"Diandra, pulang?"
"Belum, Bu."
Diana mengangguk-angguk, Maya duduk di samping Diana semoga saja tidak akan ada masalah sekarang.
"Agista?" tanya Diana.
Maya mengangkat kedua alisnya, apa maksudnya dan apa yang harus jadi jawaban Maya.
"Agista?"
"Kenapa Agista, Bu?"
"Agista, jahat."
Maya menunduk sesaat, kenapa jadi Agista jahat padahal Diandra sudah jelaskan jika Agista adalah orang baik.
"Agista, jahat."
"Enggak dong, Bu."
"Enggak?"
Maya menggeleng, Maya harus hati-hati bicara saat ini karena kalau sampai salah sedikit saja Diana pasti akan histeris.
"Agista, kan temannya Diandra, jadi mana mungkin jahat, Ibu pasti tahu kan kalau Diandra gak mungkin berteman dengan orang jahat."
Diana mengangguk, tentu saja Diana tahu itu karena putrinya itu orang baik dan pasti memilih teman yang baik juga.
"Tenang saja, Diandra pasti akan baik-baik saja disana, kan Diandra ada bersama orang baik."
Diana kembali mengangguk, senyumannya perlahan terlihat dan itu membuat Maya juga ikut tersenyum.
"Haus," ucap Diana.
"Haus, Ibu mau minum?"
"Ya, minum."
"Ya sudah, Maya ambilkan dulu ya, gelasnya sudah kosong jadi Maya harus isi dulu di dapur."
Diana mengangguk dan membiarkan Maya pergi dengan membawa gelas minumnya.
----
Sampai di kantor, Bian mengajak Diandra untuk ke ruangannya terlebih dahulu dan tanpa mengatakan apa pun, Diandra setuju saja dengan ajakan Bian itu.
"Kamu ke Kantor pakai taxi?"
"Iya, Pak."
"Kamu gak punya kendaraan, motor gitu kalau gak mobil?"
"Gak ada Pak, aku mana punya uang untuk beli itu, untuk biaya kuliah saja kemarin sulit sekali."
Bian mengangguk, baiklah Bian mengerti dengan itu, lagi pula saat pertama bertemu kan Diandra ada di dalam taxi bukan mobil pribadi.
"Kenapa memangnya, Pak?"
"Gak, aku cuma tanya saja."
"Oh aku fikir mau kasih inventaris Kantor."
Keduanya tersenyum dan memasuki ruangan, langkahnya pun seketika terhenti saat melihat Agista yang ternyata di dalam ruangan Bian.
"Sayang, kamu disini."
Agista tak menjawab dan memilih fokus menatap Diandra, Diandra terlihat berbeda di mata Agista saat ini dan apa maksudnya kenapa mereka harus sedekat itu.
"Lihat apa sih?" tanya Bian seraya memeluk Agista.
Diandra sedikit tersenyum melihatnya, tapi itu tak lantas membuatnya ingin pergi, Diandra akan tetap di sana sampai urusannya dengan Bian selesai.
"Kalian habis dari mana?" tanya Agista.
"Aku sama Diandra habis meeting di luar, dan baru selesai sekarang."
"Bukannya meeting dari jam 10?"
"Iya."
"Terus sekarang jam berapa, meeting apa sampai 4 jam?"
Bian melepaskan pelukannya dan melihat Agista yang masih saja menatap Diandra, Bian turut melirik Diandra disana, Diandra terlihat berpaling seraya menggaruk kepalanya yang pasti tak gatal.
"Meeting apa, aku tanya?"
Bian menoleh dan mengusap kepala Agista, apa iya Agista cemburu saat ini.
"Jawab ih."
"Iya, aku sekalian makan siang tadi, soalnya aku ketemu Papih juga disana jadi sekalian ngobrol."
"Papih, kamu?"
"Iya Papih, kamu gak percaya, tanya saja sama, Diandra."
Agista kembali melirik Diandra di sana, kenapa Agista kesal sekali melihat wanita itu.
"Iya kan, Di?" tanya Bian.
"Iya .... iya benar .... itu memang benar."
"Kok gugup gitu?" tanya Agista.
"Hah .... gugup, enggak, enggak kok biasa saja."
Agista menyipitkan matanya saat Diandra berpaling menghindari tatapannya.
