Download Chereads APP
Chereads App StoreGoogle Play
Chereads

Mencinta ataukah Bercinta

🇮🇩Phiky_Bp
--
chs / week
--
NOT RATINGS
24.6k
Views
Synopsis
"Thak, thók, thak, thók...!" suara sepatu boat cowboy mendekati pintu depan. Di dalam kamar, pak Sendy yang sudah berbaring istirahat sejak tadi, terjaga mendengar suara tersebut. "Suara apa itu? Siapa yang datang malam-malam begini?" pak Sendy bertanya dalam hati. Sebentar kemudian: "Srèè...èèt bluug!" sesuatu terseret dan jatuh. Pak Sendy merasa makin penasaran mendengarnya. Walau agak merinding karena saat itu sudah larut malam, diapun bangun dan dengan perlahan membuka pintu kamarnya, berusaha mengintai, siapa gerangan yang datang. Ruang tamu tidak ada siapapun. Karena masih penasaran, lanjut perlahan mendekati gordyn di ruang tamu itu, untuk mengintip teras rumahnya. Tiba-tiba... "Aaaahhhff.....!" pak Sendy tersentak kagèt mendengar suara orang menguap cukup keras di balik luar jendela itu. Ya.... itu Koyas anak laki pak Sendy yang cukup lama pergi, kini dia datang di saat malam sudah larut. Dia katakan kepada bapaknya, bahwa dahulu sebelum dia berangkat merantau, hampir semua kondisi pada fisiknya sering menjadi bahan tertawaan dan ejekan teman. Rambut bros ala tentara sering dianggap kuno kala itu, bahkan sering dianggap anak bau kencur. Koyas yang berhati kecil sering merasa minder oleh situasi tersebut, lebih-lebih masalah bercinta, dia selalu gagal mendapatkan pacar. Suatu hari masyarakat luas melihat kemampuan Koyas bertumbuh jauh lebih hebat dari teman-temannya, bahkan para seniornya pun dibuatnya merasa lebih kecil. Sedangkan dalam percintaan pun, Koyas sering unggul di antara teman-temannya, banyak yang sakit hatinya oleh rasa iri. Namun sayang, percintaan Koyas berakhir dilematis.
VIEW MORE

Chapter 1 - Anakku baru pulang

"Thak, thók, thak, thók...!" suara sepatu cowboy mendekati pintu depan.

Di dalam kamar, pak Sendy yang sudah berbaring istirahat sejak tadi, terjaga mendengar suara tersebut.

"Suara apa itu? Siapa yang datang malam-malam begini?" pak Sendy bertanya dalam hati.

Sebentar kemudian:

"Srèè...èèt, bluug!" sesuatu terseret dan jatuh.

Pak Sendy merasa makin penasaran mendengarnya. Walau agak merinding karena saat itu sudah larut malam, diapun bangun dan dengan perlahan membuka pintu kamarnya.

Ruang tamu tidak ada siapapun. Karena masih penasaran, lanjut perlahan mendekati gordyn di ruang tamu itu, untuk mengintip teras rumahnya.

Tiba-tiba...

"Haaahhh.....!"

Pak Sendy yang sudah dekat jendela, tersentak sangat kagèt mendengar suara orang menguap cukup keras di balik luar jendela itu, dan tak sengaja lengan tangannya menyambar sandaran kursi.

"Glodaag!" kursi pak Sendy hampir terguling.

Pak Sendy makin deg-degan, karena kursi yang tersambar tangannya itu mengundang perhatian orang di luar jendela. Lalu terdengar suara orang itu agak menghentak:

"Hey, siapa itu?"

Pak Sendy yang tadinya mendekat jendela berniat hendak mengintip dari gordyn, kini berbalik pak Sendy yang diintip.

Pada gordyn jendela terlihat bayangan orang di luar itu mulai berdiri, dan bergerak ke kiri kanan jendela, berusaha menemukan celah gordyn untuk bisa melihat ke dalam.

