Maya menghampiri Diandra yang sedang makan di sana, Diana sepertinya tidak ada masalah meski ditinggalkan sendiri, dan memang Diana sendiri yang meminta Maya untuk keluar dari kamarnya.
Maya turut duduk sembari memakan buah yang dibawanya dari kamar, Maya terdiam memperhatian Diandra yang tampak begitu menkmati makanannya itu.
"Kenapa, kamu juga mau makan?"
"Enggak, kamu saja makan, aku sudah makan tadi."
"Oh kirain mau makan juga."
Maya menggeleng, Maya akan makan kalau memang mau makan nanti, sekarang Maya sedang ingin menikmati buah saja.
"Besok aku akan seharian lagi, kamu bisa kan jaga Mamah, aku gak akan bisa pulang begitu saja karena aku kerja."
"Aku akan berusaha, kamu jangan khawatir."
"Kalau Mamah gak bisa ditenangkan gimana?"
"Bisa, pasti bisa, kamu kan sudah bilang tadi kalau besok mau kerja."
Diandra mengangguk dan kembali melahap makanannya, semoga saja Diana memang mengerti dengan apa yang dikatakan Diandra tadi.
Bukankah memang benar kalau Diandra tidak akan bisa pulang selama masih jam kerja, dan tentu saja Maya yang harus mengurus semua nantinya.
"Di, kamu kerja di tempat Bian kan?"
"Iya, kamu benar, aku diterima jadi Sekretaris Bian."
"Lalu siapa, Agista?"
"Dia kekasih Bian, tadi aku bertemu dengan wanita itu."
"Kekasih?"
Diandra mengangguk pasti, karena memang itu keterangan yang di dapatkan dari Bian.
"Lalu kamu mau apa, kalau ternyata lelaki itu telah memiliki kekasih?"
"Menurut mu apa?" tanya balik Diandra.
Maya menggeleng, entahlah, Maya tidak tahu seperti apa pastinya arah fikir Diandra saat ini.
Maya hanya tahu jika Diandra memang berniat untuk mendekati Bian, tapi bagaimana caranya kalau sekarang Bian telah memiliki kekasih.
"Aku gak akan perdulikan hal lain, aku hanya akan fokus pada tujuan ku saja."
"Tapi dia penghalang kamu."
Diandra sedikit tersenyum mendengar kalimat Maya, lalu apa Diandra harus memikirkan semua itu, Agista bukan masalah bagi Diandra.
Tidak ada apa pun antara Diandra dan Agista, kecuali kalau memang Agista yang berniat ikut campur dan menghalangi Diandra, barulah mereka akan memiliki urusan nantinya.
"Di, kamu yakin dengan semuanya?"
"Yakin, kenapa aku harus ragu?"
"Kamu bilang, Bian itu baik."
Diandra kembali tersenyum dan menggeleng, apa Diandra harus memikirkan hal itu, Diandra sudah putuskan hanya akan fokus untuk dendamnya saja.
"Di, aku sering nonton sinetron di televisi, kalau yang dendam kayak kamu gitu, ujungnya pasti jatuh cinta juga."
Diandra mengernyit mendengar ucapan Maya, lalu Diandra juga akan jatuh cinta pada Bian, apa bisa seperti itu setelah semua kebencian yang Diandra miliki selama ini.
"Diandra, jangan sampai kamu sendiri yang menyesal nantinya."
"Gak akan Maya, kenapa harus menyesal, kalau memang aku berhasil meraih semuanya, pasti aku senang dong."
Maya mengangguk, mungkin benar seperti itu, dan mungkin apa yang ditontonnya itu hanya cerita saja bukan untuk nyata.
"Kenapa kamu?"
"Gak apa-apa, aku cuma khawatir saja sama kamu nantinya."
Diandra menggeleng, biarkan saja akan seperti apa pun nanti akhirnya, yang penting sekarang Diandra bisa membalaskan dendam yang dimilikinya terlebih dahulu.
"Maya, aku hanya minta kamu jaga Mamah di rumah, selain dari pada itu biarkan saja jadi urusan aku."
