Chereads / Jemput Kehancuran Mu / Chapter 4 - Bab4. Kumat

Chapter 4 - Bab4. Kumat

Maya berlari memasuki kamar Diana, Maya mendengar suara benda-benda yang terjatuh di sana, Maya harus gerak cepat sesuai dengan apa yang Diandra katakan.

"Ibu, Ibu kenapa?"

"Kembalikan .... kembalikan cepat kembalikan sekarang juga." jerit Diana.

"Ibu, Ibu tenang Bu, katakan saja Ibu mau apa sekarang?" tanya Maya seraya menahan tubuh Diana.

"Kembalikan, cepat kembalikan sekarang, kembalikan." jeritnya tanpa henti.

Maya menggeleng dan terus berusaha menenangkan Diana, satu minggu sudah Maya berada disana dan sudah tahu seperti apa saat Diana histeris.

"Ibu, Ibu tenang dulu ya, sabar dulu biar Maya bantu."

"Kembalikan, dia harus kembali, kenapa jahat sekali kalian." jeritnya semakin tak karuan.

Maya melepaskannya karena tidak kuat lagi menahan tenaga Diana, wanita itu tidak akan bisa dikontrol jika saat seperti ini.

"Pengkhianat, kalian jahat sekali, jahat kembalikan dia."

Maya menggeleng dan mengeluarkan ponselnya, Diandra sudah pergi sejak tadi, tidak ada salahnya jika Diandra pulang saja sekarang.

Maya menghubungi Diandra dengan tetap memperhatikan Diana di sana, Diana berjala. tak karuan dengan tetap berteriak histeris.

Maya memejamkan matanya sesaat, kenapa Diandra tidak menjawab panggilannya, apa yang sedang dilakukannya di luar sana.

Bukankah Diandra yang katakan jika Maya harus langsung menghubunginya saat Diana kumat, tapi sekarang Diandra justru tidak menjawab panggilannya sama sekali.

"Dimana kamu, Di." ucap Maya yang mengulang panggilannya.

Diandra harus menjawab panggilannya dan harus segera datang, Maya tidak mau disalahkan kalau sampai terjadi sesuatu yang tak diinginkan pada Diana.

"Ya Tuhan, jawab Diandra." ucapnya lagi.

"Kurang ajar," jerit Diana seraya melemparkan bantal kearah Maya.

Maya tersentak dan langsung berpindah dari tempatnya, untunglah hanya bantal bukan benda berat yang mengenainya itu.

"Kembalikan!" bentak Diana pada Maya.

Maya menggeleng dan terus saja berusaha menghubungi Diandra, panggilannya masih tak mendapatkan jawaban, apa telah terjadi sesuatu pada Diandra disana.

Bagaimana cara Maya untuk bisa mengetahui keadaan Diandra sekarang, Maya menyimpan ponselnya dan kembali berusaha menenangkan Diana.

"Kembalikan."

"Iya Bu, Ibu tenang dulu ya, jangan seperti ini, Ibu jangan buat mereka semakin mentertawakan ibu." ucap Maya seraya memeluk Diana dari belakang.

"Tertawa?" tanya Diana yang melirik Maya.

Maya mengangguk, mungkin saja dengan seperti ini Diana bisa tenang.

"Ibu tidak boleh terlihat lemah, Ibu harus kuat Bu, kalau Ibu seperti ini para pengkhianat itu akan semakin mentertawakan Ibu, mereka akan menganggap Ibu lemah."

"Lemah?"

"Iya, Ibu harus kuat dan harus tunjukan pada mereka kalau Ibu kuat."

"Kuat?"

"Kuat, Ibu punya kekuatan yang mereka tidak akan miliki, Ibu harus buktikan itu ya."

"Buktikan," ucap Diana seraya mengangguk perlahan

"Buktikan, iya buktikan, aku harus buktikan."

"Iya Ibu harus buktikan, jangan lemah seperti ini, tidak akan ada gunanya."

"Iya, ya" ucap Diana melepaskan pelukan Maya.

Diana bangkit dan berjalan menghadap cermin, Maya memejamkan matanya seraya menghembuskan nafasnya lega.

Baguslah, sepertinya Maya berhasil membuat Diana tenang saat ini, semoga saja Diana tidak lagi histeris sebelum Diandra pulang nanti.

"Harus kuat, pengkhianat itu harus tahu aku kuat, iya aku kuat."

Maya menoleh dan bangkit menghampiri Diana disana, Maya tersenyum melihat Diana dari cermin di sana.