Pak Sendy mulai merasa semakin deg-degan saat melihat bayangan di gordyn itu, tangannya memegang benda kecil mirip senjata.

"Thik, thik, thik...!" suara jarum jam dinding menambah angker suasana malam itu.

Sejenak pak Sendy diam sedikit gemetar di bawah meja yang agak besar dekat jendelanya, sambil berpikir apa yang akan dilakukannya.

"Apa aku sebaiknya telpon polisi aja ya?! Tapi, kalau aku berjalan ke sana, orang itu akan melihat bayanganku, karena meja telephone di pojok sana!? Atau.... bisa terlebih dulu aku matikan lampu ruang ini, supaya bayanganku tidak kelihatan, dan sebaliknya aku bisa lihat dengan jelas bayangan dia! Baiklah, aku harus matikan lampu, dan cepat-cepat hubungi polisi sebelum orang itu melakukan sesuatu yang buruk padaku!" pak Sendy mulai khawatir terhadap hal buruk yang mungkin terjadi.

Pak Sendy mengendap-endap mendekati saklar lampu yang kebetulan dekat dengan meja persembunyiannya itu.

Saat mematikan lampu, terdengar samar-samar suara orang itu:

"Hhm, berarti benar... sedang ada seseorang di dalam situ!"

Tangan pak Sendy mulai menggapai sebuah telephone kabel yang berada di meja kecil di pojok ruang tamu itu.

"Nuut, nuut, nuut...!" bunyi khas keypad nomor pada telephone kabel yang dipencet pak Sendy untuk hubungi polisi.

Namun, rupanya suara keypad memicu amarah orang yang luar itu, lalu:

"Hey, siapa yang di dalam itu!?

Mendengar teriakan itu, pak Sendy makin gugup. Dan sesaat kemudian:

"Kriiiing, klék klèk!" suara dalam gagang telepon, menandakan sudah tersambung.

"Selamat malam pak, mau melapor!" ucap pak Sendy pada telephone.

Bersamaan dengan itu:

"Hey, berhenti lakukan apapun di dalam situ, kamu sudah terkepung!" suara orang di luar bernada marah.

Mendengar suara orang itu, pak Sendy menurunkan gagang telpon dari telinganya, namun perangkat masih digenggamnya, sehingga terdengar samar masih ada orang ngomong pada speaker perangkat.

"Aku sepertinya tidak asing suara orang di luar itu!" mendadak pikir pak Sendy kemudian.

Bersamaan itu, gerak gerik bayangan orang di depan jendela makin mendebarkan jantung pak Sendy, karena terlihat sedang berusaha membuka paksa daun jendelanya.

Lalu...

"Jedhaaag!" suara keras pada daun jendelanya.

Di dalam, pak Sendy segera meraih vas bunga kecil di dekatnya. Dia bersiap kalau-kalau orang itu berhasil masuk lewat jendela.

Selang 10 menit berikutnya terdengar teriakan keras di halaman rumah:

"Berhenti di tempat! Angkat tangan!" terdengar dengan jelas suara anggota polisi yang telah datang.

Pak Sendy mulai merasa agak nyaman. Dan berikutnya:

"Thók, thók, thók... bisa buka pintunya, ini Polisi!" suara salah satu aparat Polisi meminta dibuka pintunya.

Pak Sendy mengintip sebentar dari samping gordyn, untuk memastikan siapa yang ketuk pintu.

"Aah, Polisi sudah datang. Tapi... tapii, pemuda yang disergap itu benar-benar aku nggak asing lho!?" sejenak pak Sendy tercengang di sisi samping gordyn.

Setelah itu pak Sendy pun segera buka pintu, lalu:

"Selamat malam bapak Sendy. Kami dari kepolisian datang sesuai laporan bapak lewat telephone tadi!" ujar seorang anggota Polisi.

Sementara pak Sendy berdialog dengan Komandan Polisi, di saat itu pula salah satu anggota yang lain melapor pada komandannya:

"Maaf komandan, kita tidak bisa menangkap pemuda ini!" ucap anggota.

