"Bian, kamu gak akan dicari keluarga kamu, ini sudah sore tapi kamu belum pulang ke rumah juga?"
"Ya enggaklah, Di."
Diandra mengangguk, lalu bagaimana caranya agar Diandra bisa bebas dari Bian sekarang, Diandra ingin cepat pulang agar tahu kondisi di rumah saat ini.
"Kamu kenapa, keberatan ada aku disini?"
"Hah .... eng .... enggak, masalahnya apa sampai aku harus keberatan, enggaklah kamu ini gimana."
Bian mengangguk, kalimat Diandra kembali tak lantang, Diandra memang sedang gelisah sekarang.
Bian berpaling melihat sekitar, mungkin benar jika Diandra terganggu dengan keberadaannya saat ini, jadi lebih baik Bian pergi saja.
"Di," panggil Bian.
"Iya, kenapa?"
"Aku pulang sekarang ya."
Diandra diam, sudah sejak tadi Diandra menunggu Bian mengatakan hal itu.
"Loh, kok pulang, kenapa?" tanya Diandra basa basi.
"Kamu benar, sepertinya orang tua aku akan cari aku sekarang, aku tidak datang ke pertemuan tadi pagi dan sudah pasti jika tamunya sudah ngadu ke papih."
Diandra mengangkat kedua alisnya, papih, telinganya terasa mendengung saat mendengar satu kata itu.
"Gak apa-apa kan kalau aku tinggal?"
"Oh .... enggak, enggak gak apa-apa, tenang saja aku kan sudah dikasih tempat yang aman sama kamu."
"Iya, kalau gitu aku pulang ya."
"Oke, silahkan."
Keduanya bangkit, Diandra akan bisa pulang setelah Bian pergi dari rumahnya sekarang.
"Oh iya, Di." ucap Bian seraya berbalik.
"Hemm .... apa?" tanya Diandra dengan sedikit senyuman.
"Aku boleh minta kontak kamu, ya bukan untuk apa-apa sih, cuma kan sewa rumah ini atas nama aku, jadi kalau ada apa-apa pasti aku yang harus maju."
Diandra mengangguk, itu memang sudah seharusnya, Bian harus mengurus semua yang bersangkutan dengan rumah sewa itu.
Diandra tidak mau dipusingkan oleh hal sekecil apa pun juga di tempat itu, jadi bagus saja kalau Bian menyadari hal itu.
"Diandra," panggil Bian.
"Iya, iya boleh .... boleh mana sini ponsel kamunya."
Bian tersenyum dan memberikan ponselnya, Diandra meraihnya dan segera mencatat nomornya di sana, tak lama Diandra langsung mengembalikannya lagi.
"Itu sudah ada, kamu miscall ke aku ya, biar aku juga bisa save kontak kamu."
"Oke siap, nanti sampai rumah aku call kamu."
Diandra mengangkat sebelah alisnya dan mengangguk perlahan, jawaban yang bagus sekali bagi Diandra.
"Kamu akan terganggu?"
"Oh enggak .... justru aku senang karena aku bisa ada teman bicara, aku kan cuma sendiri disini."
"Oke, kalau gitu aku pulang ya."
"Iya, sekali lagi terimakasih untuk semaunya, maaf kalau aku merepotkan."
"Tidak masalah, bye."
"Bye."
Bian lantas pergi meninggalkan Diandra, Diandra melambaikan tangannya saat mobil itu melaju pergi.
"Huuuh .... akhirnya," ucap Diandra dan mengembuskan nafasnya sekaligus.
Diandra tersenyum, langkahnya saat ini sangatlah sesuai, Bian begitu mudah masuk dalam lingkar balas dendamnya.
"Sorry, tapi sepertinya aku memang lebih pintar dari pada kamu."
Diandra mengangguk dan segera memasuki rumahnya, Diandra mengambil tas dan memasukan ponselnya.
Tidak ada waktu untuk menghubungi Maya disana, jadi lebih baik sekarang Diandra langsung pergi saja untuk pulang.
Diandra keluar dan mengunci pintu rumahnya, kakinya terayun cepat untuk bisa segera mendapatkan taxi.
Bagaimana keadaan Diana sekarang di sana, sedikit pun Diandra tidak bisa berhenti memikirkannya, apa lagi setelah mendapatkan banyak panggilan dari Maya, keadaan Diana pasti tidak terkendali.
