaskan semuanya, tapi tolong mamah harus sehat dulu."
"Hahaha...."
Diana tertawa dan melepaskan pelukan Diandra, Diana bangkit dan berjalan asal di ruangan itu.
Diandra terduduk tak berdaya, kenapa harus seperti ini nasib ibunya, apa kesalahannya sampai harus mendapatkan hukuman seperti ini.
Diandra memejamkan matanya dan menunduk, sepertinya tidak ada alasan untuk Diandra menunda semua langkahnya.
Semakin lama waktu berjalan, Diandra hanya akan semakin terluka dengan semuanya, keadaan Diana pun tak kunjung membaik meski telah sekian lama.
Pengobatan yang dilakukan pun seperti tidak berpengaruh apa-apa pada Diana, karena sampai detik ini Diana masih kerap histeris dan mengamuk.
"Jahat...."
Jerit Diana seraya membanting kursi kecil di hadapannya, Diandra semakin menguatkan pejaman matanya, kedua tangannya terangkat menutup telinga.
Saat seperti ini, tidak ada yang bisa dilakukannya, bahkan air mata pun seperti telah habis karena yang tersisa sekarang hanyalah kemarahan.
"Jahat, kembalikan hahaha."
Diana tertawa seraya berputar, menyedihkan sekali setiap saat Diana selaalu seperti itu, harinya hanya dihabiskan di kamar itu.
Diandra tidak pernah membawa Diana keluar rumah, bahkan sekedar keluar kamar, Diandra tidak ingin ada orang yang melihat ibunya itu.
Diandra tidak ingin jika orang-orang akan menghinanya dan akan mengasingkannya, apa lagi jika sampai mereka mengantarkan Diana ke rumah sakit jiwa.
"Pengkhianat, lihatlah dia, pengkhianat."
Diandra menoleh dan melihat Diana yang sedang di kursi yang tadi dilemparkannya, Diana tersenyum menatap dirinya di cermin.
"Jahat ya, iya jahat memang, kembalikan saja."
Diana mengangguk-angguk, ekspresinya berubah-ubah disetiap kalimat yang diucapkan itu.
Diandra bangkit dan menghampirinya, mengambil, sisir di lantai sana dan menyisir rambut Diana perlahan.
Selama ini Diana memang kerap histeris dan mengamuk, tapi tidak pernah sekali pun Diana menyakiti Diandra, bahkan meski Diandra tengah memeluknya.
"Mamah lihat, Mamah itu cantik, Mamah bisa mendapatkan lelaki yang lebih baik lagi, Mamah tidak boleh seperti ini lagi."
"Ya, cantik."
"Iya Mamah cantik, cantik sekali."
"Cantik sekali."
Diana tersenyum begitu juga dengan Diandra, pandangan mereka bertemu di cermin saja, syukurlah sekarang Diana sudah bisa lebih tenang lagi.
"Mamah mau apa, katakan sama Diandra ya."
"Mau apa, mau .... kembalikan dia hahaha, kembalikan saja, ya .... mau."
Diandra hanya tersenyum mendengarnya, tidak akan pernah Diandra izinkan mereka datang, ibunya tidak harus bertemu lagi dengan pengkhianat itu.
"Mana, mau."
"Mamah sabar ya, Diandra akan bawa mereka dalam keadaan paling hancur, dan Mamah akan melihat mereka merasakan apa yang Mamah rasakan sekarang."
"Iya, mau ya mau iya mau."
Diana kembali mengangguk-angguk, Diandra hanya bisa tersenyum melihat dan mendengar semua itu.
"Sekarang Mamah tenang ya, jangan seperti ini, biarkan Diandra rapikan semuanya dan Mamah bisa istirahat."
"Makan.... iya makan makan."
"Mamah mau makan?"
Diana mengangguk pasti, Diandra tersenyum memang ibunya itu belum makan dan pasti sekarang lapar.
"Ya udah, Diandra bawakan dulu makanannya ya."
"Iya."
Diandra lantas pergi meninggalkan kamar, makanan itu memang telah disiapkan oleh Diandra, dan sekarang Diandra tinggal membawanya saja.
"Bagaimana bisa aku pergi, siapa yang akan jaga Mamah disini, aku bisa percaya sama siapa pun untuk menjaga Mamah disini."
Ucap Diandra seraya membawa makanannya, itulah yang jadi penghalang Diandra untuk membalaskan dendamnya.
Diandra harus pergi setiap waktu untuk bisa melancarkan balas dendamnya, tapi Diandra tidak mungkin meninggalkan Diana sendirian di rumah.
Diana bisa mengamuk kapan saja, dan belum tentu ada yang bisa menahannya jika bukan Diandra sendiri.
Tapi Diandra juga tidak bisa diam saja seperti sekarang, Diandra ingin segera melihat kehancuran mereka semua, jadi Diandra harus memikirkan solusinya dengan lebih cepat lagi.
Diandra kembali berjalan memasuki kamar, baguslah karena Diana memang sudah tenang sekarang, jadi Diandra bisa menyuapinya dengan tenang juga.
"Mah, ini makanannya, Diandra suapin ya."
Diana tak menjawab tapi menerima suapan makanan dari Diandra, bagaimana pun caranya Diandra harus bisa segera melakukan balas dendamnya.
Rasanya sudah cukup untuk Diandra bersabar selama ini, karena tidak ada perubahan sama sekali.
"Mah, Diandra mau izin pergi dulu, apa boleh?"
"Pergi?"
"Diandra mau buat mereka menyesal karena telah membuat Mamah seperti ini, apa Mamah izinkan Diandra untuk pergi?"
"Jahat, mereka jahat, tidak."
Diana menggeleng, mungkin maksudnya Diana tidak mau kalau sampai Diandra pergi karena khawatir.
Diandra tersenyum dan mengangguk, lebih baik Diandra fikirkan dulu saja dan tidak perlu mengatakan apa pun lagi pada Diana.
Pokoknya Diandra harus menemukan cara untuk bisa keluar dan menemui mereka, Diandra tidak tahan lagi dengan emosi yang kerap memuncak saat melihat Diana histeris.
"Makan lagi ya Mah, biar kenyang dan gak lapar lagi deh."
Diandra kembali menyapi Diana, sekarang lebih baik Diandra fokus dulu pada Diana, agar fikirannya juga fokus saat mencari solusi untuk masalahnya.