Hari-hari mendekati Sari melahirkan, Koyas tampak sangat sibuk untuk mencari penghasilan tambah dengan JOB diluar sebagai sopir pribadi pak Boss.
Sementara Cindy sebagai istri kedua, ternyata juga merasa sangat kasihan melihat Koyas suaminya yang terpontang panting dalam usahanya.
Oleh karenanya, pernah suatu sore saat nyantai di rumah...
"Mas, kalau aku ikut membantu cari uang bagaimana menurut mas Koyas?" tanya Cindy.
"Aku sebenarnya gak masalah. Tapi untuk saat ini sebaiknya jangan, karena aku menyayangkan bila badanmu nanti terlalu capèk!" kata Koyas.
"Lho, bukannya justru saat ini adalah waktu yang tepat untuk kerja mas!?" kata Cindy.
"Kenapa kamu bilang ini waktu yang tepat?" tanya Koyas balik.
"Sebentar lagi mbak Sari melahirkan, otomatis kerjanya juga akan cuti agak lama to! Nah, berarti masukan untuk keluarga mas Koyas juga berkurang!" ungkap Cindy.
"Dari segi masukan jelas berkurang. Sebaliknya dari segi kebutuhan, sudah kelihatan jelas... bertambah!
"Alasanmu benar, tapi coba bayangkan: Saat pagi sampai sore saya kerja, kamu kerja. Berarti sepanjang waktu itu di rumah ada Sari dan bayinya, Prayitno dan bapak. Apa gak kasihan bapak yang sudah tua harus ngurusi Prayitno?" ungkap Koyas.
"Bisa kita atur mas, sambil jalan nanti pasti dapatkan solusi. Karena kalau belum dijalani, kita selalu takut atau khawatir dengan bayangan kita terus!" ucap Cindy.
"Hhhfff, iya juga sih!" kata Koyas sambil menghela nafas.
"Jadi bagaimana? Setuju atau tidak?" tanya Cindy kemudian.
"Hhmm, baiklah saya ijinkan. Tapi jangan terlalu capèk, aku ingin lihat kamu tetap sehat!" kata Koyas.
"Lantas, kerja di mana rencanamu?" lanjut tanya Koyas.
"Ya kalau sekarang kan belum ada bayangan mas. Tapi setidaknya sudah dapat ijin dari suami terlebih dulu, kan begitu prosedurnya, hehee!" Cindy tertawa.
"Tapi kalau sudah dapat ijin boleh kerja, jangan nakal lho ya! Jangan menjadi Cindy yang dulu, dan buatlah suamimu tetap sayangi kamu!" ungkap Koyas.
"Siap pak Komandan, hehee!" Cindy tertawa.
"Ya udah, sekarang kita istirahat dulu yuuk, besok saya harus ngantar pak Boss pagi!" kata Koyas.
"Ini hari apa ya mas?" tanya Cindy.
"Kalau semua lupa hari, berarti aku tidur di ruang tamu nih!" kata Koyas.
"Hahahaa!" Cindy tertawa.
"Ya nggak lah kalau lupa mas. Sekarang tu jadwal mas Koyas di kamar Cindy!" ucap Cindy.
"Benarkah?" tanya Koyas.
"Aah, jangan khawatir salah mas. Kalau misalnya salah, biar besok jatah saya diberikan mbak Sari sebagai gantinya, hehee!" Cindy tertawa.
Malam makin larut. Tampak Koyas juga sebentar- sebentar terus menguap.
"Sepertinya mas Koyas sangat ngantuk ya!" kata Cindy.
"Iya, saya sangat ngantuk malam ini!" sahut Koyas.
Sementara yang lain sudah terlelap di kamar tidur bersama mimpi mereka, Koyas dan Cindy baru masuk kamar tidur.
Dan ketika Koyas dan Cindy baru masuk dan belum sempat tidur, terdengar Sari berteriak memanggil Koyas:
"Maa...as, aduh gak kuat aku mas!" Sari memanggil.
"Mas, suara mbak Sari kesakitan tu!" kata Cindy.
Koyas dan Cindy setengah berlari menuju kamar Sari.
"Sari, kenapa?" tanya Koyas saat masuk masuk kamar.
"Perutku sakit luar biasa ini mas, sepertinya aku mau melahirkan!" Sari mengerang kesakitan.
"Kita bawa ke Rumah Sakit aja mas, sepertinya benar mbak Sari mau melahirkan nih!" kata Cindy.
