"Bagaimana keadaannya, Dokter?" tanya lelaki itu setelah melihat Dokter yang keluar dari ruangan.
"Tidak apa-apa Pak, pasien hanya mengalami syok saja, dan sekarang sudah kembali sadar."
"Jadi tidak ada yang serius?"
"Tidak ada, semua baik-baik saja."
Lelaki itu mengangguk, baguslah kalau memang seperti itu, jadi permasalahannya tidak akan berlarut-larut.
"Saya permisi dulu."
"Baik Dokter, terimakasih."
Dokter mengangguk dan berlalu meninggalkan mereka, lelaki itu tampak memasuki ruangan dan melihat Diandra yang sedang duduk seraya memijat pelipisnya.
"Kamu baik-baik saja?" tanya pada Diandra.
Diandra menoleh dan terdiam menatap lelaki tersebut, baguslah karena ia masih ada dan tidak meninggalkannya begitu saja.
"Oke, aku minta maaf atas kecelakaan tadi, tapi taxi mu yang menyebabkan semuanya."
Diandra mengernyit, benar juga, mana sopir taxi itu kenapa tidak terlihat ada di tengah mereka.
"Mana sopir itu, aku harus bertemu dengannya?"
"Dia ada di luar."
"Aku yang membuat kecelakaan itu terjadi, aku yang memaksanya untuk ngebut sehingga terjadi kecelakaan."
Tak ada jawaban, lelaki itu hanya diam memperhatian Diandra.
"Aku harus minta maaf sama dia, dia pasti rugi besar karena memenuhi permintaan aku tadi."
Diandra memejamkan matanya sesaat, Diandra lantas turun dengan sedikit kesulitan.
"Untuk apa kamu turun, kalau masih lemah diam saja dulu." ucapnya seraya menahan tubuh Diandra.
"Aku harus minta maaf sama dia, kasihan sopir taxi itu pasti sangat kerugian."
"Baiklah, sudah diam, kamu kembali duduk saja biar aku yang temui dia."
"Tidak perlu, aku juga yang salah."
"Diamlah, duduk saja duduk." ucapnya seraya mengangkat tubuh Diandra kembali ke tempat tidurnya.
"Tapi aku harus temui dia."
"Aku yang menabraknya, jadi biar aku yang ganti kerugiannya."
Diandra menunduk, senyumannya sedikit terlihat, itulah yang diinginkannya sejak awal dan sepertinya akan berhasil.
"Tunggu, aku temui sopir taxi itu dulu."
Diandra mengangguk dan membiarkannya pergi, Diandra sedikit tertawa atas apa yang didapatkannya saat ini.
Awal yang bagus, sesuai dengan apa yang diinginkannya, baguslah setelah ini Diandra pasti akan mendapatkan semuanya.
"Bagaimana Pak, apa Ibu di dalam baik-baik saja?" tanya sopir taxi itu.
"Dia baik-baik saja, hanya sedikit pusing, tidak perlu khawatir."
"Syukurlah kalau memang seperti itu, tapi saya harus bertemu dengannya."
"Untuk meminta ganti rugi?"
Sopir taxi itu mengangguk membenarkan kalimat lelaki di hadapannya.
"Apa ada nomor rekening?"
"Ada Pak."
Ia lantas mengeluarkan ponselnya, berkutat beberapa saat disana dan memberikan pada sopir taxinya.
"Isikan nomor rekeningnya," ucapnya tegas.
Sopir taxi itu menerimanya dan menuliskan apa yang diminta lelaki itu.
"Ini Pak."
"Berapa ganti rugi yang harus dibayar?"
Sopir taxi itu diam setelah mengembalikan ponselnya, berapa nominal yang harus dikatakannya, nominal itu diluar kesepakatan dengan Diandra.
"Katakan saja, saya tidak akan menentangnya sama sekali."
"10 juta." ucapnya sedikit ragu.
Lelaki itu mengangguk dan kembali berkutat dengan ponselnya, beberapa saat kemudian ia menunjukan layar ponselnya pada sopir taxi tersebut.
"Sudah berhasil," ucapnya.
Sopir taxi itu terdiam, tak percaya dengan apa yang dilihatnya, bagaimana lagi bukankah itu sudah sangat baik untuknya.
"Apa lagi sekarang?"
"Saya harus tetap bertemu dengan Ibu tadi, saya harus meminta maaf padanya."
"Tidak perlu, sekarang dia menjadi urusan saya, Bapak bisa pergi untuk perbaiki taxinya."
