Sehari sepulang dari kota MA, Koyas sengaja mencari waktu untuk menyendiri.
Di rerumputan halaman rumah, dengan kursi menghadap arah Timur, pagi itu Koyas duduk merenung.
"Kiranya hangat sinar matahari pagi ini akan segarkan jiwaku saat ini!" begitu kata hatinya.
"Sari menurut terhadap teman Oom Hendri, bahkan belum sampai kenalan juga ternyata pengaruh guna-guna!" pikir Koyas.
"Aku bersalah telah menuduhnya berselingkuh. Kini dia bersedih teramat dalam, sedangkan saya terlanjur membalas selingkuh!" lanjut pikiran Koyas.
Koyas makin merasa bersalah ketika ingat kata-kata pesan bapaknya, bahwa pak Sendy melihat ketulusan pada Sari.
"Aduuhh... !" Koyas merunduk dengan tangan kanan kiri cengkeram rambutnya.
"Mas!" Sari memanggil Koyas.
Koyas kagèt sesaat, lalu:
"Ehmm, iya! Bagaimana?" sahut Koyas.
"Masih libur kah hari ini?" tanya Sari.
"Iya, saya terlanjur ijin 2 hari; kemarin dan hari ini!" jawab Koyas.
"Ya udah. Ini mas ya kopinya, mumpung masih panas! Saya mau mandi dan siap-siap berangkat ke kantor!" jelas Sari.
"Iya, biar di meja situ aja, sebentar saya ke sana!" Koyas menunjuk meja teras.
"Kasihan sekali Sari. Aku harus berusaha menyayangi dia. Benar kata bapak, dia orang yang baik!" kata Koyas dalam hati, seraya berjalan ke teras.
Satu teguk kopi hangat sedang mengalir lewat dinding tenggorokan Koyas.
"Dua cangkir kopi yang dibuat dari bahan yang sama, namun oleh tangan yang berbeda, maka dua cangkir kopi tersebut
pasti beda juga rasanya, hehee!" pak Sendy muncul tiba-tiba dari dalam.
"Eeh, bapak. Bisa aja bapak bersyair!" kata Koyas sembari tersenyum.
"Kalau dia tidak betul-betul sayang, maka saya pastikan kopinya tidak bisa kamu nikmati seperti itu!" kata pak Sendy.
Beberapa saat setelah itu tampak Sari sudah bersiap berangkat ke kantor. Selanjutnya dia berpamitan pak Sendy lalu berangkat dengan diantar sang suami.
Hari-hari setelah itu Koyas mulai diperhadapkan situasi prihatin, yang mana Sari mulai sering mengeluh sakit pada perutnya.
Sehingga kondisi ini menyebabkan Koyas tidak bisa lagi bersenang-senang di luaran rumah. Jam-jam selain kerja, dia banyak menemani istri di rumah.
Hingga pada suatu hari Sari merasakan sakit perutnya luar biasa, hingga Sari mengerang kesakitan. Koyas berputar otaknya, lalu:
"Saya khawatir dengan kandungannya?!" ungkapnya pada pak Sendy.
"Kita bawa ke dokter aja, sekalian untuk kontrol kondisi kandungannya?!" ucap pak Sendy.
"Sebaiknya begitu pak!" sahut Koyas.
Karena kesakitan Sari belum juga membaik, sore itu dibawa ke dokter. Setelah diperiksa, dokter merujuk ke Rumah Sakit. Dan di Rumah Sakit disarankan untuk opname, karena ada masalah dengan kandungan Sari.
Sore itu di ruang VIP sebuah Rumah Sakit Daerah, Sari tampak lemas di atas suatu bangsal setelah mendapatkan penanganan dokter.
"Bagaimana keadaanmu sekarang?" tanya Koyas yang sejak tadi menunggui di samping bangsal tempat Sari berbaring.
"Perutku agak enakan mas setelah dikasih injeksi tadi. Nanti malam sebelum tidur disuruh minum obatnya!" jawab Sari.
"Nyeri-nyeri bagaimana?" tanya pak Sendy yang juga ikut nungguin di ruang itu.
"Sama sekali gak nyeri lagi pak, cuma sekarang badan terasa lemas!" ucap Sari.
Pada hari kedua di Rumah Sakit, Cindy bersama pak Irawan juga datang membesuk Sari.
Saat malam Sari terlelap tidur, sementara Koyas dan bapaknya masih terjaga. Mendadak Koyas bergumam lirih:
"Kurang ajar orang itu, aku harus memberi balasannya, hhfff!"
