Suatu hari sekitar pukul 11:00, Koyas mendapat panggilan dari juragan lewat selulernya. Karena saat itu Koyas sedang berada di persembunyian bersama Cindy, dia terburu-buru untuk memenuhi panggilan itu.
"Mau ke mana nih si Boss, tidak biasanya butuh sopir jam-jam segini!" Koyas ngomel sambil tangannya sibuk mengenakan pakaiannya.
Selesai ngantar Cindy, langsung meluncur ke kantor. Dan di kantor dilihatnya pak Boss dan Sari sudah berdiri menunggu di depan pintu kantor.
"Tumbèn agak lama panggil kamu?" tanya pak Boss.
"Maaf pak, tadi perut terasa mual, saya buang hajat di toilet rumah. Tapi setelah itu agak lemas, jadi saya bermaksud rebahan sebentar, eeh... Hp berdering!" jelas Koyas.
"Ya udah. Yuuk antar ke jalan Protokol, saya janji pertemuan dengan customer di sana!" jelas pak Boss.
"Sari ikut juga?" Koyas sambil nunjuk Sari.
"Iya, istrimu sekalian saya minta presentasi di sana!" jawab pak Boss.
Mobil yang membawa Boss dan Sari, dengan Koyas sebagai drivernya, telah meluncur ke tujuan. Dan di perjalanan:
"Kenapa bapak tidak cerita kalau mas Koyas pulang, saat aku tanya makan siang buat bapak?! Rambut juga awut-awutan gak keruhan dan bau bedak! Sejak kapan pakai bedak?! Pikiranku kok anèh ya?!" pikir Sari dalam hati.
"Mungkinkah mas Koyas baru'san ketemuan dengan Cindy?! Karena aku mengerti antara mereka sering ketemuan. Rupanya mereka gak sadar aku sering mengawasi!" lanjut pikir Sari.
Sari berusaha konsentrasi lagi JOB, karena sesaat lagi dia harus presentasi di depan customer perusahaan.
Hari itu Sari pulang lebih lambat, ada lembur karena harus membukuan evaluasi presentasi hari itu.
Saat hari sudah hampir gelap, Sari dan Koyas baru sampèk di rumahnya.
"Kok kalian baru pulang jam segini... ada lembúran?!" tanya pak Sendy.
"Iya pak, Sari harus langsung membukukan hasil presentasi tadi. Kalau saya kan otomatis ikutan sampèk petang, hehee!" Koyas menjelaskan.
"Ooh begitu!" kata pak Sendy.
Lalu Koyas dan pak Sendy ngobrol santai, sementara itu Sari ke kamar mandi.
"Kriiing, kriiing!" Happy di kamar berdering.
Setelah berdering hingga 2x, Koyas memastikan bahwa Sari lagi mandi, karena telpon'nya tidak diangkat.
Koyas coba cek Hp di kamar. Bertepatan saat Koyas masuk kamar, Hp berbunyi tanda ada pesan masuk. Dia terkejut melihat pada tampilan Hp, nama kontak pengirim pesan tertera _Si Ganteng_
"Siapakah si Ganteng itu?" pikir Koyas.
Koyas bertekad cermati foto profil pengirim. Lalu:
"Aku gak kenal dan gak pernah lihat orang ini. Sebaiknya aku segera foto dan catat Nomornya, sebelum istriku keluar kamar mandi!" kata Koyas dalam hati.
Setelah itu Koyas buru-buru kembali keluar. Kemudian:
"Orang kantor atau temannya?!" tanya pak Sendy.
"Saya nggak lihat pak, saya masuk Hp sudah mati!" Koyas tidak mengaku, khawatir bapaknya ikut mikir dan sedih.
Beberapa menit tidak ada dialog di situ. Pak Sendy lanjut baca sebuah buku, sedangkan Koyas duduk setengah tidur di kursi panjang, sambil sesekali cek Hp.
Koyas berusaha untuk tenang dan tidak buru-buru panas hati melihat kenyataan ini. Kini dia berpikir bagaimana supaya rumah tetap harmoni.