"Baiklah. Tolong kamu bantu siapin yang perlu dibawa, saya mau telpon mas Tegar untuk pinjam mobilnya!" kata Koyas.
"Iya mas!" kata Cindy.
Beberapa saat tampak pak Sendy muncul juga.
"Cindy, ada apa kok sibuk malam-malam begini? Sari udah mau melahirkan?!" tanya pak Sendy saat melihat Cindy di kamar Sari.
"Iya pak!" jawab Cindy.
Cindy dan Koyas, dengan dibantu pak Sendy tengah sibuk menyiapkan barang-barang yang perlu dibawa ke Rumah Sakit.
Setelah semuanya selesai disiapkan, Sari dengan kanan kirinya dipapah Koyas dan Cindy, berjalan keluar.
Dan tepat saat mereka sampai di teras, selang sebentar saja, terlihat mobil yang dikendarai Tegar datang memasuki halaman.
Sari dengan didampingi Cindy dan Koyas segera meluncur ke Rumah Sakit dengan mobil yang dikendarai Tegar kakak sulung Koyas.
Saat itu sudah pukul 23:00
Sari sudah mendapat penanganan seorang bidan. Sementara nunggu berita bidan yang menangani, semua bersama-sama menunggu di luar.
"Terima kasih mas telah diantar, maaf mengganggu istirahat nya!" ucap Koyas pada Tegar kakaknya.
"Iya, gak masalah. Saya tadi kagèt, karena dari sore sudah tidur, kirain Sari sakit. Lantas Sufa bilang; *Udah mas cepat berangkat ke sana, mungkin Sari mau melahirkan!... Saya langsung teringat, bahwa Sari sudah hamil tua!" cerita Tegar.
Tengah mereka bincang-bincang, seorang bidan keluar menyampaikan berita:
"Pak Koyas!" panggil nya.
"Iya, saya bu. Bagaimana istri saya?!" sahut Koyas, lalu bertanya.
"Bersabar ya pak, sambil berdoa semoga lancar. Ini istri bapak sudah siap melahirkan, dan kondisi semuanya normal, baik ibunya maupun bayinya!" jelas bu bidan.
"Kriiing kriiing!" Hp Koyas berdering.
"Ya, halo pak!" Koyas terima telpon bapaknya.
"Bagaimana?" tanya pak Sendy.
"Barusan badannya sudah kasih kabar, bahwa semuanya kondisi normal kok pak. Ini tinggal nunggu proses kelahiran aja!" jelas Koyas.
"Syukurlah kalau begitu. Ya udah, kita berdoa saja untuk proses kelahiran anakmu!" kata pak Sendy.
Setelah selesai telpon, Tegar pamit pulang duluan.
"Koyas, saya pulang duluan ya? Ini mobil saya bawa ke rumah, aku tukar motor kamu. Biar kamu bawa dulu sampai urusan ini beres!" kata Tegar sambil pamitan pulang.
"Ya udah, makasih mas!" balas Koyas.
Berjam-jam Cindy dan Koyas menunggui Sari melahirkan. Karena gak tahan lagi kantuk, mereka bergantian tidur pada sebuah bangku panjang di ruang tunggu.
Saat memasuki pukul 04:00 pagi, Koyas merasa berat matanya dan ingin tidur barang sebentar, dia bangunkan Cindy.
"Emmm, bagaimana mas?!" Cindy terbangun agak kaget.
Bersamaan saat Cindy bangun, suara keluhan Sari didalam ruangan bidanpun juga berhenti, lalu berganti suara tangisan bayi:
"Oóèèk óèèk óèèk...!" suara bayi baru lahir.
"Mas, itu bayi mbak Sari!" Cindy langsung berdiri dan mendekati pintu ruang melahirkan.
Bersamaan mereka mendekati pintu, seorang bidan keluar dan memanggil:
"Pak Yerry! Anak bapak sudah lahir!" kata bu bidan pada seorang lelaki yang bersama ibunya, yang juga menunggu kelahiran anaknya.
Tidak lama setelah itu, baru saja Cindy dan Koyas kembali duduk, terdengar lagi tangisan bayi. Lalu kata Koyas pada Cindy:
"Makin kenceng aja tangisan bayi bapak itu ya?!"
"Lho, mas, itu....!" kata Cindy terhenti seraya nunjuk ke pintu.
Bu bidan berdiri di pintu, lalu...
