Hari-hari yang dilalui Koyas bersama keluarganya tampak aman-aman saja serta rukun tiada masalah apapun. Itulah yang dinilai dan dikatakan tetangganya sampai saat ini.
Namun satu hal yang tidak diketahui tetangga adalah salah satu sifat Koyas yang tergolong pendiam tidak mau cerita tentang masalah pribadi nya, baik pribadi diri Koyas, terlebih pribadi keluarganya.
Hal ini diperkuat juga dengan sifat Koyas yang adalah pemalu serta suka mengalah.
Pada suatu hari Koyas merasa otaknya dijepit masalah yang cukup pelik dan memaksa harus putar otak untuk mencari jalan keluar. Koyas hanya berpikir sendiri sehingga tidak seorang pun yang mengetahui.
Kini kandungan Sari semakin bertambah besar. Koyas merasa sangat senang karena sebentar lagi punya anak yang dari darah dagingnya sendiri. Namun di sisi lain, Koyas juga puyeng, karena harus mencari masukan tambahan.
"Misalnya aku cari kerjaan sampingan, kira-kira apa ya? Sebaiknya besok setelah ngedrop pak Boss ke kantor, aku jalan-jalan cari JOB sampingan, yang sekiranya tidak mengganggu kerjaan yang sekarang!" Koyas melamun cari
Esok pagi, seperti biasa, sesudah ngantar Sari ke kantor, jemput pak Boss di rumahnya. Dan setelah ngedrop pak Boss di kantornya, Koyas berniat ke warung kopi samping kantor.
Saat ngopi di warung, sambilan dia Chatting beberapa teman untuk menanyakan JOB.
"Hallo, di mana aja nih, lama gak ada kabarnya?" tanya seorang teman Koyas.
"Sekarang kan menetap di sini lagi. Capai di rantau terus, pingin dekat bapak!" jelas Koyas.
"Bagaimana, sudah nikah apa belum?" tanya temannya.
"Sudah, belum lama juga kok!" jawab Koyas.
"Waah, kenapa gak ada Undangan kemari?" tanya temannya.
"Aah, itu cerita nanti aja. Sekarang ada yang lebih penting!" ucap Koyas.
"Apa itu?" tanya temannya.
"Aku lagi butuh kerjaan nih, ada nggak info lowongan?" tanya Koyas balik.
"Ada, tapi entah kamu bisa atau tidak ya?!" ungkap temannya.
"Atau lebih afdol lagi, kalau sekarang ada waktu luang, ke sini aja lihat langsung kerjaannya, sekalian kita reunian!" lanjut temannya.
Tak lama setelah itu Koyas langsung meluncur menuju tempat temannya.
Sesampai di sana temannya sudah menunggu di depan rumahnya.
"Halloo... mari, marii!" sambut temannya.
"Uhuiii, mobil baru nih, kawan satu ini udah jadi kaya rupanya , pantesan gak ada di kalangan kita lagi!" kata temannya.
"Aah, kaya apanya, ini tu mobil juraganku. Tadi habis ngantar, mobil saya bawa!" jelas Koyas.
"Berarti udah ada JOB dong! Ngapain tadi nanya lowongan segala?!" ujar temannya.
"Kebutuhan sedang banyak, masukan tidak mencukupi!" jelas Koyas.
"Memang di sini butuh tenaga, tapi apakah nanti kamu mampu?" temannya agak sinis menatap Koyas.
"Orang satu ini dari dulu ternyata belum berubah juga, masih suka merendahkan teman tanpa melihat!" kata Koyas dalam hati.
"Bagaimana kalau kamu coba satu kali, kalau gak cocok jangan dibayar!" ujar Koyas.
"Baiklah, kalau begitu, buatlah desain asbak dan meja. Kalau sudah tunjukkan desain'mu ke sini!" ungkap temannya.
Setelah itu...
"Maaf, aku pamitan dulu ya. Sebentar lagi aku mau ngantar pak Boss ketemu customer!" ungkap Koyas.
"Baiklah, saya tunggu gambarnya ya!" ucap temannya.
"Ya!" balas Koyas
Belum sampai Koyas starter mobilnya, Hp'nya berdering:
"Ya pak!" Koyas terima panggilan pak Boss.
"Kamu di mana? Ini saya keluar kok gak lihat kamu!" tanya pak Boss.
"Sedang menuju ke sana pak!" jawab Koyas.
"Ya udah, jangan mampir ya?!" kata pak Boss.
"Ya pak!" jawab Koyas.
Beberapa saat kemudian Koyas telah nyampèk kantor, tampak pak Boss sudah menunggu di depan gerbang, langsung lanjut menuju rumah customer.
