Beberapa Minggu terakhir suasana hubungan Koyas dan Sari aman-aman saja, tidak pernah ada cek-cok walau sekecil apapun. Bercanda dan bercerita sering dilakukan bersama.
Hal ini juga yang menjadikan pak Sendy berbahagia.
Namun dibalik situasi bahagia itu, ternyata ada duri yang bisa menusuk kebahagiaan mereka sewaktu-waktu, yang pasti berganti duka.
Karena, diam-diam antara Koyas dan Cindy sering ngobrol lewat pesan tertulis. Mereka berdua punya kesepakatan berkirim pesan hanya siang, atau jam kerja. Hal ini dimaksudkan supaya tidak memungkinkan Sari mengetahui.
Pada suatu hari juragan Koyas sibuk dengan komputer di ruang kerja hingga sore. Kemudian:
"Mas, bisa nggak ngajak Cindy jalan keluar sebentar, biar nggak suntuk di rumah terus!" tanya Cindy lewat pesan tertulisnya.
"Kalau pakdhe'mu tanya bagaimana alasanmu?" tanya Koyas khawatir.
"Siang ini pakdhe ada acara ngantar budhe ke dokter, biasa... jadwal kontrol!" jelas Cindy.
Sejenak Koyas putar otak, mikir sana-sini.
"Ini sebenarnya kesempatan aku nostalgia dengan Cindy. Tapi kalau ketahuan Sari bagaimana... bahaya nih!" pikir Koyas.
"Bagaimana mas, kok nggak dijawab?" tanya Cindy kemudian.
"Sori, lagi ada orang kantor ngajak bicara!" alasan Koyas lewat pesan tertulisnya.
Koyas bingung, akhirnya dia putuskan ke warung dekat kantor untuk memesan kopi.
Tiga pesan masuk berikutnya, Koyas hanya membacanya tanpa membalas. Koyas masih berat untuk menjawab YA, karena merasa takut ketahuan istri.
Tak terasa waktu sudah mendekati sore. Lalu:
"Sebentar lagi sudah bubaran kantor. Berarti sedikit waktu lagi pak Boss panggil, dan pulang!" gumam Koyas.
"Bu, ini uang kopinya!" kata Koyas pada pemilik warung.
"Kok nggak makan mas?" tanya si penjual.
"Nanggung bu, sebentar lagi juga mau pulang nih!" balas Koyas.
Sebelum keluar warung, Koyas sempatkan berkirim pesan buat Cindy, tulisnya:
"Maaf Cindy, baru balas. Orang kantor ini tadi ngobrolnya panjang. Kita lanjut besuk ya, ini aku sudah dipanggil si Boss!"
Koyas kagèt bercampur deg-degan saat melihat pesan balasan dari Cindy yang tertulis:
"Iya mas, saya mengerti. Sampai besuk ya ... love you!"
Setelah membaca pesan tersebut, Koyas bagaikan orang terhypnotis, senyum-senyum dan bergumam mulutnya berandai-andai.
Dan saat itu juga...
"Kriiing, kriiing!" juragan menelpon.
"Saya pak!" Koyas angkat telpon.
"Kamu di mana?" tanya pak Boss.
"Sudah standby di depan kantor Boss!" jawab Koyas.
"Okey, siapkan mobilnya, saya pulang sekarang!" ujar pak Boss.
"Baik Boss!" jawab Koyas.
Beberapa saat kemudian Koyas mengantar Boss'nya pulang. Setelah itu dengan motornya yang diparkir di rumah juragan, dia balik ke kantor untuk jemput sang istri, dan lanjut pulang.
Malam itu Koyas seperti sulit tidur.
"Mas, kok belum tidur juga? Ada apa?" tanya Sari saat melihat Koyas di sampingnya yang masih membuka mata.
"Entahlah, mataku masih segar aja nih!" jawab Koyas.
"Atau masih lapar? Mau aku bikinkan makanan?" tanya Sari.
"Nggak lapar juga kok. Mungkin karena aku tadi minum kopi terus-terusan!" alasan Koyas.
"Ya udah diam anteng ya, sebentar lagi pasti tertidur kok!" ungkap Sari seraya memeluk suaminya, sambil kakinya merangkul juga ke atas kaki Koyas.
Koyas yang berangan-angan cari cara untuk bertemu Cindy dengan aman, kini merasa dijepit otaknya, sehingga sulit untuk berimajinasi lagi. Akhirnya diapun menurut istri demi aman.
