Seperti biasanya setiap hari pukul 15:00 Koyas sudah standby di warung dekat kantor Sari untuk menunggu si Boss pulang. Sore itu Koyas sedang duduk berteman secangkir kopi sambil asyiiik menikmati rokoknya.
Tiba-tiba:
"Kriiiing!" Hp Koyas berdering.
Koyas langsung cemberut saat melihat Hp, ternyata Cindy yang menelponnya.
"Aah, ngapain lagi dia ini telpon-telpon!" gerutu Koyas.
Koyas tidak angkat panggilan Cindy. Dia letakkan Hp'nya di meja warung, lanjut kembali santai menikmati kopi dan rokoknya.
Sesaat kemudian:
"Cêngkliing!" satu pesan masuk di Hp'nya.
Koyas cek lagi Hp'nya, lalu:
"Aah, Cindy!" Koyas menggerutu lagi.
Koyas membuka dan membaca isi pesan.
"Mas, boleh apa nggak nanti saya main ke rumah mas Koyas?" tanya Cindy.
"Hari Minggu aja, pas semua libur!" jawab Koyas.
"Waaah, aku sangat jenuh nih mas!" kata Cindy.
Koyas tidak menjawab pesan terakhir dari Cindy, lalu dimatikan Hp'nya. Baru saja masukkan Hp ke dalam tas pinggang yang dibawanya Hp'nya berdering kembali.
Koyas tidak terima panggilan itu.
"Kasihan juga ya kalau didiamkan!? Lagian juga, aku sedang di warung! Baik, bicaralah Cin!" kata Koyas dalam hati.
Setelah berpikir demikian, Koyas berniat terima panggilannya. Koyas terkejut dan sedikit panik, karena panggilan yang disangkanya dari Cindy itu, kali ini ternyata si Boss.
Setelah terima telpon yang cukup singkat itu, Koyas bayar kopinya dan langsung buru-buru berlari masuk kantor.
Sekitar satu bulan terakhir ini Koyas sering pulang petang, karena urusan si Boss yang banyak keluar, dan Koyas selalu yang diminta mengantarnya.
Suatu hari saat dalam perjalanan ke luar kota, si Boss ngajak istirahat dan makan siang di suatu restaurant.
Di dalam restaurant itu:
"Menurut cerita Sari, katanya ada saudara di kota MA, benar begitukah?!" tanya si Boss.
"Iya, betul pak. Di sana ada Oom'nya Sari!" jawab Koyas.
"Apa pak Boss sering ke sana?" sambung Koyas.
"Sekitar 6 bulan lalu saya sering ke sana, hampir setiap seminggu sekali!" jelas si Boss.
"Jadi, di sana tu ada dua galery yang banyak pesan produk dari pabrik kita ini. Karena tingkat permintaan pasar di sana mulai menurun, untuk sementara ini pemesanannya dikurangi!" jelas si Boss.
"Waaah, sayang ya pak!" kata Koyas.
"Tapi Minggu lalu sudah hubungi lagi kok. Kalau tiga bulan terakhir ini grafik penjualan naik terus, bulan depan kemungkinan akan pesan produk kita lagi!" jelas si Boss.
"Kita lanjut jalan lagi yuuk, entar keburu petang!" ajak si Boss.
Setelah billing ke kasir restaurant, mereka berdua pun melanjutkan perjalanan lagi.
Hari itu Koyas nyampèk rumah waktu sudah petang. Sehingga dia merasa iba melihat istri dan bapaknya yang masih duduk menunggunya pulang, walau sudah tampak lelah dan ngantuk.
"Kok sampèk petang begini mas?" tanya Sari saat Koyas tiba di rumah
"Lokasinya jauh, dan obrolan si Boss juga lama sih!" jelas Koyas.
Melihat istrinya saat itu, yang terlintas dalam pikiran Koyas:
"Benar kata bapak dahulu, ada ketulusan dalammu. Aku seharusnya berusaha tetap bisa menyayangimu!"
"Oh iya, kata si Boss kemungkinan akan berangkat ke kota MA!" ungkap Koyas.
"Hm, memang setauku perusahaan kita ini punya pelanggan di sana kok?!" Sari menambahkan.
Malam itu mereka ngobrol tidak sampai terlalu larut. Setelah Koyas sudah beres bersih-bersih badan, sebentar kemudian istirahat.