Sekitar satu setengah jam obrolan pak Boss dengan customer'nya hari itu. Setelah itu balik ke kantor, namun di perjalanan mereka ke kantor tiba-tiba:
"Kita berhenti di cafe depan itu ya!" pak Boss minta berhenti.
"Kita cari kopi dulu. Aku butuh minum kopi nih!" lanjut pak Boss.
Ketika di cafe...
"Tadi istrimu bilang bahwa kamu akan ketemuan dengan teman untuk urusan JOB. Benarkah begitu?" tanya pak Boss.
"Benar pak!" jawab Koyas.
"Misal kamu dapatkan JOB itu, apakah itu artinya kamu akan putus hubungan kerja dengan saya?!" tegas pak Boss.
"Ya enggak lah pak, saya tetap ikut kerja sama pak Boss. Job yang saya datangi tadi itu cuma untuk sampingan, tambahan yang saya kerjakan di rumah pak!" jelas Koyas.
"Kenapa kamu harus cari JOB sampingan? Bukankah sudah cukup bila kamu dan istrimu kerja semua!?" kata pak Boss.
"Sedikit waktu lagi Sari akan melahirkan pak. Jadi, sudah jelas di waktu-waktu setelah itu kebutuhan akan bertambah!" jelas Koyas.
"Terus, ngomong-ngomong, ini tadi di perusahaan apa Job'nya?" tanya pak Boss.
"Studio craft stones pak. Kebetulan ada kenalan yang memiliki usaha itu, dan saya mau coba tawarkan gambar hasil desain saya di sana!" jawab Koyas.
"Woow, nggak sangka kamu ada skill desain juga!" pak Boss terkejut.
"Kalau desain meuble bagaimana? Pernah bikin?" tanya pak Boss.
"Kalau bikin sudah pernah pak. Tapi dapat Job'nya belum pernah!" ungkap Koyas.
"Kalau begitu, coba bikin meuble apa saja. Kalau sudah jadi gambarnya, tunjukkan saya, atau titipkan istrimu, saya mau lihat!" ujar pak Boss.
"Akan saya coba pak!" jawab Koyas.
Setelah itu, hari-hari Koyas tampak sangat sibuk, hingga dia nyaris gak punya waktu untuk dirinya sendiri.
Pagi harus ngantar istri ke kantor, lalu jemput pak Boss dan lanjut antar ke kantor.
Seperti hari-hari biasanya, setelah antar pak Boss ke kantor, tidak ada yang Koyas kerjakan. Hanya kadang kala cuci mobil pak Boss, dan itupun kalau Boss'nya minta, kalau tidak ya tidak dicuci.
Suatu saat, sekitar pukul 09:00 Koyas ditelpon Sari:
"Mas, nanti aku ada acara presentasi di hotel Wood. Mas yang ngantar lho!" kata Sari.
"Bukannya sama rombongan staff kantor?" tanya Koyas.
"Tadinya rencana begitu, tapi kemudian pak Boss tadi ditelpon rekan bisnisnya, katanya ada urusan bisnis jam 13:00. Sehingga oleh pak Boss, tugas keluar dibagi; yang berangkat presentasi saya dan 3 staff lainnya!" jelas Sari.
"Mas Koyas gak ada acara kan?!" lanjut tanya Sari.
"Ini lagi bikin desain Craft Stone sama Meja Kantor!" ungkap Koyas.
"Woow, ada pesanan?" tanya Sari keheranan.
"Pesanan tapi tidak dibayar!" jawab Koyas.
"Aah, buang waktu dan biaya aja maaas! Kita ini butuh biaya, kenapa waktunya tidak untuk cari uang saja?" Sari kurang setuju.
"Gak malu kah, istrinya sibuk cari uang, yang laki cuma mainan dengan gambar ini itu. Gambar kalau menghasilkan ya gak apa-apa mas!" Sari mulai ngomel.
Sementara itu, Koyas hanya diam mengalah, tidak katakan sepatah katapun. Dia taruh Hp di meja, dan tangannya mulai nyalahkan rokoknya, seolah sedang dengar radio.
"Dulu santun, tapi setelah punya gaji lebih besar dari orang laki, mulut berubah jadi vocalist. Saya sudah berusaha, tapi kenapa sulit menghargai usaha saya? Apakah semua istri kalau punya gaji lebih besar dari suaminya, akan jadi seperti itu ya... merendahkan suami, bentak suami, sulit memberi dukungan suami. Aaah... bikin puyeng kepalaku!" lamunan Koyas.
*Empat bulan kemudian...
Koyas sudah mulai bikin desain craft stone setiap hari, namun status bukan sebagai karyawan. Koyas hanya menggambar dan menjual gambar desainnya.
