Ditengah fokusnya Diandra mempelajari materi, ponselnya berdering dan menunjukan jika Bian yang menghubunginya.
Diandra melirik jam di pergelangan tangannya, jam 9 dan mungkin saja Bian akan pergi ke tempat pertemuannya saat ini.
"Iya Pak," ucap Diandra menjawab panggilannya.
Tebakan Diandra benar, karena Bian memang mengajaknya pergi sekarang.
"Baik, saya akan segera keluar."
Diandra menyimpan ponselnya setelah sambungan terputus, merapikan berkas yang memang harus dibawanya dan segera pergi meninggalkan ruangannya.
Diandra tersenyum saat melihat Bian yang ternyata telah menunggunya disana, Bian sepertinya buru-buru sekali untuk segera sampai ke tempat pertemuan itu.
"Maaf, kalau saya lambat."
Bian tersenyum mendengar ucapan Diandra, bukan Diandra yang lambat tapi memang Bian saja yang tidak sabar dengan semuanya.
"Jalan sekarang?" tanya Bian.
Diandra hanya mengangguk saja untuk menjawabnya.
"Ya sudah, ayo."
"Iya, Pak."
Bian berjalan lebih dulu diikuti Diandra, keduanya akan pergi bersama sekarang, hari pertama Diandra kerja sudah harus ikut Bian ke pertemuan.
"Berkasnya sudah lengkap semua?"
"Sudah, Pak."
"Bagus, tidak boleh sampai ada yang kurang, karena itu hanya akan membuang waktu saja."
Diandra tak menjawab, tentu saja Diandra tidak akan membuang waktu meski hanya satu menit saja, karena satu menit akan sangat berarti bagi Diandra saat ini.
"Sinta, kalau ada yang datang, tolong katakan saya sedang meeting di luar."
"Baik, Pak."
Diandra mengangkat kedua alisnya dan menggeleng, enak sekali menjadi Bian kalau apa-apa tinggal perintah saja.
"Ayo, Di," ucap Bian.
Diandra menoleh dan mengangguk, keduanya kembali melangkah keluar kantor, di sana sudah ada mobil yang menunggu keduanya.
Bian memasuki mobilnya begitu juga dengan Diandra, ternyata mereka menggunakan sopir kali ini.
"Pak, ini mobil yang berbeda dengan yang kemerin saya tumpangi."
"Iya, ini memang beda, karena mobil itu masih di bengkel jadi aku pakai yang ini."
"Jadi, Bapak, biasa pakai sopir?"
Bian berpaling sesaat, dan kembali melirik Diandra di sampingnya.
"Di, apa bisa kamu jangan panggil aku, Bapak?"
"Kenapa, kan saya harus menjaga etika saya, Pak Bian kan atasan saya, lagi pula nanti saya kena tegur lagi sama, Bu Agista."
Bian tersenyum dan menggeleng, benarkah itu yang dikhawatirkan Diandra sekarang, tapi bukankan tidak ada Agista diantara mereka saat ini.
"Diandra, disini hanya ada kita berdua, dan aku merasa risih dengan cara bicara kita."
Diandra tak menjawab, tentu saja karena memang lebih baik tidak ada bahasa formal diantara mereka.
"Kita bicara seperti waktu pertama bertemu saja," tambah Bian.
Diandra tersenyum, tentu saja itu juga yang diinginkan Diandra, tapi Diandra harus sedikit membatasi semuanya agar tidak terlihat niatnya untuk mendekati Bian.
"Tapi saya tidak enak, nanti ada orang yang salah paham sama kita."
"Siapa yang salah paham, biarkan saja orang lain mau berkata apa, yang menjalankan kan kita juga."
Diandra mengangguk dan berpaling, dan itu memang benar adanya juga, tapi Diandra tidak ingin dipecat hanya karena dianggap kurang ajar pada atasannya.
"Diandra," panggil Bian.
Diandra menoleh dengan tetap diam, Diandra ingin Bian memaksanya terlebih dahulu barulah Diandra akan setuju dengan semuanya.
"Ayolah, kamu kan Sekretaris aku, aku bisa apa saja kok, mereka tidak ada hak untuk mengatur aku."
"Tapi tetap saja, nanti pada akhirnya saya juga yang akan kena."
