Pagi hari ponsel Diandra berdering nyaring, ponsel yang di simpan di dekat bantalnya itu membuat deringnya langsung menusuk ke telinganya.
Diandra memang masih terlelap saat ini karena tidur yang terlalu larut malam, Diana sulit sekali untuk tidur karena takut jika Diandra akan pergi lagi.
Diandra meraih ponselnya dan melihat nomor yang tanpa nama di layarnya, Diandra mengucek matanya, siapa pagi-pagi sudah menghubunginya saja.
"Hallo," ucap Diandra dengan malas.
Tapi seketika itu Diandra langsung duduk dan semua kemalasannya menghilang begitu saja, ternyata yang menghubunginya di waktu sepagi ini adalah Bian.
"Ada apa?" tanya Diandra asal.
Diandra terdiam mendengarkan kalimat Bian di sana, rasanya memang menyenangkan karena mangsanya yang menghampiri tanpa harus dijemput.
"Aku .... aku lagi di ini di .... mana ini ya, aku lagi cari kerjaan."
Diandra menggaruk kepalanya yang tak gatal, tentu saja Diandra bingung, kalau Diandra bilang ada di rumah mungkin saja Bian akan datang.
Jadi sebaiknya Diandra mengatakan sedang di luar saja, dengan begitu bisa sedikit membuatnya tenang.
"Aku gak tahu ini dimana, gak ada nama tempatnya."
Diandra melihat jam di dinding sana, sudah jam 7 dan Diandra masih malas untuk bangun, Diana juga belum terdengar suaranya dan itu berarti jika Diana juga masih terlelap.
"Nanti aku telepon balik ya, aku lagi susah ini."
Tak berselang lama Diandra menutup sambungannya, senyumannya terukir indah, Bian memang sudah mulai ada dalam genggamannya saat ini.
Diandra tidak akan sulit untuk mendekatinya, karena sepertinya Bian sendiri yang akan mendekati Diandra.
"Baiklah, lebih baik sekarang aku pastikan kalau, Mamah, akan baik-baik saja di rumah."
Diandra turun dan berjalan ke luar kamar, Diandra tidak melihat Maya, dan mungkin Maya juga masih terlelap saat ini.
Biarkan saja, asal nanti Maya tetap bangun sebelum Diana bangun, Diandra memasuki kamar Diana.
Tepat sekali, Diana memang masih terlelap disana, wanita itu tampak tenang jika sedang tertidur seperti itu.
Diandra menginginkan ketenangan itu meski saat Diana sadar, tapi sepertinya hal itu masih terlalu sulit untuk terwujud, karena Diana memang kerap histeris jika sedang tersadar.
"Mah, Diandra, mau pergi lagi ya sekarang, Mamah, harus tenang di rumah, tunggu sampai Diandra kembali pulang."
Diandra mengusap tangan Diana, sentuhan itu sepertinya tidak membuat Diana terusik dari tidurnya, Diana tetap saja terlelap meski mendapat sentuhan dan mendengar suara Diandra.
Diandra kembali meninggalkan kamar, biarkan saja Diandra tidak akan mengganggu tidur Diana kali ini, nanti biar Maya saja yang mengurusnya.
Diandra akan mandi saja dan bersiap untuk pergi, Diandra yakin Bian akan menyempatkan waktunya untuk bisa berbincang dengan Diandra.
Dan kalau memang itu tidak bisa, Diandra pasti akan melakukan semuanya untuk bisa menemui lelaki itu, bagaimana pun caranya Diandra harus bisa bertemu dengan Bian setiap harinya.
Dengan begitu Diandra bisa lebih cepat membalaskan dendamnya, semakin dekat Diandra dengan Bian maka akan semakin dekat juga Diandra pada pembalasan dendamnya.
----
"Bian."
Bian menoleh dan tersenyum, tangannya terangkat memeluk wanita yang menghampirinya itu.
"Apa kabar kamu?" tanya Bian.
"Baik, kamu sendiri?"
"Baik."
Bian tersenyum, wanita dalam dekapannya itu adalah Agista, Agista tak lain adalah kekasihnya saat ini.
Mereka telah bersama sejak 2 tahun lalu, baik Bian atau Agista, keduanya sama-sama saling mencintai dan menyayangi.