Dia juga mengambil pelajaran dari kejadian baru'san, lalu pikirnya:
"Aku harus matikan Hp bila aku mandi!"
Di sisi lain, ada hal yang Koyas tidak sadari, bahwa Sari sudah mencium beberapa kali gelagat Koyas yang mengidentifikasi adanya perempuan selain Sari.
Akan tetapi, walaupun begitu Sari tidak bernyali cukup untuk menuduh Koyas telah berselingkuh, karena menyadari bahwa dia juga lakukan hal yang sama ketika di kota MA.
Suatu hari Koyas sedang bersantai di warung dekat kantor, saat itu ada juga bersamanya beberapa karyawan yang sedang makan siang.
Kebetulan salah satu di antara mereka juga ikut pada acara Pameran di kota MA, panggilannya Bia. Lalu Koyas mengajak Bia ngobrol berdua, dan iseng-iseng coba mengorèk cerita tentang Sari selama di sana.
"Saya dengar ada isu kalau istriku sempat bersikap aneh dan tidak biasa dia melakukannya. Apakah kamu juga melihatnya hal itu?" tanya Koyas.
"Iya mas, saya sempat lihat juga. Saya ingat betul saat itu adalah di hari pertama!" jawab Bia.
"Hal apa yang kamu masih ingat?" tanya Koyas.
"Seorang pengunjung pameran masuk stand kita. Di dalam, orang tersebut langsung dekati meja mbak Sari. Awalnya mbak Sari tampak biasa, seperti terhadap pengunjung yang lain. Namun hanya dalam beberapa detik saja, mendadak mbak Sari seolah sahabat orang itu, baik gaya bicara, senyumnya, maupun saat tangannya memegang lengan orang itu!" cerita Bia.
"Lalu apa lagi?" Koyas lanjut bertanya.
"Kalau nggak salah orang itu tawarkan makan malam bersama. Anehnya, mbak Sari tertawa-tawa, dan tanpa bertanya apapun, langsung terima tawaran itu!" lanjut Bia.
"Ada lagi yang Bisa tau?" tanya Koyas.
"Tapi mas Koyas jangan marah lho ya?!" Bis memohon.
"Enggak, ini saya sekedar ingin memastikan kebenarannya isu itu sejauh mana, itu aja. Jadi, gak masalah, ceritakan saja!" jelas Koyas.
"Saat stand sudah tutup, kami semua pulang ke mess. Tetapi mbak Sari keluar berdua sama orang itu tadi. Kalau yang saya dengar saat mereka di dalam stand pameran, ya... katanya sih makan malam!" ucap Bia.
Jam 13:00 orang-orang pekerja kembali lagi bekerja, termasuk karyawan yang baru'san ngobrol dengan Koyas.
Koyas kembali sendirian di warung saat semua karyawan kembali masuk.
Hingga suatu sore saat santai di rumahnya, Koyas ingin ngobrol dengan Sari.
"Sari, saya ingin tanya sesuatu!" kata Koyas.
"Tanya apa ya mas?" ucap Sari.
"Aku pernah lihat seseorang misscalled kamu, namun saya gak kenal orang itu. Nomor kontaknya ini!" Koyas sambil menunjukkan angka 10 digit.
"Ooh, itu teman lama mas!" jawab Sari.
"Boleh tau namanya?" tanya Koyas.
"Hehehee .. masa penting sih mas? Teman saya kan banyak juga yang belum mas kenali, misal teman saat SD atau SMP!" ungkap Sari sambil tertawa.
"Memang banyak yang belum saya kenal. Tapi yang saya tanyakan ini kan cuma satu, ya itu tadi!" tegas Koyas.
"Aah udah, udah... paling hanya buat ribut saja!" Sari membalikkan badan dan pergi masuk ke kamar.
Koyas mengikuti, dan di dalam kamar:
"Sari, aku suamimu lho! Kenapa aku tanya baik-baik, namun kamu bersikap seperti ini?!" Koyas agak tinggi aksennya.
