Seperti hari-hari biasanya, setelah Koyas jemput dan antar pak Boss, lanjut nongkrong dan ngopi di warung dekat kantor.
Pagi itu sementara Sari di kantor, Cindy di rumah ngurus Prayitno bersama pak Sendy.
Setelah bersih dan selesai sarapan, Prayitno mengajak bermain di rerumputan halaman rumah. Dalam pada itu, Hp yang di saku Cindy berbunyi, lalu...
"Mas Koyas... ada kabar apa nih?" kata Cindy dalam hati seraya buka pesan.
"Hai, sudah mandi apa belum?" tulis pesan Koyas.
"Tumben perhatian nih, tanya mandi lagi, heheee!" balas pesan Cindy.
"Emangnya mau diajak ke mana kalau saya sudah mandi?" lanjut pesan Cindy.
"Heheee.... cuma nanya aja kok!" tulis Koyas.
"Jangan-jangaaa...aan?!" Cindy terputus pesannya.
"Jangan-jangan apa nih kok berhenti?!" tulis Koyas.
"Ini mas, Prayitno barusan panggil. Pas saya nengok, kepencèt kirim. Begitu!" balas Cindy.
"Jangan-jangan mas Koyas lagi ngopi?!" tulis Cindy.
"Hehehe, tepat sekali. Emang bau kopinya nyampèk sana?!" tulis Koyas.
"Hehehe, maksud aku jangan-jangan lagi ngopi sendirian... kesepian!" tulis Cindy.
Dan...
"Waduuuh, kenapa aku tulis begitu? Sudah kekirim lagi. Bagaimana kalau dia marah, kirain saya nggoda mas Koyas lagi!" kata Cindy dalam hati.
"Sepertinya jodoh nih, heheee!" tulis Koyas.
"Kok jodoh?!" balas Cindy.
"Tepat, aku memang lagi kesepian!" tulis Koyas.
"Eeh, kalau Prayitno sudah ngantuk, cepat-cepat ditidurkan aja, aku pingin telpon kamu. Kurang afdol kalau ketik-ketik terus!" tulis Koyas lagi.
"Ada hal penting nih sepertinya!" tulis Cindy.
"Baiklah. Ini Prayitno sudah anteng, sepertinya sudah mendekati ngantuk!" tulis Cindy lagi.
"Udahan dulu ya?! Nanti saya tunggu kabar kalau siap telpon nya!" tulis Koyas.
Tak lama setelah itu...
"Mbaa...ak!" Prayitno memanggil.
"Ada apa?" tanya Cindy.
"Sini!" kata Prayitno.
Begitu Cindy mendekat, Prayitno langsung mendekapkan kedua tangan ke pinggul Cindy.
"Ngantuk ya?" tanya Cindy.
"Hhm!" Prayitno mengangguk.
Cindy masuk dengan menggendong Prayitno. Sesampainya di dalam, Prayitno langsung tidur. Dan hanya sebentar saja dia tampak terlelap.
Cindy ambil Hp'nya dan Chatting Koyas.
"Mas, Prayitno sudah tidur!" tulis pesan Cindy.
Sebentar kemudian Koyas menelpon Cindy.
"Hallo, bagaimana mas?" Cindy terima telpon Koyas.
"Beberapa hari terakhir ini, Sari kembali seperti waktu lalu itu!" kata Koyas.
"Seperti waktu lalu yang bagaimana itu mas?" tanya Cindy.
"Dia kembali meminta agar aku meminangmu!" kata Koyas.
Sontak bulu kuduk Cindy berdiri, terasa merinding seluruh tangannya. Sejenak Cindy terdiam, pikiran melayang kemana-mana. Tiba-tiba...
"Oey, halo, halloo!" Koyas memanggil.
"Emm, iya mas!" sahut Cindy.
"Kok malah diam to?!" tanya Koyas.
"Hehehe, maaf. Sedikit kaget aja!" kata Cindy.
"Lantas, apa rencana mas Koyas?" tanya Cindy.
"Gak ada rencana khusus. Ini cuma kasih kabar kamu aja, supaya kamu siap sebelumnya. Karena nanti bila senggang waktu, kamu tak ajak ngobrol bertiga sama Sari!" ungkap Koyas.
"Aku jadi kasihan sama mbak Sari!" ucap Cindy.
"Ya udah, begitu dulu ya. Aku sebentar lagi ngantar juragan nih!" ucap Koyas.
"Ya mas!" balas Cindy.
Sore hari sepulang dari kantor, Koyas dan Sari di depan teras...
"Bagaimana kerja hari ini?' tanya Koyas.
"Lumayan capèk mas, agak banyak pembukuan sisa kerjaan kemarin!" jawab Sari.
"Kita ajak ngobrol Cindy setelah ini, bagaimana?" Sari agak berbisik.