*Satu Minggu berikutnya, dengan hari yang sama...
"Kriiing, kriiing!" Hp Koyas berbunyi pagi-pagi sekali.
"Tumben nih Hp bunyi pagi begini!" kata Koyas yang sedang menikmati kopi pagi bersama bapaknya.
"Selamat pagi pak. Tumbèn nih pagi-pagi begini?!" tanya Koyas.
"Tolong sampaikan istrimu, minta dia pagi ini bikin Laporan Pembukuan Barang Keluar, yang pesanan dari kota MA ya?! Karena orangnya minta nanti sore sudah dikirim bukti laporan itu!" jelas si Boss.
"Kamu jemput saya agak siangan aja ya, kepalaku agak pening. Ini habis sarapan mau minum obat terus tidur sebentar, agar nanti lebih enakan!" sambung pak Boss.
"Baik pak, saya sampaikan!" jawab Koyas.
Wajah Koyas kelihatan ceria setelah menutup telephone itu. Lalu:
"Kok seger wajahmu?! Terima telpon kok seperti dapat bonus gajian aja, hehehe!" celetuk pak Sendy.
"Ini tadi juragan minta tolong Sari suruh kerjakan laporan barang orang MA. Terus saya diminta jemput psk Boss agak siangan. Segerrr kan pak, hehehe?!" ungkap Koyas sambil tertawa.
Mendengar Koyas dan bapaknya tertawa ceria, Sari yang barusan selesaikan tugas dapur, ikutan ke teras. Koyas pun kemudian sampaikan pesan si Boss untuknya.
"Bagus juga tu, sekali-sekali mas Koyas temani bapak setelah nge-drop saya, hehehe!" canda Sari.
"Tapi aku rencana temui teman lama, mumpung ada waktu walau sebentar!" sahut Koyas.
Beberapa menit berikutnya, Sari tampak sudah siap berangkat ngantor.
"Aku sudah siap mas!" kata Sari.
"Yuuk, aku antar dulu!" ucap Koyas.
"Pak, Sari berangkat dulu ya!" Sari berpamitan pak Sendy.
"Pak, nanti setelah antar Sari, saya mau ketemuan dengan teman, terus lanjut jemput pak Boss!" ungkap Koyas.
"Iya. Hati-hati, kontrol waktumu, jangan sampai terlambat jemput juraganmu. Hindari masalah sebisa mungkin!" pesan pak Sendy.
"Iya pak, terima kasih! Berangkat dulu ya pak!" Koyas berpamitan.
Seperti biasanya setelah Koyas dan Sari berangkat, pak Koyas ke halaman lihat-lihat tanaman sekalian bersih-bersih. Karena di sana ada jenis tanaman yang menjadi tanaman kesukaan istrinya.
Saat itu, di tempat berbeda, Koyas yang barusan selesai ngedrop istri, langsung merapat di salah satu pohon besar di luar kantor. Sesaat kemudian:
"Semoga dia tidak sedang bersama pakdhenya!" pikir Koyas tentang Cindy.
Sementara itu di rumah pak Irawan.
"Thuuut, thuut, thuuut!" Hp Cindy berdengung.
"Cindy, Hp'mu bunyi tu!" seru pak Irawan.
"Ya pakdhé, pesan masuk tu!" Cindy sedang baca buku di samping Hp'nya yang sedang di'Charge.
"Hah, mas Koyas?!" kata Cindy dalam hati Saat buka pesan.
"Kok cuma tanda tanya?" pikir Cindy melihat pesan dari Koyas.
"Aku sekarang ada waktu kosong 2 jam, bisa ketemuan apa nggak?" tulis Koyas pada Cindy.
"Mau banget mas, aku kangen!" balas Cindy.
"Bagaimana kamu diijinkan pakdhe'mu keluar sendiri dalam keadaan perut buncit begitu?" tulis Koyas.
"Gampang mas, kayak belum kenal Cindy aja mas ini, heheee!" tulis Cindy ketawa.
"Mas tunggu sampai aku kabari jemput di mana, begitu!" sambung tulisan Cindy.
"Okey!" jawab Koyas singkat.
Koyas tetap di bawah pohon besar di luar kantor, diambilnya sebatang rokok, duduk bersantai menunggu berita dari Cindy.
Saat rokok kedua hendak dinyalakan, Hp berdengung, ada satu pesan masuk dari Cindy.
"Mas, jemput aku sekarang di apotik dekat gapura gang nya pakdhé!" pesan Cindy.