"Aku kan sudah bilang, udah. Paling-paling hanya buat ribut!" Sari tengkurap sambil menangis.
Koyas diam dan otak berputar kenceng.
"Aah, jangan-jangan isu di luar sana adalah benar!" kata Koyas dalam hati.
"Baiklah, yang jelas hasil cek malam ini mendekati kata YA. Gak perlu aku ribut-ribut dengan istriku, anggap saja ini pembalasan bagiku!" pikir Koyas lagi.
Kemudian Koyas memutuskan untuk diam, menghindari cek-cok. Namun Koyas penasaran untuk tau lelaki tersebut.
"Aku harus menemukan jawabnya, siapa lelaki itu!" gumam Koyas penasaran.
Sari mendengar gumam Koyas itu, lalu katanya:
"Mas ini ngomong apa sih?! Gak penting mas cari dia!" kata Sari sambil menangis.
Koyas diam dan kembali ke luar, duduk di teras sambil nyalahkan rokoknya. Sementara itu tangisan Sari makin menjadi.
Tak terasa seberapa lama duduk, yang Koyas tahu pandangan di depan sudah mulai gelap.
Pelan-pelan tangan Koyas merasa hendak mengambil Hp'nya. Lslu:
"Aah, masih jam 19:00, ini belum terlalu malam untuk Cindy!" Koyas lihat jam di Hp.
"Thing, thung!" Koyas berkirim pesan pada Cindy.
"Mas, tumbèn nih? Biasanya jam segini belum aman?!" balas Cindy.
"Aman kok. Tuan putri masuk kamar. Lagi marah setelah aku tanya tentang lelaki di pameran lalu itu!" tulis Koyas.
"Lho, kok marah?!" tulis Cindy.
"Saya akan lihat perkembangannya. Kalau terus marah, itu berarti hatinya sudah di sana!" tegas Koyas.
"Lslu bagaimana mas?"
"Aku mau cari keberadaan orang itu, dan saya urus!" tegas Koyas lagi.
"Berarti mas Koyas masih berat ke mbak Sari!" kata Cindy dalam hati.
Saat itu Koyas lanjut Chatting dengan Cindy hingga hampir jam 12 malam. Koyas curhat habis-habisan.
Di tengah-tengah asyiik Chatting, pak Sendy keluar kamar, dan berniat nongkrong di teras. Dan ketika melihat Koyas di situ, lalu kata bapak:
"Lho, bukannya kamu tadi di kamar sama istrimu?!" tanya pak Sendy.
"Tadi pak. Sebentar terus keluar ke sini!" jawab Koyas.
"Sepertinya kamu ada masalah ya, kok aku dengar Sari menangis?!" kata pak Sendy.
"Mbok jangan terus-terusan bikin istrimu menangis lah, kasihan. Dia kan lagi hamil?!" lanjut pak Sendy.
"Masalah yang sekarang agak serius pak!" kata Koyas.
Selanjutnya Koyas berterus terang pada pak Sendy bahwa dia mencurigai ada lelaki lain yang sedang berhubungan dengan istrinya.
"Aah, kamu jangan buru-buru pastikan begitu lho!" tegas pak Sendy.
"Sudah menyebar di luar pak beritanya. Terutama kalangan karyawan yang ikut tugas di pameran. Kemudian diperkuat saya pergoki ada beberapa Chatting dan misscalled dari lelaki itu!" cerita Koyas.
"Dan lebih fatal lagi, ternyata saat pameran lalu itu, Sari sempat dibawa nginap di luar mess karyawan!" jelas Koyas.
"Lalu bagaimana rencanamu masalah ini?" tanya pak Sendy.
"Saya akan minta ijin libur kerja, dan akan saya temui lelaki itu!" ujar Koyas.
"Aah, kamu nanti malah ribut di sana?!" kata pak Sendy.
"Apa gak coba dulu cari bukti lebih lagi?!" tanya pak Sendy.
"Jangan khawatir pak, saya gak mungkin terus main ribut-ribut begitu. Saya akan cari lokasinya, kemudian cari info tentang orang itu!" jelas Koyas.