"Boleh!" jawab Koyas.
"Nanti setelah selesai mandi semua, makan, baru ngobrol santai di sini. Nanti Prayitno biar sama bapak!" kata Koyas kemudian.
"Baik!" sahut Sari.
Saat gelap sudah tiba, sementara Prayitno nonton TV bersama pak Sendy, Koyas ngobrol bertiga di ruang depan.
"Jadi, ini begini Cindy!" Koyas membuka obrolan.
Koyas lanjutkan dengan masalah keluhan Sari. Dan setelah menjelaskan panjang lebar, dilanjut oleh Sari:
"Cindy, mengingat kamu dan mas Koyas sudah pernah lakukan akad nikah, walaupun dulu itu untuk keluarga bohongan, tapi kan tetap diterbitkan Surat Nikahnya!" ungkap Sari.
"Iya mbak. Terus bagaimana rencananya?" tanya Cindy.
Kemudian Koyas menjelaskan:
"Acara tersebut, tau nya orang lain dan Catatan Sipil, kamu dan saya sampai sekarang kan suami istri! Namun keluarga kita menyimpan rahasia, bahwa pernikahan itu bukan untuk nikah beneran, melainkan hanya bertujuan menerbitkan Surat Nikah, demi memudahkan urusan bila Prayitno membutuhkan di kemudian hari!" ungkap Koyas.
"Jadi untuk rencana yang sekarang, nanti cukup keluarga saja yang meresmikan dan menyaksikan, dengan maksud kalau sewaktu-waktu kamu dan mas Koyas ketahuan hanya berdua, keluarga kita tidak akan merasa dibohongi dengan acara nikah yang sebelumnya, begitu!" ungkap Sari.
"Saya paham mbak!" sahut Cindy.
"Lalu, bagaimana denganmu?" tanya Koyas pada Cindy.
"Lho, kok aku! Ya mbak Sari dong yang mestinya ditanya!" sahut Cindy.
"Karena ini adalah permintaanku, dan aku sendiri yang memohon mas Koyas, maka tinggal nunggu jawaban Cindy... sanggup atau tidak!" ungkap Sari.
Cindy tampak terdiam, sesekali menatap Koyas, dan sesekali menatap Sari juga. Cindy merasa deg-degan karena senang, namun bibirnya berat berkata-kata, karena merasa iba juga segan terhadap Sari.
Beberapa saat kemudian...
"Karena mbak Sari sendiri yang telah memintanya, dan juga atas ijin mas Koyas sebagai kepala rumah tangga, saya menyanggupinya mbak!" ucap Cindy perlahan karena segan.
"Baiklah!" sahut Koyas.
"Terima kasih Cindy!" sahut Sari tersenyum.
Sari tampak tersenyum, namun disusul air mata yang menetes ke pipinya.
"Kenapa aku bersikap bodoh seperti ini? Kenapa justru aku sendiri yang menyerahkan suamiku ke perempuan lain? Kenapa, kenapa, kenapa aku ini?" kata Sari dalam hati, dia menyalahkan dirinya sendiri.
Koyas berdiri dan memeluk Sari, sambil bisiknya:
"Kamu jangan berlarut-larut dengan kesedihanmu seperti ini. Tidak baik juga buat kesehatanmu nanti!"
Tak lama setelah itu, mereka terpaksa mengakhiri obrolannya sampai di situ, ketika terdengar suara:
"Mamaa!" Prayitno memanggil.
Serentak dua wanita menoleh sambil menyahut hampir bersamaan:
"Ya sayang!" Cindy menyahut.
"Ya anakku!" Sari menyahut.
Cindy dan Sari saling pandang.... lalu tersenyum.
Sesaat kemudian terlihat Prayitno berlari mendekati. Sari mengulurkan kedua lengannya ke arah Prayitno, namun Prayitno berlari menghampiri Cindy yang hanya berpangku tangan.
Sari seketika tampak layu wajahnya, bersedih, namun dia juga makhlumi keadaan, lalu pikirnya dalam hati:
"Memang dialah ibumu yang sebenarnya nak!" Sari sambil memandang tingkah Prayitno.
Malam makin larut, kemudian mereka semua lanjut masuk kamar dan beristirahat.
Namun malam itu Sari sulit untuk cepat pulas. Lama sekali dia berbaring, namun pikiran masih berputar terus seolah enggan berhenti.
Koyas melihat dan segera memeluk istrinya itu, sambil bisiknya:
"Sudah, istirahat aja dulu, agar besuk pagi kerja dalam keadaan segar dan fit!"
Lalu... mereka berdua tertidur pulas.
Esok pagi, setelah Koyas selesai dengan tugas antar jemput nya, langsung ke warung kopi langganannya di dekat kantor.