Namun pak Sendy masih juga mendengar gumam Koyas, lalu katanya:
"Kamu nggak usah panas hati seperti itu. Sekarang kamu konsentrasi pada kesembuhan istrimu, itu lebih penting!"
"Tapi saya jengkel pak, ini kan mula-mula dari kelakuan orang itu!?" Koyas tampak sangat kesal hati.
"Terus... bukannya kamu baru'san ketemu dia dan sudah beres semua?!" kata pak Sendy.
"Memang sudah ketemu pak, bahkan sekarang sudah ditahan pihak berwajib!" ungkap Koyas.
"Nahh, tu! Buat apa lagi kamu masih jengkel? Udahhh, fokus sama istri saja, bagaimana dia cepat sembuh!" ujar pak Sendy.
*Waktu sudah berjalan tiga hari Sari nginap di Rumah Sakit.
Oleh dokter, Sari baru diijinkan pulang pada hari ke'empat pagi.
Pada hari ke'tiga, petang setelah Magrib, pak Boss datang nengok Sari.
"Bagaimana Sari, kata dokter kapan boleh pulang?" tanya pak Boss.
"Besuk pagi pak, setelah melunasi administrasi Rumah Sakit!" jelas Sari.
Beberapa menit kemudian, kata pak Boss:
"Emm, kalau begitu kamu nanti antar saya pulang, dan mobil bisa kamu bawa dulu!" kata pak Boss pada Koyas.
"Besuk pagi bagaimana bapak ke kantor?" tanya Koyas.
"Saya bisa pakai mobil yang satunya. Supaya besuk kamu bisa fokus ngurus surat-surat Rumah Sakit, gak usah repot cari taxi!" ujar pak Boss.
"Terima kasih, bapak telah membantu banyak!" jawab Koyas.
Esuk harinya, pagi-pagi sekali Koyas sudah kesana kemari ngurus administrasi Rumah Sakit.
Dan setelah semua beres, Koyas membawa pulang istrinya dengan mobil milik juragan.
*Satu minggu berlalu...
Sari dan Koyas sudah beraktifitas normal lagi. Namun Sari harus selesaikan tugasnya yang tertunda selama dia opname. Sehingga membuatnya sering lembur selama satu minggu terakhir ini.
"Sari, silahkan kamu bisa kerjakan di rumah, supaya tidak terus-terusan pulang petang. Kamu kan baru pemulihan kondisi kesehatanmu!" ujar pak Boss.
Kemudian Sari pun membawa pulang tumpukan tugasnya untuk dikerjakan di rumah.
Dua Minggu setelah keluar dari Rumah Sakit, Koyas temui pak Boss, lalu:
"Pak, maaf, saya mohon pamit untuk istri saya! Dia hari ini pamit tidak masuk kerja!" ungkap Koyas.
"Lho, ada apa dengan Sari?" tanya pak Boss.
"Istri saya keguguran kandungannya pak!" ucap Koyas.
Hari itu beberapa rekan kerja bersama pak Boss datang ke rumah Koyas untuk berbela sungkawa.
Saat di pemakaman...
"Maafkan kesalahan bapak ya nak!Bapak berjanji akan beri pelajaran bagi orang MA itu!" kata Koyas perlahan di dekat nisan anaknya.
Sementara itu, Sari tampak tidak bisa diam menangisi anaknya, dengan diapit pak Irawan dan Cindy di sampingnya.
Lewat beberapa hari setelah pemakaman anaknya, Koyas datang ke ruang kerja pak Boss untuk mohon ijin libur.
"Ada acara apa?" tanya pak Boss saat Koyas mohon ijin libur.
"Saya harus mencari orang MA itu lagi pak!" jawab Koyas.
"Kenapa kamu menjadi dendam begitu? Gak bakal selesai bila kamu masih dendam begitu, karena akan terus saling membalas!" pak Boss coba beri nasihat.
"Setelah ini akan selesai pak, karena saya mencari dia untuk saya selesaikan. Dia penyebab dukaku beberapa Minggu terakhir ini!" ungkap Koyas.
"Hhfff...!" pak Boss menghela nafas, merasa prihatin.
Sesaat setelah Koyas keluar dari ruang kerja, pak Boss menelpon Sari.
Sari yang hari itu juga sedang libur karena masih berduka, kagèt mendapat laporan juragan.
"Saya sarankan kamu cegah, atau minta tolong bapak kamu untuk mencegah Koyas agar membatalkan niatnya mencari orang MA?!" ujar pak Boss.
Setelah dapat laporan dari pak Boss, Sari langsung bicara sama pak Sendy.
Sorenya, ketika Koyas sudah di rumah, Sari dan pak Sendy berusaha merayu Koyas agar membatalkan niatnya berangkat ke kota MA.
