Chereads / Mencinta ataukah Bercinta / Chapter 4 - "Bidadari yang mendatangiku"

Chapter 4 - "Bidadari yang mendatangiku"

Sore hari di teras rumah pak Sendy, Koyas sedang duduk bersantai dengan kedua kaki lurus pada kursi lain di depannya, pikirannya melayang entah ke mana.

Tiba-tiba, Hp yang dipegangnya berdering. Tapi Koyas enggan terima panggilan itu, hingga beberapa kali bunyi dering.

Tak lama setelah itu, terdengar pula notofication pesan masuk. Koyas membuka serta membacanya:

"Abang di mana sih kok kamar tutup terus? Sarang laba-laba juga ada di mana-mana tu?" isi pesan.

Tiba-tiba:

"Kasihan tu, telpon nggak diangkat?!" ucap pak Sendy.

Koyas sedikit kagèt, lalu menoleh serta katanya:

"Paling cuma menyapa kok pak!" katanya.

"Bagaimana kalau ada hal penting yang mau disampaikan ke kamu?!" kata bapaknya.

"Biar aja ahh!" ucap Koyas sembari taruh Hp'nya di meja agak kenceng.

"Ya udah, bapak sekedar mengingatkan!" ucap pak Sendy datar.

Lalu pak Sendy berdiri di ujung teras, tepat di tengah-tengah dua tiang atap teras, lalu:

"Hhfff.. kenapa pikiranku mendadak tertuju pada penelpon Koyas tadi ya?!" gumam pak Sendy dalam hati.

Selang 5 menit berikutnya:

"Selamat sore pak! Apakah Koyas ada di rumah?" tanya Sari.

"Tu, lagi ngelamun, hehehee!" canda pak Sendy sambil nunjuk Koyas.

"Silahkan masuk!" kata pak Sendy.

"Iya pak!" sahut Sari.

Sari masuk, dan mulailah bincang-bincang dengan Koyas. Beberapa menit sudah berlalu, namun Koyas tidak merubah duduknya sejak awal tadi.

"Kok Sari gak dibikinkan minum?" suara pak Sendy dari jauh.

"Hehehe, cuma belum aja pak!" jawab Koyas tertawa.

"Aku ke belakang, bikin minum dulu ya!" ucap Koyas pada Sari.

Saat Koyas ke belakang, Hp yang ditaruh'nya di meja teras tiba-tiba menyalah,h satu pesan masuk. Terlihat oleh Sari profil pengirimnya, lalu:

"Hha, Cindy?! Mirip anak pak Hendri? Tapi..., Cindy kan ikut bapaknya di kota MA, nggak mungkinlah bisa kenal Koyas?" gumam Sari dalam hati.

Ketika Koyas datang:

"Tadi ada pesan masuk di Hp'mu!" kata Sari saat Koyas menyajikan minum.

"Oh, iya?!" sahut Koyas sembari mengambil Hp'nya.

Saat Koyas cek Hp'nya:

"Waah, pesan dari Cindy? Sari lihat apa enggak ya?!" pikir Koyas dalam hati.

Saat itu Sari melihat kegelisahan di wajah Koyas, namun dia berpura-pura tidak mengerti, lalu katanya:

"Bisakah kita nanti makan malam bersama, dengan bapak juga tentunya?" tanya Sari.

"Boleh, tapi nanti kita beli aja, kebetulan makanan kami habis, mau masak nanggung jam'nya!?" ucap Koyas.

"Ya udah, tadi saya sudah pesan di warung langgananku buat nanti, dan tinggal ngambil saja!" kata Sari.

Menjelang magrib, Sari dan Koyas dengan motornya mengambil pesanan makanan. Dan malam itu adalah pertama kalinya mereka makan bersama.

*Waktu berjalan sudah lebih dari tiga bulan, hubungan asmara antara Koyas dan Sari semakin serius. Pak Sendy pun terlihat senang Koyas sudah memiliki pacar.

Sekitar pukul 20:00, saat bulan purnama Koyas dan bapaknya bersantai di teras rumahnya:

"Sejauh ini bagaimana hubunganmu dengan Sari? Tidak pernah ada masalah kan?!" tanya pak Sendy.

"Sampai saat ini belum pernah ada masalah kok pak. Tapi, Cindy itu masih sering telpon lho!" ujar Koyas.

"Memangnya kamu pernah pacaran dengannya?" pak Sendy mengerutkan dahi.

"Itulah yang membingungkanku!" Koyas pegang kepala dengan kedua tangannya.

"Bingung!? Hhm...!?" bapak menghela nafasnya.

"Sebenarnya, saya pulang memang untuk menghindar dari dia!" jelas Koyas.

