Bibir itu tersenyum manis, tangan kirinya terangkat memasangkan kacamata hitam, tangannya bergerak merapikan rambutnya yang tergerai bebas itu.
Diandra terdiam menatap dirinya di cermin, dengan dres coklat di atas lutut, dan panjang lengannya sesikut, sepatu heels 3cm yang juga berwarna coklat dan tas cantik yang menggantung di pergelangan tangannya.
Diandra semakin melebarkan senyumannya, sekarang Diandra akan memulai rencananya untuk membalaskan dendam atas keadaan ibunya itu.
"Sudah cukup kebebas kalian semua, sekarang kalian akan memulai penderitaan hidup kalian."
Diandra mengangguk, kakinya terayun keluar dari kamarnya, tidak ada waktu untuk bersantai lagi, Diandra sudah menunggu lama untuk waktu ini.
"Maya," panggil Diandra.
Tak berselang lama, datang seorang wanita yang memang seumuran dengannya.
"Kenapa, Di?" tanya Maya saat telah ada di hadapan Diandra.
"Aku mau pergi sekarang, kamu sudah mengerti kan seperti apa harus mengurus Mamah?"
"Iya, tenang saja, aku akan jaga Mamah kamu disini."
"Ingat kalau ada apa-apa, kamu langsung telepon aku."
"Siap, aku akan lakukan semuanya, tenang saja."
Diandra tersenyum dan mengangguk, baguslah dengan begitu Diandra bisa tenang berada di luar sana, dan bisa fokus menjalankan rencanya.
"Oke, aku berangkat."
"Hati-hati."
Diandra mengangguk dan berlalu meninggalkan Maya disana, Diandra tidak melihat Diana terlebih dahulu, karena Diandra tidak mau kalau sampai Diana histeris lagi.
Sekarang Diandra akan fokus dengan langkahnya saja, karena Diana juga sudah ada yang menjaga disana.
Diandra memasuki taxi onlinenya, tangannya begerak merogoh isi tasnya, diraihnya selembar foto kecil itu.
Diandra menatapnya lekat, itu adalah foto lelaki yang telah menghancurkan kewarasan ibunya, dan sekarang adalah awal kehancurannya.
"Aku akan datang, tunggu saja, kita lihat siapa sebenarnya yang harus hancur disini."
Diandra tersenyum sinis, bertahun-tahun Diandra bertahan dalam duka bersama ibunya.
Dan sekarang semua akan terbalaskan, Dinadra tidak akan lagi membiarkan mereka terus berada dalam kebahagiaan.
"Maaf Mah, Diandra tidak lagi jadi orang baik sekarang, Diandra ingin membuat mereka sadar jika mereka sedang bahagia diatas penderitaan Mamah selama ini." ucap Diandra seraya meremas foto ditangannya.
Sedikit pun Diandra tidak akan biarkan mereka semua bebas, utamanya lelaki tak berperasaan itu.
"Bu, ini rumahnya kan?" tanya sopir taxi.
Diandra melihat ke luar sana, memang benar itu nomor rumah yang dicarinya.
"Bagaimana bu?" tanya lagi.
"Sebentar Pak, saya harus pastikan jika orangnya memang ada di dalam sana."
"Baik bu, silahkan."
Keduanya terdiam, Diandra tidak sedikit pun berpaling dari rumah mewah itu, ini masih pagi seharusnya mereka akan baru meninggalkan rumah.
Diandra bisa melihat siapa saja yang tinggal di rumah itu, dan Diandra biasa tentukan langkah selanjutnya untuk menyempurnakan balas dendamnya.
Beberapa waktu menunggu, Diandra melihat empat orang yang keluar dari rumah itu bersamaan.
Ada dua laki-laki dan dua perempuan, Diandra yakin jika itu adalah suami istri beserta dua anaknya, satu anaknya laki-laki yang seumuran dengan Diandra, dan satu lagi perempuan yang masih kecil sepertinya kisaran empat tahun atau lima tahun.
Diandra melihat senyuman mereka semua, kedekatan mereka semua, dan itu sangat memuakan bagi Diandra.
Ini pertama kalinya Diandra melihat kebahagiaan mereka, dan ini adalah detik pertama juga mereka akan mendapatkan kehancuran.
Diandra melihat dua lelaki itu yang pergi dengan mobil masing-masing, sedangkan dua wanita itu kembali memasuki rumah.