Tidak sampai satu bulan setelah itu, suatu siang Koyas dipanggil masuk ke ruang kerja si Boss, lalu....
"Tolong besuk, setelah drop saya ke kantor, kamu langsung bawa mobilnya ke bengkel ya! Minta cek dsn bersihkan semua mesin!" perintah si Boss.
"Siap pak!" sahut Koyas.
Tadi malam pelanggan yang di kota MA, yang pernah saya ceritakan, minta rekomendasi perabot mebel apa saja yang tepat untuk restaurant barunya!" kata si Boss.
"Pasti agak lama ya pak?" tanya Koyas.
"Betul. Mungkin kita akan menginap 3 hari di sana!" ujar pak Boss.
"Mm....!" kalimat Koyas terhenti.
"Jangan khawatir, saya tau. Saya akan siapkan sejumlah uang untuk istrimu di rumah, heheee!" ujar pak Boss.
"Rencana kapan kita berangkat pak?" tanya Koyas.
"Besu...uk kamu bawa mobil ke bengkel. Kemudian lusanya kita harus cek dan catat stock barang di sini. Berarti setelah lusa kita baru siap berangkat!" jelas pak Boss.
Tiga hari kemudian:
"Bagaimana pak, jam berapa kita berangkat?" tanya Koyas di depan kantor sambil tangannya putar-putar gantungan kunci mobil.
"Setengah jam lagi kita berangkat ya! Ini saya mau kasih breefing karyawan terlebih dulu sebelum saya tinggal pergi!" ungkap pak Boss.
Setengah jam kemudian Koyas bersama si Boss berangkat menuju kota MA.
Dan sesuatu yang tak diduga sebelumnya oleh Koyas, saat di kota MA, di saat makan malam, si Boss katakan:
"Koyas, saya minta ini hanya kamu saja yang tau soal ini!?"
"Apa itu pak?" tanya Koyas penasaran.
"Dulu saya di sini punya langganan teman setiap nginap!" ucap pak Boss.
"Maksud bapak yang buka restaurant baru inikah?!" tanya Koyas lugu.
"Bukan, maksudku teman di kamar.... seorang perempuan!" kata pak Boss.
"Mmm... anu...?!" Koyas terhenti.
"Ya nemani bapak nginap di kamar!" tegas pak Boss.
"Terus bagaimana pak?" tanya Koyas.
"Saya kemarin sempat tanya teman dia yang seprofesi, kabarnya dia pergi dari kota ini karena hamil, dan tidak jelas siapa yang menghamili!" ungkap pak Boss.
Koyas terdiam sesaat, mendadak dia teringat Cindy mantannya, yang sekarang jadi saudara iparnya.
"Hayo... kamu juga pingin ya?! Hehehee?!" ucap pak Boss.
"Aah, bisa aja pak Boss nih, takut pak!" jawab Koyas sembari ketawa.
"Suatu saat, ketika berdua dengan saya di restaurant untuk cari makan malam, dia cerita, bahwa dia lakukan itu sebenarnya bukan semata cari uang!" ujar pak Boss lagi.
"Lalu apa katanya?" Koyas ingin tau.
"Dia sangat mencintai seorang pria, tapi suatu saat dia merasa ditinggal pria itu karena kepergok dia mabuk bersama lelaki lain!" ungkap pak Boss.
"Lalu perempuan ini galau pikirannya merasa ditinggal pria idamannya, kemudian dia semakin sering mabuk-mabukan sebagai pelarian!" lanjut pak Boss.
Koyas terdiam dan berpikir:
"Mungkinkah itu adalah Cindy?!"
Lalu pak Boss lanjutkan ceritanya cukup lama. Dan sempat juga katanya:
"Kalau saja perempuan itu masih di sini, pasti malam ini saya undang datang kemari! Saya merasa kasihan, karena dia sebenarnya dia anak baik!" kata pak Boss.
"Ya udah sebatang rokok lagi kita istirahat ya?!" kata pak Boss memotong cerita.
"Baik pak!" jawab Koyas.
Malam itu, sementara pak Boss sudah melayang-layang dengan mimpinya, Koyas masih tampak terjaga. Dia masih penasaran dengan cerita si Boss.
"Ada beberapa bagian cerita pak Boss tadi yang meyakinkanku, bahwa yang dalam cerita itu adalah Cindy!" lamunan Koyas.