"Iya aku mengerti, aku hanya mengingatkan saja, lagi pula kamu satu-satunya yang dimiliki Bu Diana sekarang, jadi kamu harus hati-hati kalau mau melakukan sesuatu."
Diandra mengangguk dan tersenyum, tentu saja Diandra sadar dan akan selalu mengingat itu, karena Diandra juga tidak ingin sampai berpisah dengan Diana.
"Ya sudah, semua terserah kamu saja mau seperti apa, aku akan lakukan tugas aku disini untuk jaga, Bu Diana."
"Makasih ya May, maaf kalau aku menyusahkan kamu."
"Sudahlah, aku kan sudah sepakat sejak awal tentang semua ini."
Diandra mengangguk, Diandra tidak akan buang waktu untuk semuanya, agar Maya juga tidak akan terlalu lama disusahkan olehnya untuk mengurus Diana.
"Oh iya May, aku dikasih rumah sewa sama Bian, kalau misal saat waktu aku pulang ke rumah tapi aku gak pulang ke rumah, berarti aku sedang berada di rumah sewa itu."
"Untuk apa Bian sewakan kamu rumah?"
"Bian tidak tahu kalau aku masih punya Mamah, dan tidak tahu kalau aku kenal sama kamu, Bian tahu aku sendiri saja jadi dia sewakan rumah untuk aku."
"Kamu yakin, Di?"
"Aku yakin, aku harus yakin kan May, kalau aku ragu maka aku tidak akan bisa melakukan apa pun juga."
Maya mengangguk, baiklah sebaiknya Maya hanya mendukung saja atas semua yang jadi rencana Diandra.
Karena jika Maya banyak bicara, mungkin hanya akan membuat Diandra gelisah saja, dan akan ragu untuk melakukan niatnya.
Bisa saja hal itu yang justru akan membuat Diandra celaka nantinya, Maya akan fokus saja menjaga dan mengurus Diana di rumah.
----
"Aku pulang ya, salam sama Om dan Tante."
"Iya nanti aku sampaikan, tapi Bian, aku mau katakan satu hal sama kamu."
"Apa, katakan saja, memang kapan aku membatasi kamu untuk bicara sama aku?"
Agista mengangguk, itu memang tidak pernah, tapi mungkin kali ini Bian akan keberatan dengan apa yang akan dikatakannya.
"Ada apa, kenapa malah diam saja?" tanya Bian.
"Aku .... sebenarnya aku, aku merasa keberatan dengan kamu menerima wanita itu."
"Maksudnya .... Diandra?" tanya Bian.
"Iya, maksud aku bukan keberatan dia kerja di perusahaan kamu, tapi .... tapi aku keberata karena dia jadi Sekretaris kamu."
Bian tersenyum dan menyimpan hadiah yang berikan Agista itu, Bian memeluk Agista begitu saja, kenapa jadi seperti itu biasanya juga Agista oke saja dengan semua keputusan Bian.
"Aku merasa ada yang salah dengan wanita itu."
"Apanya yang salah, fikiran kamu saja yang tidak baik sama dia."
Agista tak menjawab dan memilih membalas pelukan Bian, apa benar seperti itu keadaannya.
"Diandra itu seorang diri di Kota ini, dia sedang mencari keluarganya yang hilang dan dia tidak punya pekerjaan bahkan tempat tinggal, masa kamu keberatan aku membantu orang yang jelas kesulitan."
Tak ada jawaban, itulah salah satunya, Agista tidak ingin Diandra memanfaatkan semua yang tidak dimilikinya itu untuk menarik perhatian Bian.
"Kenapa sih, kamu cemburu, Diandra cantik ya makanya kamu cemburu?"
Agista mengernyit mendengarnya, dengan seketika Agista melepaskan pelukan Bian.
"Tuh, benar kan cemburu?"
"Ih apaan sih kamu, memang kalau aku cemburu itu salah?"
"Gak salah sih, tapi cemburunya jangan banyak-banyak, sedikit saja."
"Kok gitu?"
"Iya, sedikit saja soalnya kalau banyak nanti aku merasa dituduh sama kamu."
Agista berdecak seraya menghentakan kakinya, jadi seperti itu fikiran Bian terhadap Agista.