Diandra memejamkan matanya sesaat, yang mana yang harus Diandra kejar sekarang, anaknya atau langsung saja mengejar bapaknya.
"Mereka pergi Bu, jadi sekarang bagaimana?"
Diandra mengerjap saat mendengar pertanyaan sopir taxinya.
"Kita kejar mobil yang berwarna putih tadi ya."
"Baik Bu," ucap sopir taxi yang kemudian melajukan taxinya.
Diandra memutuskan untuk mengejar anaknya terlebih dahulu, Diandra akan memulai pembalasan dendamnya dengan menghancurkan anaknya terlebih dahulu.
"Pak, jangan sampai ketinggalan."
"Baik Bu."
"Pak kalau bisa, buat seolah-seolah menabrak taxi ini."
Sopir taxi mengernyit, kenapa harus seperti itu, apa penumpangnya itu menginginkan terjadinya kecelakaan.
"Bapak tenang saja, saya tidak akan membuat Bapak rugi, saya akan buat pemilik mobil itu mengganti semua kerugian Bapak, asalkan Bapak ikuti perkataan saya dan tidak perlu mengatakan apa pun pada orang itu."
"Tapi Bu."
"Ikuti saja Pak, saya jamin Bapak akan mendapatkan ganti rugi yang berlipat-lipat."
Sopir taxi itu diam mencerna semua kalimat Diandra, tentu saja yang dicarinya adalah keuntungan, dan Diandra menjanjikan keuntungan yang berlipat-lipat saat ini.
"Cepat Pak, atau tidak sama sekali."
"Baik Bu."
Sopor taxi itu melaju lebih cepat dari mobil yang diikutinya sejak tadi, dan sesuai dengan permintaan Diandra, ia membuat seolah terjadi kecelakaan dan mobil lelaki itu yang bersalah.
Mobil putih berhasil di buat menabrak taxi yang ditumpangi Dindra, cukup keras karena Diandra dan sopir taxi itu terbentur bersamaan ke kaca sampingnya.
"Aaww," erang Diandra seraya menyentuh keningnya.
"Maaf Bu."
"Tidak, tidak apa-apa."
Keduanya membenarkan posisi duduknya masing-masing, tak lama kemudian terdengar gedoran dari luar sana.
"Bagaimana ini, Bu?"
"Keluar saja, saya akan keluar kalau dia marah."
"Keluar!" bentak orang dari luar sana.
Pintu terbuka, dan sopir itu terlihat keluar dari dalam mobil.
"Apa kamu tidak bisa menyetir dengan benar, lihatlah mobil ku jadi rusak sekarang."
"Maaf Pak, tapi saya tidak sengaja."
"Tidak sengaja kamu bilang, jelas-jelas kamu sengaja menghalangi jalan ku, kamu sengaja membuat mobil ku menabrak taxi mu itu.
Sopir taxi hanya menunduk saja mendengarkan amarah lelaki di hadapannya, pintu belakang terbuka sesuai dengan apa yang Diandra katakan kalau akan keluar jika lelaki itu marah.
"Kamu tahu servicenya pasti mahal!" bentakan itu kembali terdengar.
"Pak, Pak tolong saya, Pak." ucap Diandra yang keluar lemah.
Dua lelaki itu menoleh bersamaan, pemilik mobil terdiam menatap Diandra, rupanya ada penumpang di dalam taxi yang ditambraknya.
"Bu, ibu gak apa-apa kan?" tanya sopir taxi itu panik.
Pemilik mobil putih itu menghampiri Diandra dan langsung menahan tubuh Diandra yang ambruk, Diandra tak sadarkan diri dan tentu saja itu hanyalah sebuah kebohongan.
"Ya Tuhan, Bu." ucap sopir taxi yang turut panik dan menghampiri Diandra.
"Bagaimana ini, Pak?"
"Kenapa tidak bilang kalau ada penumpangnya?"
"Maaf Pak."
Lelaki itu berdecak dan membawa Diandra ke dalam mobilnya, ia juga mengajak sopir taxi itu untuk ikut bersamanya.
Mereka akan mengantarkan Diandra ke rumah sakit untuk memeriksakan keadaannya, lelaki itu tampak prustasi sendiri selama perjalanan menuju rumah sakit.
Ia ada pertemuan penting pagi ini, dan harus terhalang oleh tabrakan seperti ini, semua pasti jadi berantakan karena ia akan kehilangan waktu untuk pertemuan pentingnya, pagi yang sangat buruk.