"Ya udah, kalau kamu sekarang merasa nyaman dengan Sari, kamu cepat nikahi dia, bapak merestui!" ujar bapak.

"Saya belum siap menikah pak!" ucap Koyas.

"Kamu ini bagaimana? Mau berapa kali lagi kamu gagal pacaran? Ingat usia, kasihan Sari juga kalau menikah terlalu tua!" pak Sendy agak kesal.

"Saya paham pak. Tapi, saya kan belum tau banyak tentang Sari, jadi belum benar-benar kenal pak!" jelas Koyas.

"Kali ini omongan kamu benar. Tapi, kamu kan bisa bicara dengan kakakmu yang sudah berteman lama dan akrab!" ungkap bapak.

"Jangan mikir bercintanya terus, tapi pikirkanlah cinta!" sambung bapak.

*Satu bulan kemudian...

"Dalam satu tahun terakhir ini bapakku sering sakit, fisiknya sudah lemah!" ungkap Sari saat bersama Koyas di bawah pohon di halaman rumah pak Sendy.

"Terus?" tanya Koyas.

"Bapak sudah beberapa kali tanyakan, kapan bisa menggendong cucunya dari aku!" ujar Sari seraya menggenggam tangan Koyas sambil menatap manja.

"Akupun demikian, bapakku juga berulangkali bertanya hal serupa padaku, apalagi dua kakakku sudah berumah tangga namun belum punya momongan sampai sekarang, bapak pasti merasa masih memiliki saya sebagai harapan terakhir. Sementara, ibuku sudah meninggal!" ucap Koyas sambil pandangan tertuju jauh ke depan.

"Jadi bagaimana? Kapan kamu siap menikahiku?" Sari sambil sandaran manja di pundak Koyas.

Tiba-tiba Sari tegakkan kepala, sambil hentakkan tangannya pada paha Koyas dan goyangkan serta katanya:

"Hei, kok diam saja! Jawab pertanyaan aku?!" tegas Sari.

"Aku memikirkan penghasilanku yang masih pasang surut!" jawab Koyas.

"Kamu tidak salah berpikir hal itu, tapi janganlah terpaku pada hal itu! Sebab keputusanmu untuk menikah tidak bisa ditunda terlalu lama!" tegas Sari.

"Saya harus terlebih dulu merubah keadaanku ini?" Koyas agak tegang.

"Kedua orang tuaku tidak mungkin menuntut banyak hal itu, karena beliau berdua mulai mengkhawatirkan kondisiku!" Sari memelas.

"Maksudmu?" tanya Koyas singkat.

Sari tidak bicara, hanya menggenggam tangan Koyas dan menuntunnya memegang perutnya, tepat pada pusarnya. Selanjutnya:

"Di sini sudah ada janin yang sedang menunggu kasih sayangmu. Dan tentang ini, orang tuaku sudah tau!" ungkap Sari.

"Yakinkah kamu, bahwa itu dariku?!" Koyas meyakinkan.

"Pertama dan yang sekaligus sebagai terakhir kali aku bertemu kamu pada event musik itu, aku jatuh hati padamu. Setelah itu kamu pergi lama ke lain kota. Dan selama itu juga aku hanya mengenal satu nama, dan nama itu adalah namamu!" jabar Sari seraya menempelkan tapak tangannya di dada Koyas.

"Bagaimana mungkin kamu tidak mengenal lekaki lain bertahun-tahun?!" Koyas meyakinkan.

"Karena, beberapa hari setelah hilangmu, bapakku diberhentikan dari pekerjaannya, lalu ekonomi keluarga guncang. Sejak itu hampir seluruh waktuku hanya fokus membantu orang tuaku, tidak ada waktu untuk ketemu teman dan orang lain!" jelas Sari.

*Lewat beberapa hari setelah pertemuan itu, Koyas dan Sari sepakat memberi tau orang tua masing-masing perihal keinginannya untuk menikah.

Spontan saja kabar dari dua sejoli itu disambut dengan penuh bahagia oleh kedua orang tua Sari serta pak Sendy.

Dua minggu kemudian, pak Sendy berembug dengan orang tua Sari, pak Irawan dan istrinya.

Akhirnya tanggal pernikahan beserta resepsinya pun telah ditentukan. Undangan pernikahan pun sudah tersebar.

*Tak terasa, hari pernikahan Koyas-Sari tinggal tiga hari ke depan lagi.

Pak Sendy dan keluarga pak Irawan sudah mempersiapkan semua keperluan untuk pernikahan anaknya.

*Saat hari pernikahan itu tiba, suasana tampak amat bahagia, baik kedua keluarga maupun kedua mempelai.

*Beberapa hari seusai acara pernikahan Koyas-Sari, Gandy pamannya Sari datang ke rumah pak Irawan. Gandy sangat lama tidak ketemu pak Irawan semenjak pindah dan menetap di kota lain.