"Mamah harus baik-baik saja, Mamah harus bantu Diandra untuk menyelesaikan balas dengan ini, Mamah harus tetap tenang agar Diandra bisa tenang juga menjalakan semuanya."
Diandra memainkan jemarinya, kegelisahan Diandra semakin memuncak saat tidak ada satu pun taxi yang lewat di sana.
Diandra tidak bisa lebih lama lagi ada di tempat itu, Maya baru satu minggu mengurus Diana, dan sudah jelas jika Maya belum begitu mampu mengurus Diana.
----
Diana berontak sekiat tenaganya hingga terlepas dari tahanan Maya, dorongan Diana berhasil membuat Maya jatuh terjengkang.
Diana berlari keluar dari kamar, teriakannya terus saja terdengar memanggil nama Diandra, sedangkan sampai sekarang Maya belum mendapatkan kejelasan apa pun juga dari Diandra.
"Ibu," teriak Maya yang kemudian bangkit dan mengejarnya.
"Ibu tunggu."
"Diandra, kembalikan, jahat sekali mereka, Diandra." teriak Diana yang mencari ke setiap ruangan disana.
Maya mengikutinya, Diana tidak akan menahan langkahnya selama tidak terarah ke luar rumah.
Maya baru akan menghentikannya saat akan mendekat ke pintu utama, Maya masih berusaha mencari kabar tentang Diandra saat ini.
"Kembalikan anak ku, kalian jahat sekali, jangan kurang ajar sama anak ku, Diandra kembali Diandra." teriak Diana.
Maya menutup panggilannya, percuma saja menghubungi Diandra, karena sepertinya Diandra tidak mendengar deringnya.
"Bu, Ibu duduk dulu ya sekarang, Diandra sedang beli makan buat Ibu."
Maya meraih tangan Diana dengan hati-hati, Diana menatap Maya dengan lekat, Maya berusaha tersenyum tenang.
"Ibu pasti mau makan lagi kan, dan Ibu pasti mau makan bareng Diandra juga."
"Makan bareng?"
"Iya, Diandra juga mau makan sama Ibu, jadi sekarang Diandra sedang membeli makanannya dulu, soalnya bahan masakan di rumah sudah habis, Diandra gak bisa masak deh."
Diana mengernyit, mungkin saja Diana sedang berusaha mencerna setiap kata yang diucapakan Maya.
"Sebentar lagi Diandra pulang, dan Ibu bisa makan bareng sama Diandra."
Diana mengangguk seraya berpaling, senyumannya terlihat jelas di bibir Diana, Maya ikut tersenyum, meski sebenarnya Maya justru merasa semakin khawatir
Bagaimana kalau Diandra tidak datang tepat waktu, dan Diana akan lebih histeris lagi nantinya.
"Ibu duduk dulu ya," ucap Maya seraya membawa Diana duduk.
Tidak ada penolakan, sepertinya Diana mengerti dengan apa yang dikatakan Maya padanya.
"Ibu mau minum, biar Maya ambilkan ya?"
"Iya, minum." jawab Diana seraya mengangguk.
Maya tersenyum dan berlalu setelah meminta Diana menunggu sebentar saja, Maya mengambilkan minum untuk Diana, berharap keadaannya memang akan benar-benar membaik.
"Mamah," panggil Diandra seraya memasuki rumah.
Diana sedikit tertawa mendengar suara Diandra, dengan cepat Diana berjalan menghampiri sumber suara.
"Mamah," ucap Diandra seraya tersenyum.
Diana memeluk Diandra dengan eratnya, anaknya telah kembali di hadapannya dengan keadaan baik-baik saja.
Diana melepaskan pelukannya, menangkup kedua pipi Diandra dan meneliti Diandra dari ujung kepala sampai kakinya.
"Mamah kenapa?" tanya Diandra bingung.
"Jahat, mereka jahat, tidak boleh kamu pergi."
Diandra diam, apa yang difikirkan Diana sekarang, kenapa seperti itu kalimatnya.
"Jangan pergi, pengkhianat itu jahat, kurang ajar."
"Enggak Mah, Mamah tenang ya, Diandra gak pergi kemana pun juga."
Diana mengangguk-angguk, sedetik kemudian, Diana kembali memeluk erat Diana.
Seperti itulah meski kewarasannya terganggu, tapi kasih sayangnya terhadap Diana tetap ada dalam ruang kesadarannya, itulah kekuatan Diandra selama ini.