Di sisi lain, diperkirakan dalam beberapa hari ke depan ini, Sari akan melahirkan, dan Prayitno pun tampak sudah makin besar.
"Hhfff... butuh biaya sangat banyak, apa lagi yang harus aku kerjakan. Melamar kerja di mana-mana selalu ditanya sekolah dan ijazah. Sedangkan aku hanya SMA. Setor gambar desain kalau diterima bisa dapat uang, kalau tidak diterima cuma dapat hinaan dari pemilik usaha, sampai rumah diomeli!" gerutu Koyas dalam hati.
"Uuuhh, cari tambahan sulit juga... mentok mentoknya hanya jadi sopir!" gerutu Koyas lagi dalam hati.
Suatu hari Sari ijin libur kerja, dengan alasan mendekati kelahiran anaknya.
Dan karena kondisi seperti itu, kantor pun mengijinkan Sari di rumah hingga melahirkan anaknya.
Pagi setelah ngantar pak Boss ke kantor, Koyas buru-buru pulang supaya bisa banyak waktu untuk menggambar.
"Aku harus selesaikan 2 gambar hari ini dengan baik, agar ada tambahan uang masuk!" pikir Koyas dalam hati.
Sesampainya di rumah, Koyas langsung ambil peralatan menggambar, dan mulai dibuatnya desain yang baru untuk ditawarkan di perusahaan Craft Stone.
Begitulah setiap pagi yang Koyas kerjakan selama Sari cuti kerja.
Suatu saat:
"Mas, mana kopinya kok gak dibawa ke sini? Nanti bilang kurang bisa konsentrasi karena kopinya jauh?!" tanya Cindy saat lihat Koyas sedang menggambar.
"Hehee... aku tadi datang langsung pegang ini, belum bikin kopi!" kata Koyas.
"Ooh, saya bikinkan sebentar ya!" ucap Cindy.
Beberapa saat kemudian Cindy datang membawa secangkir kopi.
"Mas, kopinya nih, minum dulu!" Cindy sajikan kopinya.
Kali ini hati Koyas merasakan seperti bertambah semangatnya saat Cindy mendampingi dia berkarya.
"Aku baru tau, ternyata mas Koyas bisa menggambar juga!" Cindy berkomentar.
"Sebenarnya sejak kecil dulu, salah satu kesukaan saya adalah menggambar. Akan tetapi tidak saya kembangkan lagi!" jelas Koyas.
"Kenapa mas?" tanya Cindy.
"Banyak cerita dalam perjalanan masa lalu yang membuat saya tersingkir dari beberapa komunitas. Hal itu yang kemudian memicu pikiran saya memutuskan merantau!" jelas Koyas.
"Kenapa malah merantau? Bukankah lebih baik berdiam di rumah, berkarya seperti sekarang hingga suatu saat keluar rumah dengan memunculkan karya-karya sendiri!?" ujar Cindy.
"Itu baik juga. Hanya saja, kalau aku di rumah, belum tentu hari ini juga ada kamu bersamaku, hehehee!" Koyas tersenyum ke arah Cindy .
"Kok belok ke arah saya! Saya nanya serius nih!" kata Cindy
"Baiklah saya sambung ceritanya. Kala itu saya merasa semua orang menghinaku, semua karyaku dianggap tidak ada harganya. Saya merantau berharap ketemu orang yang bisa menghargai idea dan karya saya!" jelas Koyas lagi.
"Terus apa yang didapat selama di perantauan?" tanya Cindy.
"Kalau harta tidak ada padaku, namun selama di rantau banyak pelajaran yang saya serap, dan itu yang akan aku terapkan di kehidupan ku saat ini!" jelas Koyas.
"Hal apa aja mas pelajaran itu?" Cindy penasaran.
"Banyaklah. Tapi yang saya suka pelajaran Bagaimana Menghadapi situasi Saat Kita Ditipu Atasan, ataupun orang yang mengaku sahabat, bahkan mengaku pacar juga!" jabar Koyas.
"Udahan dulu ceritanya, aku mau selesaikan gambar ini, agar bisa segera saya ajukan ke perusahaan!" kata Koyas.
"Aku tungguin ya mas? Biar semangat, hehehee!" canda Cindy.
Kemudian Koyas melanjutkan gambar desain karya nya sendiri. Dan pagi itu Koyas berhasil selesaikan 2 desain.
■ Bagaimanakah Koyas merealisasikan CINTA yg adalah abstrak itu pada keluarga? Apakah tantangan baginya dalam merealisasikan?
■ Ikuti jejak cerita lanjutannya pada Bab : "Aku Sayang karena Aku Cinta"