Diandra berjalan memasuki kantor Bian, Bian telah mengirimkan alamat kantornya, dan sekarang Diandra telah sampai di sana.
"Permisi Bu, saya mau bertemu dengan pak Bian," ucap Diandra.
"Apa sudah ada janji sebelumnya?"
"Sudah, sampaikan saja, Diandra datang."
"Baik Bu, mohon menunggu."
Diandra mengangguk dan terdiam melihat sekitar, perusahaan itu memanglah besar, dan Bian jadi pemimpin disana.
Betapa mewah kehidupan Bian selama ini, sedangkan Diandra dan Diana harus hidup dalam penderitaan selama bertahun-tahun lamanya.
Diandra tersenyum seraya menunduk, sudah cukup rasanya Diandra menahan semuanya, Diandra tidak akan lagi membebaskan langkah Bian dan keluarganya.
Kebahagiaan mereka akan segera berakhir tidak lama lagi, Diandra akan mendapatkan kebahagiaan bersama Diana.
"Bu Diandra, silahkan langsung saja ke ruangan, Pak Bian."
Diandra menoleh dan mengangguk, pandangan Diandra kembali mengedar ke setiap sisi.
"Emmm, ruangannya dimana ya?"
"Ruangannya ada di lantasi 4, dari lift belok kanan dan nanti ada tulisan namanya."
"Oh, oke makasih ya."
"Sama-sama."
Diandra lantas berlalu mengikuti petunjuk yang di dapatkannya, sebentar lagi Diandra akan kembali bertemu dengan Bian.
Harapan Diandra justru ingin agar hari ini, Diandra bisa bertemu dengan orang tuanya juga, minimal papihnya itu.
Tapi Diandra tidak bisa memaksakan itu, semua akan berantakan kalau Diandra memaksakan hal itu.
Diandra memasuki lift dan menekan tombol 4 di sana, tidak ada siapa pun di dalam sana, hanya ada Diandra saja.
"Semoga, Mamah, baik-baik saja di rumah."
Diandra memang sempat pamit, karena saat Diandra akan pergi, Diana lebih dulu bangun dan meminta bertemu dengannya.
Nasib baik karena Diana bisa mengerti dan mengizinkan Diandra pergi, tapi entah akan bertahan sampai kapan ketenangan itu, tapi semoga saja Diana akan tetap tenang sampai nanti Diandra pulang lagi ke rumah.
Kakinya terayun dengan tenang, Diandra berjalan mencari ruangan yang dimaksud, memang tidak sulit karena hanya beberapa langkah saja, Diandra sudah menemukan tulisan nama Bian di sana.
Tanpa menunda lagi, Diandra mengetuk pintu di hadapannya, dan langsung masuk saat telah dipersilahkan masuk.
"Permisi," ucap Diandra.
Bian dan Agista menoleh bersamaan, Diandra sedikit bingung dengan keberadaan wanita di samping Bian itu.
"Silahkan masuk, Di," ucap Bian.
Diandra mengangguk dan menghampiri keduanya, Diandra tersenyum hormat pada keduanya.
"Sayang, ini Diandra, yang aku ceritakan tadi sama kamu."
"Oh iya, hallo aku, Agista," ucap Agista seraya mengulurkan tangan pada Diandra.
Diandra tersenyum dan menjabatnya, menyebutkan namanya juga dan melepaskan kembali jabatan tangannya.
Diandra terdiam memperhatikan Agista, jadi apa maksud dari panggilan sayang itu, apa benar jika Bian telah memiliki kekasih.
"Di, ini Agista, dia kekasih aku."
Diandra mengangguk, terjawab sudah sekarang, Bian memang telah memiliki kekasih.
"Oh iya, Pak, semoga langgeng ya."
"Amin, makasih."
Diandra kembali mengangguk, apa pun status mereka berdua, tak akan sedikit pun menghalangi rencana Diandra untuk balas dendamnya.
Diandra tidak peduli siapa pun Agista bagi Bian, selama Agista tidak menghalangi langkahnya, maka Diandra tidak ada urusan dengan Agista.
"Baiklah, kamu duduk saja," ucap Bian.
Diandra lantas duduk, Diandra memberikan beberapa berkas yang tadi diminta Bian di telepon.
"Aku sudah lengkapi semuanya," ucap Diandra.
Bian menerimanya dan memeriksa semuanya, Bian meneliti dengan baik data Diandra yang ada disana.