"Ngomong-ngomong, bagaimana kabarnya Sari?" tanya Gandy.

"Dia baru saja menikah, dan sekarang tinggal bersama suaminya!" ungkap pak Irawan.

"Aah, mas Irawan kok nggak kirim kabar sih?!" ucap Gandy.

"Maaf gak sempat kasih kabar, agak buru-buru, karena ada kesalahan teknis!" ujar pak Irawan.

"Emang ada masalah apa?!" tanya Gandy.

"Ponakanmu gak bisa menunda, harus secepatnya dinikahkan!" ujar pak Irawan.

"Apakah... Sari... ?" Gandy tidak melanjutkan.

"Ya, ya, yaa... saya paham. Aku jadi sangat prihatin, mengapa bisa bersamaan dengan gadisnya adik? Apakah ini karma?!" Gandy mengeluarkan rokok serta menyulutnya.

Lalu lanjut Gandy:

"Di kota dilemanya ya begini ini mas. Kalau kita batasi ruang gerak anak, khawatir mental kurang bagus. Tapi kalau kita kasih bebas, feed-back'nya sangat fatal, hhhfff!" Gandy menghela nafas.

"Apakah, gadis...adikmu, emm.... ?!" kalimat pak Irawan putus-putus, sambil mengelus dagunya.

Lalu sahut Gandy kemudian:

"Iya, sama seperti Sari... dia hamil. Sayangnya, dia sendiri juga belum mengetahui siapa lakinya. Ada sih seseorang yang dicurigai, tapi gak bisa mutlak menuduh dia, karena bukti juga gak jelas?!"

"Kok bisa begitu?" pak Irawan keheranan.

Satu jam lebih kakak beradik itu membicarakan anak gadis mereka. Ada sedih di sana, ada kecewa, dan ada juga rasa ingin marah, namun pada akhirnya mereka pasrah, karena semua telah terjadi.

"Biasanya kalau nggak capèk, sore gini Sari ke sini juga kok!" kata pak Irawan.

"Hmm, seberapa ya dia sekarang, aku kok penasaran, dulu aku pindah Sari masih ingusan!" ucap Gandy.

"Iya, saat itu masih balita!" pak Irawan menambahkan.

Tiba-tiba terdengar suara motor berhenti di depan, ya... itu Sari dan suaminya.

"Hai Sari, masuk sini! Lihat, ini kenal apa nggak?!" ucap pak Irawan.

Sari jabat tangan dengan Gandy, kemudian...

"Sari! Kalau bapak ini siapa?" Sari senyum.

"Hehee... saya dulu juga tinggal di sini, kemudian dapat kerjaan di kota MA. Karena nyaman dengan pekerjaan itu, saya putuskan menetap di sana!" Gandy tertawa.

Saat itu, Koyas yang sudah di depan pintu menghentikan langkah mendengar Gandy cerita.

"Hah!.. dari kota MA?! Kalau orang ini sering ke cafe, bisa jadi pernah lihat saya dong. Gawat nih!?" gumam Koyas dalam hati.

"Mana suamimu?" tanya pak Irawan pada Sari.

"Masih di luar pak, mungkin lagi parkir motor!" jawab Sari.

"Selamat sore!" Koyas kemudian.

"Eeh, masuk sini Koyas, saya kenalkan saudara kita!" kata pak Irawan.

Koyas masuk, langsung berkenalan dengan Gandy. Bersamaan dengan itu, dalam hati Sari berpikir:

"Aku kira ini tadi pak Hendri bapaknya Cindy, mirip bener!"

"Jadi, bapak ini adalah saudara kita?" tanya Sari pada bapaknya.

"Betul, saya adik bapakmu. Jadi Sari bisa panggil saya Oom!" sahut Gandy.

Sama seperti Sari, saat itu Koyas pun juga berpikir dalam hati:

"Untung, untung..., kirain bapaknya Cindy. Bisa kacau kalau benar bapaknya Cindy!"

"Kok pada anteng to?! Ayo Sari, Koyas... ngobrol biar makin akrab. Ini semua keluarga lho!" canda pak Irawan membuka obrolan.

Mereka pun ngobrol, saling bercerita dan bercanda. Akan tetapi Koyas mendadak tegang saat pak Irawan menceritakan saudara-saudaranya yang tinggal di kota MA.

Begitu juga Sari, diapun terkejut saat mendengar cerita bapaknya, yang ternyata Oom Gandy adalah anak kembar.

■ Apakah ada hubungannya antara Oom Gandy dan profil yang pernah dilihat Sari di Hp Koyas?

■ Ikuti dan temukan jawabannya pada Bab "Janin siapakah yang dikandungnya?"