"Jadi kamu tidak mau bersikap santai dengan ku?"
"Tidak, bukan seperti itu maksudnya."
"Sudahlah Diandra, kita santai saja, Agista tidak akan mempermasalahkan ini semuanya, dia pasti mengerti tentang semua yang memang membuat aku nyaman."
Diandra kembali diam, tapi belum tentu juga Bian akan membelanya jika nanti Agista mempermasalahkan semuanya.
"Baiklah, Diandra, kalau memang kamu tidak mau, aku tidak akan memaksa, yang terpenting sekarang aku tidak suka dengan cara kita berbicara."
"Iya, Pak."
Diandra mengangguk, tidak ada kata lain yang terlontar dari mulutnya, biarkan saja Diandra tidak akan banyak bicara tapi Diandra akan pastikan jika Bian akan merasa nyaman bersamanya, dari pada saat bersama dengan Agista yang bahkan kekasihnya sendiri.
"Pak, ini pertemuan untuk membahas pembukaan restoran baru ya?"
"Iya, kamu sudah membawa semuanya?"
"Sudah."
"Lalu, bagaimana menurut kamu?"
"Manurut saya, itu sama saja dengan konsep yang sebelum-sebelumnya."
"Ya, memang benar, Sekretaris ku kemarin menyarankan untuk semua dibuat sama saja, karena memang yang kemarin pun hasilnya bagus."
"Bapak yakin, kali ini hasilnya akan sama bagus dengan konsep yang sama."
"Mungkin, dan semoga saja."
Diandra mengangguk, tidak ada lagi yang dikatakannya, biarkan saja Bian dengan pemikirannya sendiri sekarang.
Mungkin nanti saat pertemuan itu berlangsung, Diandra bisa mengusulkan apa yang ada difikirannya saat ini, dan mungkin juga mereka akan menyetujuinya.
Keduanya sama-sama terdiam menikmati perjalanannya saat ini, Bian terlihat mengeluarkan ponselnya dan berkutat disana, Diandra sempat melihatnya beberapa saat, tidak akan salah karena Bian pasti sedang berkirim pesan dengan Agista.
Diandra menggaruk pipinya perlahan, Diandra tidak boleh biarkan Bian terus menerus mengingat Agista, karena itu akan membuat Diandra sulit untuk mendekati Bian.
"Emmm, Pak, selesai meeting nanti boleh gak kalau saya pulang sendiri saja ke Kantor?"
Bian menoleh dan menutup ponselnya, rasanya Bian tidak setuju dengan itu, mereka pergi bersama dan pulang pun harus bersama.
"Bukan apa-apa, saya mau mampir ke Supermarket sebentar, kalau, Pak Bian, tunggu saya belanja pasti akan membuat Pak Bian bosan."
"Hanya sebentar kan?"
"Iya, sebentar saja, saya mau beli permen untuk nanti di kantor, saya mudah sekali mengantuk dan mungkin saja juga akan membeli kopi."
Bian mengangguk, itu juga yang sering Bian rasakan saat berhadapan dengan setumpuk pekerjaan, dan sepertinya tidak salah jika Bian ikut belanja saja dengan Diandra.
"Boleh kan Pak, saya janji tidak akan lama dan tidak akan sampai terlambat kembali ke Kantor."
"Ya tentu saja, tapi kita tetap akan ke Kantor sama-sama."
"Tapi, Bapak akan bosan menunggu saya."
"Tidak, saya akan ikut kamu belanja, jadi saya tidak akan bosan menunggu."
Diandra tersenyum dan mengangguk, jawaban yang sangat bagus bagi Diandra, karena di tempat itu Diandra bisa melakukan beberapa hal untuk menarik perhatian Bian.
"Kamu keberatan kalau saya ikut?"
"Hah .... oh enggak, enggaklah, kenapa saya harus keberaran, itu kan tempat umum siapa pun boleh masuk."
"Iya, kamu benar."
Bian mengangguk, keduanya berpaling bersamaan, Bian yang kembali sibuk dengan ponselnya dan Diandra yang diam memperhatikan jalanan di sana.
Diandra sangat berharap jika semua yang jadi rencanya akan selalu terjadi dengan sempurna, Bian harus segera tertahan dalam kuasanya agar Diandra bisa melanjutkan rencananya pada keluarga Bian.