"Sudahlah, kamu kenapa sih, kok kayak gitu?"
"Kok aku yang kenapa, lalu untuk apa dia disini memangnya kamu gak kasih dia ruangan?"
"Ada, aku kasih dia ruangan sendiri."
"Ya sudah kalau begitu aku permisi dulu ya, kamu panggil saja kalau ada perlu."
"Maksud kamu apa bicara seperti itu?"
Agista sedikit emosi mendengar kalimat Diandra, kenapa masih seperti itu saja gaya bicara mereka berdua.
"Maaf Bu, maksud saya, Pak Bian kalau ada apa-apa langsung panggil saya saja."
"Kamu kenapa sih, banyak basi basi banget tahu gak, jangan genit jadi cewek."
"Agista, kamu kenapa sih?" tanya Bian.
"Kamu yang kenapa, kamu lebay tahu gak sama Sekretaris kamu yang baru itu, biasa juga gak kayak gitu sama yang lainnya."
"Lebay gimana, kamu saja yang berlebihan menanggapi semuanya."
"Kok jadi aku yang berlebihan, jelas kamu yang salah."
"Gista ...."
"Maaf Pak, Bu," ucap Diandra menyela kalimat Bian.
Keduanya menoleh bersamaan tanpa ada kalimat apa pun yang terlontar.
"Maaf, aku permisi dulu."
"Pergi kamu," ucap Agista.
"Baik Bu, permisi."
Diandra lantas berlalu meninggalkan keduanya, tentu saja Diandra tersenyum karena semua memang sengaja dilakukannya.
"Sudahlah, kamu kenapa sih?"
"Aku gak suka sama wanita itu."
Bian tersenyum dan menggeleng, Bian lantas duduk dan menarik Agista ke pangkuannya.
"Kenapa, kamu cemburu?"
"Dia itu gak sopan, masa kayak gitu bicaranya sama kamu."
"Ya sudahlah, kan tadi dia sudah perbaiki, jadi kamu tidak perlu marah."
"Gak perlu marah apa, kenapa sih kamu harus begitu saja, jangan-jangan kamu sudah kenal lama kan sama dia, kamu dekat dengan dia kan selama ini."
Bian diam, kenapa bisa Agista berfikir seperti itu, dan baru kali ini Agista merasa kesal dengan pekerja Bian.
"Kenapa diam, kamu mengakui itu kan makanya kamu diam?"
Bian memijat keningnya, pusing juga jika Agista terus mengomel seperti itu, sesalah apa Bian, lagi pula tidak ada yang dilakukannya juga bersama Diandra.
Mereka memang hanya meeting dan makan siang saja, tapi respon Agista sampai harus seperti ini.
"Bian, ih."
"Apa, aku gak mengerti sama kamu, kenapa kamu harus seperti ini, curiga sama aku."
"Ya karena memang ada yang salah dengan wanita itu."
"Yang salah apa, Diandra sama saja dengan yang lainnya, sama-sama butuh pekerjaan dan aku kasih dia pekerjaan, apanya yang salah?"
"Yang salah itu perlakuan kamu sama dia, kamu harus ingat itu, kamu tidak boleh memanjakan dia."
Bian tersenyum dan menggeleng, Agista membuatnya pusing kali ini, dan sepertinya lebih baik Bian tidak melihatnya saja.
"Sudahlah, lebih baik kamu pulang dan tenangkan diri kamu, baru kamu temui aku lagi."
"Kamu usir aku?"
"Bukan, maksud aku dari pada fikiran kamu semakin tak karuan, lebih baik kamu tenangkan dulu saja."
Agista menggeleng, bisa sekali Bian berkata seperti itu padanya, Agista tidak mungkin salah jika ada yang tidak benar dari wanita itu.
Bukankah selama ini Agista tidak pernah salah tentang perasaannya terhadap Bian, dan kali ini pun Agista yakin jika Diandra memang bermasalah.
Agista bangkit dan menjauh dari Bian, tidak ada yang dikatakannya lagi, Agista hanya diam menatap Bian dan berlalu begitu saja.
Bian menghembuskan nafasnya sekaligus, bukan Bian yang berlebihan tapi memang Agista yang berlebihan dalam memikirkan tentang Bian dan Diandra.