Setelah bincang-bincang dengan bapaknya, malam itu mendapatkan keputusan bahwa Koyas tetap akan pamit juragan untuk libur 2 hari, demi mencari lelaki yang menggauli Sari.
Sehari setelahnya, Koyas diijinkan Boss'nya untuk libur. Lalu Koyas pergi menuju kota MA, dengan berbekal beberapa data lelaki yang dicarinya.
Sesampai di kota MA, Koyas mencari rumah pak Hendri bapaknya Cindy. Namun saat tiba di rumah pak Hendri...
"Lho, kok Oom Gandy di sini?!" tanya Koyas terkejut.
"Hehee... rumahku hanya 4 rumah sebelah sana itu!" pak Gandy menunjuk sisi kanan rumah pak Hendri.
"Silahkan masuk, saya bikin minum dulu ya!" sambung pak Gandy.
Ketika Koyas dan Oom Gandy ngobrol, Koyas terkejut karena ternyata Oom Gandy sudah mengerti bahwa Koyas akan datang ke situ.
"Bagaimana Oom bisa tau saya akan ke sini?" tanya Koyas.
"Cindy baru'san telpon, dan dia yang katakan. Hehehe, heran?!" Oom Gandy tertawa.
"Mm...!" Koyas manggut-manggut.
"Lantas Oom Hendri ke mana ini, kok gak kelihatan?" lanjut Koyas.
"Kebetulan ada acara keluar kota bersama istrinya. Mangkanya dia minta saya tunggu kamu di sini!" jelas Oom Gandy.
"Kamu tampak serius, kok sepertinya ada urusan penting nih?" ungkap Oom Gandy.
"Sangat serius nih Oom!" kata Koyas.
Kemudian Koyas menceritakan tujuannya ke sana. Selanjutnya, dengan serius bercerita tentang pelecehan sexual terhadap Sari.
Oom Gandy pun menjadi geram, mengingat Sari adalah anak dari kakaknya.
"Baiklah, kamu bersantai sejenak karena baru datang. Nanti kita jalan bareng mencari iblis satu itu?" ujar Oom Gandy.
Setelah satu setengah jam berikutnya, Koyas dan Oom Gandy bersiap-siap untuk mencari orang yang selingkuhi Sari itu.
Karena Oom Gandy sudah kenal dan tau orang itu, sehingga tidak menyulitkan untuk menemukannya.
Saat bertemu dengan orang itu, Koyas bermaksud menjelaskan, namun orang itu menyangkal dan kemudian terjadi cek-cok.
Beruntung ada Oom Gandy, sehingga cek-cok tidak sampai berlarut-larut.
"Gandy, kamu jangan ikut campur urusanku dengan anak ini!" bentak orang itu.
"Hha? Kamu melarangku ikut campur? Kamu kira dengan siapa kamu nginap waktu itu?" balas Oom Gandy.
"Diam kamu, ini masalahku!" bentak orang itu lagi.
"Plaak!" Koyas menampar pipi orang itu.
"Aku suami perempuan itu!" bentak Koyas.
"Perempuan itu adalah anak kakakku!Kini masalahmu juga dengan aku!" bentak Oom Gandy.
Koyas dan Oom Gandy kemudian meringkusnya, serta merta menggiring orang itu ke kantor Polisi.
Setelah Koyas dan Oom Gandy menyerahkan orang itu pada polisi, lalu polisi pun ambil alih untuk urusan ini.
"Baik, mohon bapak bersedia apabila sewaktu-waktu kami panggil ke kantor untuk keperluan proses kasus orang ini!" kata seorang petugas pada Oom Gandy.
"Siap pak!" jawab Oom Gandy.
Setelah itu Koyas dan Oom Gandy kembali pulang.
● Bagaimana kisah Koyas dengan Sari setelah ini? Bagaimana juga hubungannya dengan Cindy?
■ Ikuti jejak kisah berikutnya pada Bab : "Bapaknya selingkuhanku membalaskan dendamku"