Setelah kopi dipesan, segera dia menyibukkan diri dengan Hp'nya. Koyas
menghubungi kedua kakaknya dengan maksud konfirmasi hari yang tidak sibuk.
"Saran ku; hari Sabtu aja, pasti masing- bisa semua!" ujar Hanggar.
"Siap , usul langsung diterima!" balas Koyas.
Setelah menghubungi kedua kakaknya, Koyas lanjut ngantar pak Boss ke arah pinggiran kota untuk mencari bahan-bahan meuble.
Tiga hari kemudian, saat bertepatan hari Sabtu, semua keluarga kumpul di rumah pak Sendy untuk acara menikah ulang pasangan Koyas-Cindy.
Karena mereka berdua sudah memiliki Surat Nikah yang resmi, maka mereka tidak membutuhkan lagi oknum pihak pemerintah untuk mengesahkan.
Acara tersebut hanya disaksikan seluruh keluarga pak Irawan dan keluarga pak Sendy saja.
Selepas acara tersebut...
"Awas, yang adil bagi-baginya, hehee!" canda Hanggar.
"Plook... apaan sih!" Sari memukul lengan Hanggar.
"Hahahaa.. beres mas!" jawab Koyas tertawa.
Cindy tampak hanya senyum-senyum saja. Sedangkan pak Irawan tampak diam memperhatikan anak-anak bercanda sambil sesekali melirik ke arah Sari.
"Kasihan Sari!" kata pak Irawan dalam hati.
Malam harinya, melihat Koyas tiduran di ruang tamu...
"Mas, kok gak istirahat? Hati-hati bangun kesiangan... kalau gak salah pak Boss besuk ada acara pagi-pagi lho, awas kena marah!" Sari mengingatkan.
"Hahaa.... tidur di kamar mana jadwalnya?" canda Koyas.
"Pasti kebawa kata-kata mas Hanggar tadi sore ya?!" balas Sari.
Cindy yang sudah di kamar sejak tadi, mendengar dan langsung keluar, kalu katanya:
"Udaaah... mas tidur di kamar mbak Sari aja, penting kerjaan besuk aman. Benar tu kata mbak Sari. Selamat malam!" Cindy tersenyum dan masuk kamar lagi.
Saat di tempat tidur Sari sempat candai suaminya:
"Awas ya kalau gak adil?!" Sari menjepit hidung Koyas.
"Hehehee... rupanya kamu juga kebawa kata-kata mas Hanggar, xixixiii...!" balas Koyas.
"Kemarin minta-minta sendiri. Memohon pakai nangis-nangis segala, tapi sekarang kok ngomong begitu ya? Aku jadi bingung, apa sih yang dipikirnya?" pikir Koyas dalam hati.
Lalu bisik Koyas:
"Aku tetap mengutamakan kamu, aku masih mencintai kamu seperti dulu!"
"Apakah itu berarti aku dapat yang lebih banyak?!" bisik Sari sambil merangkulkan lengan ke dada Koyas.
"Tepat sekali, seperti katamu!" Koyas kecup Sari.
"Sudah terlambat istirahat, tidur dulu ya!" kata Koyas.
"Baik, Selamat tidur!" sahut Sari.
"Malam!" balas Koyas.
Semua sudah pulas beristirahat... malam yang sunyi telah tergambar di rumah pak Sendy.
*Tiga bulan kemudian...
"Mas, besuk pagi sebelum ke kantor, kita sempatkan ke dokter sebentar ya?!" pinta Sari saat di perjalanan berangkat ke kantor.
"Ada apa lagi? Terus siapa yang mau periksa?" tanya Koyas.
"Seharusnya saya saatnya menstruasi, tapi sudah satu Minggu ini tidak kunjung datang!" jelas Sari.
"Apakah ini tanda-tanda kamu dikaruniai seorang putra ya!?" ungkap Koyas.
Sore sepulang kerja, saat makan bareng seisi rumah pak Sendy, sambil terus makan Koyas nyeletuk:
" Malam ini kita semua mendoakan ya, semoga ini tanda Tuhan mengaruniakan apa yang selama ini diidam-idamkan bu Sari, heheheee!" Koyas lanjut menyendok nasinya.
"Kamu mengandung?!" tanya pak Sendy terperanjat seraya hentikan makannya.
"Hah, mbak Sari...!" kata Cindy terhenti.
"Rencana besuk pagi, sebelum ke kantor mau kontrol lebih dulu. Lihat saja hasil cek dokter!" Sari tersenyum.
Semua wajah di sekeliling meja makan tampak senyum gembira.
● Apakah hasil cek dokter? Bgmn pula bila Sari sedang mengandung?
● Ikuti serial lanjutannya pada Bab : "Ketika Seorang Ayah Membagi Kasih"