"Apa?" tanya komandan.

"Saya pak, yang tadi melapor!" sahut pemuda itu.

"Lapor atas nama siapa?" tanya komandan pada pemuda itu.

Belum sampai pemuda itu menjawab, Pak Sendy memotong, lalu tegasnya:

"Maaf pak Polisi, saya tadi yang melapor, atas nama Sendy, penghuni rumah ini!"

Tiba-tiba sang pemuda melangkah mendekat komandan, lalu katanya:

"Maaf pak Polisi, beliau ini bapak saya!" ujar pemula itu.

"Lantas, mengapa saudara tadi hendak mencongkel daun jendela?" pak Komandan menegaskan.

"Kirain ada penjahat masuk rumah bapak saya!" jawab Koyas.

Komandan beserta 8 orang anggotanya serentak tercengang. Dan pada itu pak Sendy angkat bicara:

"Jadii... kamu... !" kata-kata pak Sendy terhenti.

"Iya pak, saya Koyas!" sela pemuda itu, seraya mendekati pak Sendy.

Lalu keduanya saling merangkul.

Komandan serta semua anggota tetap tercengang.

Sejenak kemudian pak Sendy mempersilahkan Komandan untuk duduk beserta anak buahnya.

Mulailah pak Sendy menjelaskan semua kejadian malam itu hingga beliau menghubungi Polisi.

Dan Koyas pun menambahkan:

"Maaf bapak-bapak Polisi untuk malam ini. Memang benar tadi saya juga melapor, atas nama Koyas!" ungkap Koyas.

"Jadi... kamu tadi tadi juga hubungi Polisi?" tanya pak Sendy terkejut pada Koyas.

"Iya pak!" ucap Koyas pada bapaknya.

"Kami dari aparat juga mohon maaf, karena nyaris salah tangkap!" jelas komandan.

Lalu Koyas menambahkan:

"Iya pak, saya tadi memang bermaksud mendongkrak jendela, namun justru karena saya mencurigai ada orang asing masuk rumah ini. Sebab saya yakin bapak saya jam segini pasti sudah istirahat di kamar, sehingga saya hubungi Polisi untuk minta bantuan. Saya khawatir ada apa-apa dengan orang tua saya!" jelas Koyas.

"Baiklah kalau begitu, kami permisi kembali ke kantor. Selamat malam dan selamat beristirahat, jangan lupa cek dan kunci pintu sebelum beristirahat!" Polisi berpamitan.

"Baik pak, selamat bertugas!" balas pak Sendy.

Setelah rombongan Polisi pergi, pak Sendy dan Koyas masuk melanjutkan ngobrol di ruang tamu.

"Pak, maafkan Koyas telah bikin kagèt dan mengganggu istirahat bapak malam ini!" ucap Koyas sembari sujud di depan kaki bapaknya.

Pak Sendy mengelus-elus rambut kepala Koyas, serta katanya:

"Sebenarnya tidak ada yang bisa disalahkan dalam kejadian ini. Menurut bapak, ini tadi cuma salah paham. Karena pada dasarnya niatmu baik, kamu sedang peduli terhadap rumah dan orang tuamu!" jelas pak Sendy terharu.

"Ya sudah, duduklah situ!" ucap pak Sendy sambil memegang pundak anaknya.

Koyas berdiri dan duduk di kursi yang berhadapan bapaknya. Kemudian:

"Atau mungkin kamu mau beristirahat sekarang? Besuk bangun kita lanjut lagi bercerita!" ujar pak Sendy.

"Iya pak, saya mau sebatang rokok lagi, baru istirahat!" balas Koyas.

"Baiklah kalau begitu, bapak temani kamu!" ucap bapak seraya mengambil sebatang rokok juga.

Setelah menghabiskan sebatang rokok, mereka pun masuk kamar dan beristirahat.

■ Bagaimana saat pak Sendy bertemu kembali dengan Koyas, setelah lima tahun berpisah?

■ Ikuti kisah lanjutannya pada Bab "Berebut Pengakuan"