Namun Koyas keburu terbakar emosinya, sehingga sulit dicegah niatnya untuk berangkat ke kota MA.
Di hari berikutnya...
Pagi sekitar pukul 08:00 Koyas sudah berada di perjalanan menuju kota MA. Sepanjang perjalanan hatinya hanya dipenuhi amarah oleh dendamnya.
Karena dia sudah pernah ke sana sebelumnya, setiba di kota MA, dia langsung meluncur ke lokasi rumah.
Kali ini Koyas kembali dibuat terkejut. Ketika kaki Koyas sudah berjarak beberapa rumah lagi dari rumah tujuan, dilihatnya ramai kerumunan orang di sana.
"Ada keributan apa itu pak?" tanya Koyas pada seorang warga setempat.
"Itu... pak Bata barusan ribut. Dia dikeroyok dan dihajar 3 orang tamunya!" jelas warga.
"Pak Bata?!" tanya Koyas.
"Iya pak. Orang yang terkenal suka main dukun itu. Itu, yang rumah pagar merah hitam, itu !" ungkap warga menunjuk rumah bercat merah hitam.
"Lho, itu kan rumah yang mau saya datangi! Ooh, terkenal dengan nama Bata?! Tapi... apakah Bata itu adalah orang yang saya cari!" kata Koyas dalam hati.
"Siapa pak yang ngeroyok pak Bata?" tanya Koyas lagi.
"Gak kenal pak. Ada yang bilang mereka gerombolan preman dari desa lain yang marah-marah karena anaknya dihamili dan pak Bata tidak tanggung jawab! Padahal dia baru saja keluar tahanan beberapa hari lalu lho!" jelas warga.
"Bapak kenal juga sama pak Bata?" tanya warga tersebut.
"Saya sih kenal belum lama pak. Dan ini sebenarnya mau ke rumah dia, tapi malah ada ribut-ribut, hehee!" ujar Koyas ketawa.
"Permisi dulu pak!" Koyas berpamitan seorang warga tersebut.
Koyas berusaha mendekati rumah yang dituju. Dan dalam hati Koyas tiba-tiba:
"Hah, itu benar rumah yang mau saya tuju. Berarti benar, yang dikatakan warga tadi adalah orang yang saya cari. Hmm, namanya Bata!" Koyas manggut-manggut seraya cubit dagunya.
"Lho, itu kan Oom Hendri? Kenapa dia ada di sini? Jangan-jangan... ?!" lamunan Koyas terhenti, dan dia langsung menerobos kerumunan orang untuk mendekati Oom Hendri.
"Oom! Oom Hendri!" panggil Koyas.
"Koyas, kenapa ikutan ke sini? Oom bisa selesaikan kok!" kata Oom Hendri.
"Oom bilang ikutan?!" Koyas kerutkan dahi.
"Iya, Sari menelpon saya, dan dia juga ceritakan tentang rencanamu. Saya tidak terima keponakanku jadi korban iblis satu ini!" jelas Oom Hendri.
"Hwaduuhh!" ucap Koyas.
"Lalu, siapa mereka itu Oom?" Koyas menunjuk dua lelaki berbadan kekar di belakang Oom Hendri.
"Oh iya, kenalkan. Ini Joe dan Sam bodyguard saya!" Oom Hendri kenalkan temannya.
"Ini Koyas suami ponakanku yang dimangsa iblis itu!" Oom Hendri kenalkan Koyas.
Beberapa saat kemudian dua orang polisi datang memborgol pak Bata, lalu dibawa ke kantor polisi.
"Koyas, kamu tunggu di rumah Oom ya! Oom sekarang harus ikut ke kantor polisi selesaikan urusan iblis tadi. Kita cerita-ceritanya nanti aja di rumah. Di rumah ada Oom Gandy kok!" ungkap Oom Hendri.
"Baiklah Oom!" sahut Koyas.
Sementara Oom Gandy beserta 2 bodyguard ' nya ikut ke kantor Polisi, Koyas menuju rumah Oom Hendri.
Esok paginya Koyas kembali pulang ke rumah pak Sendy bapaknya.
Sesampainya di rumah, Koyas melihat dua wajah yang gelisah menunggu kedatangannya.
● Bagaimana setelah Koyas kembali bersama keluarganya? Apakah dia tidak puas karena belum kesampaian membalas pak Bata pelaku pelecehan sex terhadap istrinya?
Mungkinkah dia akan melanjutkan membalas dendam terhadap pak Bata?
● Ikuti terus kisah Koyas berikutnya pada Bab : "Istriku mengijinkan adiknya hamil olehku"