"Diandra, kamu punya pengalaman bekerja?"
Diandra menoleh, untuk apa Agista bertanya seperti itu, memangnya siapa yang akan menerima Diandra bekerja di sana.
"Aku belum pernah bekerja, aku baru lulus kuliah S1."
"Oh iya, jurusan apa?" sahut Bian.
"Bisnis, itu ada kok disitu datanya."
Bian melirik Agista dan tersenyum, bukankah itu bagus dan Bian tidak akan sulit menempatkan Diandra di perusahaannya itu.
"Jadi, bagaimana, apa aku bisa diterima kerja disini?"
"Tentu saja, kamu bisa jadi Sekretaris aku, karena Sekretaris aku baru mengundurkan diri."
Diandra mengangguk, hatinya teramat berbunga-bunga mendengar semua itu, itu adalah keputusan terbaik bagi Diandra.
"Kamu mau kan dengan posisi itu?"
"Tentu saja, Pak, kalau memang ada kesempatan lalu untuk apa aku menolaknya."
Bian mengangguk, baguslah dengan begitu Bian tidak perlu pusing mencari orang lagi untuk ada di posisi tersebut.
"Jadi, kapan aku bisa mulai kerja?"
"Kamu bisanya kapan, besok juga bisa kalau memang kamu bisa."
"Bisa, bisa, Pak, besok aku akan datang tepat waktu."
"Kayanya, bahasa kalian tidak perlu seperti itu ya," sela Agista.
"Maksud aku, ya memang kan Diandra Sekretaris kamu, tapi kan dia tetap saja bawahan kamu," tambah Agista
"Maksud kamu apa?" tanya Bian.
"Saya mengerti, Pak, maaf saya memang tidak sopan," ucap Diandra.
Bian balik melirik Diandra di sana, Agista tersenyum dan mengangguk, begitulah memang maksud Agista.
Agista merasa keberatan dengan panggilan mereka yang aku kamu, rasanya tidak bagus juga didengar sama karyawan lainnya.
"Gista."
"Kenapa, kamu keberatan, aku bicara seperti itu juga demi kebaikan kalian berdua."
"Tidak apa, Pak, biarkan, memang sudah seharusnya seperti itu."
Diandra tersenyum pada keduanya, semua itu bukan masalah yang berarti bagi Diandra.
Panggilan apa pun tidak akan merubah niatnya untuk membalas dendam, Diandra tidak mau memikirkan apa pun diluar dendamnya itu.
"Baiklah, Diandra, besok kamu bisa mulai bekerja, kalau memang ada yang perlu ditanyakan, kamu tanyakan saja sekarang."
"Saya belum tahu seperti apa pekerjaannya, jadi mungkin saya akan bertanya saat saya mulai bekerja besok."
"Baiklah kalau memang seperti itu."
"Jadi sekarang, saya boleh pulang?"
"Silahkan, dan besok jangan sampai terlambat."
"Baik, Pak."
Bian mengangguk, Diandra melirik Agista dan tersenyum padanya, Diandra merasa kalau Agista seorang yang pencemburu, dan sepertinya itu akan sangat menyenangkan bagi Diandra.
"Baik, kalau begitu saya permisi."
Diandra lantas bangkit dan berlalu meninggalkan keduanya, Bian dan Agista terlihat kembali berbincang melanjutkan pembahasan mereka yang sempat terhenti karena kedatangan Diandra.
Diandra keluar dan sempat menatap keduanya dari ambang pintu itu, Dindra tersenyum melihat kedekatan keduanya.
"Kita lihat sampai kapan kalian bisa seperti itu setelah kedatangan ku," ucap Diandra yang kemudian menutup pintu.
Untuk saat ini hanya itu saja yang harus dilakukannya, Diandra akan langsung pulang saja sebelum mendapat pangilan darurat dari Maya di rumah.
Lamarannya telah diterima dan itu artinya Diandra telah naik satu langkah lagi untuk segera meraih kehancuran mereka, Diandra tidak akan mengabaikan sedikit pun kesempatan yang ada untuk dirinya.
Semakin cepat akan semakin baik, dan akan semain cepat juga Diandra meraih kedamaian hidupnya bersama Diana.
"Mamah, harus sehat, Mamah, harus bisa lihat kehancuran mereka semua, Mamah, harus bisa tertawa lagi dan tentunya tawa bahagia bukan tawa menderita."