Koyas sejenak berpikir:
"Gila anak ini, dekat amat dengan rumah pak Irawan? Bagaimana kalau sampai ada yang lihat dan cerita pada pakdhé?!" Koyas jadi was-was.
Lalu pikir Koyas berikutnya:
"Aku nanti harus teliti sekitar apotik sebelum aku dekati Cindy!"
Setelah selesai atur strategi, dia starter motornya seraya lemparkan batan rokok yang masih di tangannya.
Beberapa saat kemudian Koyas berhenti di pinggir jalan seberang apotik. Namun dia terkejut, saat tiba-tiba dari arah sampingnya:
"Kok bawa motor mas?" tanya Cindy.
"Kok kamu di sini?" tanya Koyas balik.
"Supaya mas nggak usah nyebrang ke sana, heheee!" jelas Cindy.
Hanya beberapa detik saja mereka bincang-bincang, langsung berboncengan, dan Koyas tancap gas'nya menuju pinggiran kota.
Dekat sekitar pinggiran kota terdapat danau buatan, dan ada beberapa cafe serta warung makan sederhana juga banyak, karena tempat itu memang dibuka untuk wisata juga.
Koyas berhenti dan masuk di salah satu cafe. Mereka pesan minum dan snack untuk berdua.
Mereka tampak luwes dan cuèk dengan orang sekitarnya, karena orang lain menyangka bahwa mereka adalah suami istri. Apalagi Cindy kala itu tampak buncit perutnya.
"Mas, sebenarnya kalau kita pergi dan menginap... kan tidak ada orang yang mau usil to?! Mereka lihat aku sedang hamil, pasti disangkanya kita suami istri!" celetuk Cindy.
"Memang kita ini suami istri kan?! Hehehee!" balas Koyas.
"Eehmmm!" Cindy mencium pipi Koyas.
"Lho?" Koyas kagèt.
"Lagi? ... ehmm!" Cindy mencium lagi pipi Koyas.
"Aku sangat kangen lho sama mas!" ujar Cindy.
"Kamu ini ngomong apa? Kamu lupa kalau aku sudah nikah sama Sari, dan dia saudaramu juga!" tegas Koyas.
Cindy tidak komentar, namun langsung memeluk tubuh Koyas erat-erat.
Walau hanya beberapa detik saja Koyas didekap Cindy, namun kehangatan tubuh Cindy terasa mengalir juga ke seluruhl tubuh Koyas.
"Andai saja hari ini aku jadwal libur kerja, aku pasti melengkapi perasaanmu!" kata Koyas dalam hati.
Bagaikan orang sakti yang mampu mendengar suara batin, tiba-tiba Cindy berkata:
"Memang istrimu sebenarnya itu Sari kok mas, tapi hatimu masih inginkan Cindy kan?!"
Koyas mendadak merasa gemeteran , keringatan sebesar biji jagung, serta katanya:
"Tapi aku belum lama kemarin barusan nikahi kamu juga kan? Hahaaa.... masih belum cukup?!" Koyas ketawa.
"Nikah sih sudah... tapi kan belum diapa-apain?!" Cindy melirik manja.
"Ehmm, diapain yaa..?! Kugaruk aja yuuk, lehermu tadi digigit semut kan?! Hehehee!" canda Koyas.
"Sudah gak gatal lagi, karena semutnya pindah turun mas!" Cindy sandar pada dada Koyas.
"Oow, pantesan bawahnya buncit! Segedhe apaan tu semut bisa bikin kamu bengkak segitu, hehehe!" canda Koyas lagi.
"Masalah!" Cindy mencubit lengan Koyas.
Dalam pada itu, tiba-tiba:
"Thung, thing, thung, thing....!" suara alarm di Hp Koyas.
"Sebentar lagi saya harus jemput si Boss di rumahnya!" kata Koyas.
"Aah, baru saja begini sudah ngajak pulang!" gerutu Cindy.
"Lain kali aja kalau pas jadwal libur, kita bisa nongkrong lebih lama!" ujar Koyas.
Beberapa saat kemudian mereka pergi meninggalkan lokasi itu. Setelah Koyas ngantar Cindy pulang, langsung cepat menuju rumah pak Boss.
● Apakah yang terjadi bila antara Koyas dan Cindy punya peluang berdua lebih dari 2 jam?
● Ikuti kisahnya pada Bab : "Ketika Istriku ada Tugas Kantor 3 Hari Di Luar Kota"