Mereka memang kerap terpisah karena kesibukan masing-masing, Agista kerap pergi untuk mengerjakan pekerjaannya yang selalu ada di luar kota.
Sedangkan Bian yang memang hanya sibuk di kantor saja, jadi Bian kerap ditinggalkan Agista untuk kesibukannya itu.
Saat ini Agista datang ke kantor Bian, hari ini juga hari pertama Agista kembali ke kota tinggalnya.
"Ayo duduk," ucap Bian melepaskan pelukannya.
Agista duduk di sofa disusul oleh Bian, keduanya sama-sama duduk di sana, Bian memang sedang santai sehingga bisa menemani Agista berbicara.
"Sampai jam berapa, kok gak minta jemput?"
"Tadi jam 4, gak usahlah aku bisa sendiri."
"Kamu sengaja kesini?"
Agista mengangguk pasti, itu sudah pasti karena memang mereka telah lama tidak bertemu, dan tentu Agista merasa sangat merindukan kekasihnya itu.
"Aku bawa hadian buat kamu, tapi aku tinggal di rumah, nanti sore mampir ya."
"Boleh, itu bukan masalah."
Agista tersenyum mendengarnya, baguslah dengan begitu mereka bisa bertemu lagi nanti.
Ditengah perbincangan mereka berdua, ponsel Bian mendadak berdering, Bian melihatnya dan ternyata Diandra yang menghubunginya.
"Aku jawab telepon dulu ya."
Agista mengangguk dan membiarkan Bian pergi darinya, tidak masalah mungkin memang itu penting juga.
Agista rindu sekali dengan ruang kerja itu, karena jika Agista sedang ada di kota yang sama dengan Bian, Agista setiap hari datang ke kantor Bian.
Mereka selalu menghabiskan dua jam terakhir di waktu kerja mereka, Agista selalu datang di satu jam setelah makan siang dan bersama Bian sampai jam kantor selesai.
Sekarang, setelah dua bulan lamanya Agista ada di luar kota dan itu membuatnya tidak bisa menghabiskan waktu dengan Bian, tentu saja itu membuat Agista sangat rindu.
Sehingga pagi ini Agista memilih langsung datang saja, Agista merasa enggan menunggu sampai sore tiba, meski sebenarnya Agista memang merasa lelah karena perjalanannya itu.
"Om sama Tante, apa kabar ya, kangen juga sama mereka."
Agista mengeluarkan ponselnya dan berkutat di sana, Agista berkirim pesan dengan Asti untuk sedikit melepaskan kerinduannya.
Agista tersenyum, Asti memang selalu cepat membalas pesan dari Agista, kasih sayang Asti sangat terasa olehnya dan itulah yang membuat Agista nyaman bersama Bian, karena keluarganya juga memerima Agista dengan baik.
"Aku bawa oleh-oleh buat Tante, nanti sore aku titip Bian sekalian." ucap Agista sesuai dengan pesan yang dikirimnya itu.
Agista melihat Bian yang telah kembali, itu artinya urusannya telah selesai.
"Maaf ya lama," ucap Bian.
"Gak apa-apa, aku lagi chat sama, Tante Asti."
"Oh iya?"
Agista mengangguk pasti, itu memang kebenarannya.
"Oh iya, siapa yang telepon?"
"Orang minta kerjaan."
"Minta kerjaan?"
"Iya, kemarin waktu aku pergi ke kantor, aku gak sengaja nabrak taxi dan di taxi itu ada penumpangnya, nah dia yang minta kerjaan."
"Awas hati-hati," ucap Agista.
"Kok hati-hati?"
"Ya nanti kayak disinetron tv, korbannya justru manfaatkan kebaikan penolongnya, dengan alasan bertanggung jawab karena sudah nabrak dia."
Bian sedikit tertawa mendengar ucapan Agista, bisa sekali Agista mempercayai sinetron seperti itu.
"Kok ketawa sih, aku serius," ucap Agista dengan sedikit tersenyum.
Bian mengangguk dan turut tersenyum, tangannya terangkat mengusap kepala Agista.
"Jangan curiga sama orang seperti itu, gak baik, kamu kan belum tahu."