"Ibu kuat ya, jangan lemah, Ibu harus bisa buktikan kalau mereka yang sebenarnya menderita bukan Ibu."

Diana diam menatap Maya di cermin itu, entah apa yang difikirkan Diana saat ini, Maya hanya berharap Diana tidak lagi mengamuk seperti tadi.

"Diandra," ucap Diana.

Maya mengangkat kedua alisnya, dan ternyata sekarang Diana mengingat Diandra, sudah pasti wanit itu akan menanyakan keberadaan Diandra sekarang.

"Diandra, mana dia, mana anak ku, mereka jahat jahat sekali, Diandra." panggil Diana tak karuan.

Maya berpaling sesaat, sudahlah terjadi Diana kembali bangkit dan berjalan tanpa arah sambil berteriak memanggil Diandra.

"Ibu," panggil Maya.

Maya menggeleng dan kembali mengeluarkan ponselnya, Maya menghubungi Diandra lagi dan berharap kali ini Diandra akan menjawab panggilannya.

Maya tidak harus seperti apa sekarang, Diana sudah sempat tenang tapi hanya sedetik saja, dan sekarang apa yang harus dikatakannya karena Diana bertanya tentang Diandra.

"Mana sih, Di." ucap Maya yang mulai gelisah.

Diandra tak juga menjawab panggilannya saat ini, mungkin saja benar fikiran Maya jika telah terjadi sesuatu pada Diandra di luar sana.

----

"Diangkat dong teleponnya," pinta Bian.

Diandra tersenyum sekilas, ingin sekali Diandra menjawab panggilan Maya, tapi itu tidak mungkin karena Bian pasti akan tahu kalau Diandra masih memiliki keluarga.

"Kenapa, itu orang yang sama kan?"

"Iya, tapi ya sudahlah, aku kan sudah bilang gak penting."

"Tapi mungkin dia yang ada kepentingan sama kamu, makanya mengulang panggilannya terus menerus."

Diandra menggeleng, apa pun yang terjadi di rumahnya itu, semoga Maya bisa mengatasinya.

Diandra tidak bisa menjawab panggilannya sekarang, apa lagi untuk secepatnya pulang, Diandra masih bersama Bian saat ini.

"Kamu kenapa, kok jadi gelisah seperti itu?"

"Hah .... masa sih, enggak .... enggak kok aku biasa saja, gak ada gelisah." ucap Diandra terbata-bata.

Bagaimana tidak gelisah, Diandra sudah minta Maya untuk menghubunginya jika Diana mengamuk lagi, dan sekarang Maya sudah puluhan kali menghubunginya, sudah pasti Diana tengah mengamuk di rumah.

"Diandra," panggil Bian.

"Ya .... iya, kenapa?"

Bian mengernyit, aneh sekali wanita itu, sebenarnya apa yang sedang difikirkannya saat ini.

Pasti ia sedang berusaha untuk berbohong, tapi sayangnya Bian tidak bisa begitu saja dibohongi, kegelisahan Diandra sangat terlihat tapi kenapa Diandra mengelak dari semua itu.

"Diandra," panggil Bian lagi.

"Iya, iya kenapa?"

"Ada apa, kamu tidak bisa berbohong, kamu ada masalah?"

Diandra menggeleng dan berpaling, benarkah Bian sedang menunjukan perhatian dan kepeduliannya terhadap Diandra saat ini.

Kalau itu benar, tentu saja Diandra merasa senang karena ternyata tidak sulit untuk menarik perhatian Bian.

"Diandra," panggil Bian untuk kesekian kalinya.

"Apa sih kamu, aku disini kan."

Bian tersenyum dan menggeleng, baiklah kalau memang Diandra tidak mau ceritakan masalahnya sekarang, mungkin lain kali mereka bisa bertukar cerita.

Bian telah melepas pertemuannya dan memilih untuk bersama Diandra, seharian mereka telah berbicara banyak hal di rumah yang dipilihkan Bian untuk Diandra.

Keduanya bertukar cerita untuk beberapa hal, semua itu untuk tanda perkenalan mereka saja, Diandra mendapatkan rumah yang lumayan bagus dari Bian, dan lebih bagus lagi karena Bian sudah membayarkan biaya sewanya untuk dua bulan ke depan.

Diandra sudah sempat menolak, tapi Bian memaksa Diandra untuk menerimanya, dengan alasan permintaan maafnya karena telah membuat Diandra celaka.

Apa mau dikata, Diandra pun menerimanya dengan puas hati, langkah pertamanya ternyata sukses.