"Bapak Koyas!" bu bidan memanggil Koyas.
Koyas dan Cindy kembali berdiri dan mendekati pintu.
"Anaknya sudah lahir pak. Ibunya masih butuh istirahat, dia sangat kecapaian!" kata bu bidan.
Seorang bayi mungil di dalam kotak , serta Sari yang lemas setelah berjuang melahirkan anaknya.
Minggu pertama setelah kelahiran putra Koyas yang pertama, tampak membawa perubahan besar pada Koyas.
Pada hari-hari sebelumnya; pagi jemput pak Boss dan lanjut antar ke kantor.
Setelah itu biasanya dia ngopi ke warung samping kantor, namun untuk kali ini dia langsung ke Perusahaan Craft Stone.
Di sana Koyas menggambar untuk membuat desain-desain baru setiap hari. Lalu sorenya dia pamit lebih awal, dan langsung jemput pak Boss di kantor dan lanjut ngantar pulang.
Setelah itu kembali lagi ke Perusahaan Craft Stone untuk melanjutkan membuat desain hingga pukul 17:00, kadang hingga petang pukul 18:00
Suatu hari di Perusahaan Craft Stone itu, sang pemilik yang adalah teman Koyas masa sekolah itu berkata:
"Saya berharap mulai besok kamu bisa lembur!" ujarnya pada Koyas.
"Emangnya dapat pesanan banyak?" tanya Koyas.
"Iya, kemarin ada customer dari Belanda datang kemari dan lihat-lihat. Dia tertarik dan suka produk kita. Dia ingin Galery yang baru dia dirikan itu diisi dengan produk kita ini!" jelas temannya itu.
Setelah terima pesanan dari Belanda, Perusahaan Craft Stone itu penuh dengan jan lembur setiap harinya. Sehingga Koyas pun sering pulang petang demi bisa dapatkan uang lebih.
*Setelah berjalan 1 bulan kemudian...
Akhir-akhir ini Koyas setiap pulang hanya duduk sebentar untuk makan malam, lalu lanjut merokok sebatang atau dua batang rokok, kemudian tidur.
Makhlum, dia selesai tugasnya sebagai sopir pribadi pak Boss, langsung lanjut kerja sebagai desainer pada perusahaan Craft Stone milik temannya.
"Tidak apa-apa aku capèk kerja, demi keluargaku tercukupi. Prayitno bukan anak kandungku, tapi aku sangat sayang dia sebagaimana anakku sendiri. Aku ingin dia juga bisa menikmati hasilku!" kata hati Koyas di tengah-tengah letihnya.
*Setelah berjalan 3 bulan kemudian...
Suatu hari Perusahaan Craft Stone tempat Koyas menjual hasil desain miliknya, mendapat masalah yang mengakibatkan produksi dihentikan sementara.
Koyas kembali pada kondisi semula, hanya mendapat hasil dari kerjanya sebagai sopir pribadi.
Pada saat yang sama, Sari yang sudah bekerja pada sebuah perusahaan asing, juga berhenti karena perusahaannya mengalami bangkrut.
Sementara itu kebutuhan keluarga Koyas makin bertambah banyak. Dan Sari yang merasa sebagai istri tertua, semakin berani protes pada suami, terutama saat keuangan Koyas tidak mampu menutupi kebutuhan rumah tangga.
"Kuatkan hati mas Koyas. Mbak Sari sekarang seperti itu dimaklumi saja. Saya yakin nanti ada jalan buat keluarga kita kok!" Cindy menghibur Koyas.
"Terima kasih telah membesarkan hatiku. Keberadaannya di antara kami sangat membantu, dan aku bangga dengan kamu!" Koyas mencium kening Cindy.
"Aku capèk banting tulang pagi hingga malam adalah karena aku mencintai keluargaku, hingga aku tidak peduli lagi istirahat ku, hhfff!" Koyas menghela nafas.
"Maaf kan saya belum berhasil dalam membantu, tapi saya akan berusaha lagi untuk bisa membantu suami. Aku sayang dan peduli istirahat suamiku!" ujar Cindy.
"Sekali lagi terima kasih!" ujar Koyas.
● Apakah langkah dan sikap Koyas terhadap keluarganya yang berlatar belakang tiga cinta?
● Untuk mengetahui jawabnya, ikuti kelanjutan ceritanya pada seri Bab : "Cinta Tidak Bisa Kau Sembunyikan"