"Tapi Pak."
"Sudahlah tidak perlu khawatir, dia aman sama saya."
"Baiklah Pak, terimakasih banyak, saya juga minta maaf atas kejadian tadi."
"Sama-sama, saya juga ikut bersalah dalam hal ini."
"Kalau gitu, saya permisi."
"Iya silahkan, hati-hati Pak."
Sopir taxi itu lantas pergi meninggalkan lelaki tersebut, sekarang urusannya telah selesai, ia merasa bersalah atas semuanya tapi memang ia juga membutuhkan uang tersebut.
Ia berdoa semoga apa yang dilakukannya saat ini tidak akan jadi bumerang untuk hidupnya nanti, semoga semua selesai untuk saat ini saja tidak akan ada lagi hal-hal serupa yang akan terjadi.
"Dimana rumah mu, biar aku antarkan pulang sekarang?"
Diandra menoleh dan terdiam mendengar pertanyaan tersebut, apa yang harus dikatakannya karena sangat tidak mungkin jika ia pulang ke rumah sekarang.
Semua akan terbongkar saat lelaki itu melihat ibunya di sana, Diandra tidak bisa biarkan semua itu terjadi karena ini baru awal saja.
"Kamu mendengar ku?" tanyanya.
Diandra berpaling dan langsung menangis, tentu saja hal itu membuat lelaki di dekatnya bingung sendiri.
"Apa pertanyaan ku menyakiti mu?"
Dindra menggeleng dan kembali meliriknya, Diandra tidak boleh membanya ke rumah, tapi harus bagaimana.
"Dimana rumah mu, biar aku antarkan kamu pulang?"
"Aku tidak punya rumah," ucap Diandra yang kembali menangis.
"Apa maksud mu, lalu dari mana kamu kenapa bisa sampai kesini?"
"Aku sedang mencari keluarga ku disini, aku dari Bali dan aku baru sampai hari ini, aku belum mendapatkan tempat tinggal."
Lelaki itu menghembuskan nafasnya sekaligus, dan ia harus kerepotan saat ini karena wanita di hadapannya tidak memiliki tempat tinggal.
"Tinggalkan saja, aku tidak apa-apa, biar aku cari tempat tinggal ku sendiri."
"Bagaimana bisa seperti itu, aku sudah menyuruh sopir taxi itu pergi, bagaimana kamu bisa pergi dari sini?"
"Biarkan saja aku fikirkan nanti."
"Sudahlah, tidak perlu banyak bicara, aku tahu dimana tempat yang ada rumah sewa."
Diandra kembali diam, baiklah Diandra harus mengakui kalau lelaki itu memang baik hati, tawarannya akan semakin memuluskan balas dendam Diandra.
"Kamu bisa jalan sekarang?"
Diandra mengangguk, bukankah sejak tadi Diandra juga tidak apa-apa, semua hanyalah kebohongan untuk memulai rencananya.
"Baiklah, ayo aku antar kamu untuk mendapatkan tempat tinggal."
Diandra lantas turun dan tentu saja dengan dibantu lelaki itu, keduanya keluar ruangan dan langsung ke mobil.
Diandra tersenyum senang saat telah berada di dalam mobil, tidak salah Diandra mengejar anaknya terbenih dahulu.
Jika tadi Diandra mengejar Bapaknya, belum tentu akan membantu Diandra seperti lelaki itu sekarang.
Lelaki itu turut masuk dan menyalan mobilnya, Diandra terdiam di tempatnya tanpa mengatakan apa pun juga.
"Nama kamu siapa ?" tanya lelaki itu.
Diandra menoleh dan sedikit tersenyum, Diandra melihat uluran tangan lelaki itu.
"Aku Bian," ucapnya.
Diandra menjabat tangan tersebut dan menyebutkan namanya, perkembangan baik, sekarang Diandra sudah tahu siapa mangsanya itu.
"Baiklah Diandra, sekarang kamu mau kemana dulu?" tanya Bian sreraha melepaskan jabatan tangannya.
"Tidak ada, aku tidak tahu harus kemana sekarang."
"Kamu setuju dengan apa yang aku katakan tadi?"
"Terserah saja, aku tidak memiliki arah sekarang."
Bian mengangguk dan melajutkan mobilnya, ia akan mengantarkan Diandra ke rumah yang akan jadi tempat tinggalnya.
Tidak ada kalimat apa pun lagi dari keduanya, mereka sama-sama terdiam.