Sebagaimana rencana pak Boss semula, hanya tiga malam di kota MA.
Setelah semua urusan beres, Koyas dan si Boss pun kembali pulang.
Dalam perjalanan pulang, saat mereka berhenti di rumah makan, si Boss sempat berpesan lagi:
"Jangan tau siapapun ya cerita saya kemarin, termasuk keluargamu juga, saya malu. Pokoknya cukup kamu saja yang tau!" pesan si Boss.
"Iya pak!" jawab Koyas.
*Beberapa hari kemudian:
Pesanan sekaligus pengiriman produk dari perusahaan yang memproduksi meuble dan barang-barang antik tempat Sari bekerja itu, mulai kembali banyak lagi.
Sehingga membuat si Boss lebih banyak standby di kantor demi bisa kontrol sendiri barang-barang yang dikirim. Dan Koyas pun juga hanya antar jemput ke kantor dan pulang.
Pada suatu hari saat Sari pulang kerja, Cindy mengeluh:
"Sari, bisakah minta tolong kamu untuk antar saya kontrol kandungan?" ucap Cindy.
"Lho, waktunya kapan? Saya kan kerja pulang sore terus, dokter sudah tutup dong! Minggu saya libur, tapi dokter kan tidak melayani hari Minggu?!" ungkap Sari.
"Atau coba saya tanya dulu mas Koyas, kalau habis ngantar si Boss ke kantor mungkin bisa sempatkan ngantar kamu!" sambung Sari
"Maaf jadi merepotkan mbak Sari!" ucap Cindy.
"Tidak apa-apa!" sahut Sari.
Selanjutnya Sari bicarakan dengan Koyas perihal kontrol kandungan Cindy, dan Koyas pun mengaku kasihan, hingga kemudian menyanggupi.
Suatu saat, pagi menjelang siang, dengan membawa mobil juragan Koyas sedang dalam perjalanan mengantar Cindy kontrol kandungan.
Saat di tempat parkir hendak menuju ruang dokter, Cindy berjalan dengan tangannya menggandeng erat tangan Koyas. Semula Koyas diam. Dan saat Koyas sadar bahwa Cindy bukan istrinya, dia katakan:
"Kok tangannya mesra bener sih?!" ucap Koyas tanpa senyum.
"Emangnya malu? Paling-paling orang mikir juga ini suami istri?!" kata Cindy.
Koyas diam sambil tengok kanan kiri, takut ada seseorang yang mengenalnya.
Setelah hari itu, Koyas pun akhirnya jadi langganan pengantar Cindy setiap berangkat kontrol.
Hingga pada suatu hari, saat sedang ngantar Cindy kontrol:
"Kring, kriiing, kriiing!" Hp Koyas berdering, si Boss menelponnya.
"Hallo, selamat siang pak!" jawab Koyas.
"Kamu masih ngantar istri kontrol atau sudah kelar ya?!" tanya pak Boss.
"Sebentar lagi sudah balik kok pak?!" jawab Koyas.
"Kalau kelar urusanmu, langsung ke ruang saya ya?!" kata pak Boss.
"Baik pak!" jawab Koyas.
"Mas, si Boss marah karena mobilnya pakai ngantar saya ya?!" tanya Cindy.
"Nggak juga, karena taunya kan buat antar istri!" ucap Koyas.
Sari tersenyum mendengar penjelasan Koyas, lalu pikirnya dalam hati:
"Aku terlambat menemukanmu, walau sudah berusaha keras mencari. Sari adalah perempuan beruntung!"
Mengingat sudah ditelpon juragan, Koyas agak buru-buru saat keluar menuju tempat parkir, namun Cindy yang kehamilannya sudah besar mencegah, sambil katanya:
"Mas, jangan ngebut dong jalannya?!" Cindy memegang tangan Koyas.
Begitu Koyas memperlambat langkanya, dengan cepat Cindy melilitkan tangan pada lengan Koyas, sambil tangan satunya juga memegang lengan Koyas.
"Makasih ya mas!" kata Cindy perlahan seraya senyum menatap wajah Koyas.
"Aku merasakan beda cara Cindy setiap menggandeng tanganku?!" kata Koyas dalam hati.
Saat di dalam mobil ketika dalam perjalanan antar Cindy, tiba-tiba:
"Mas, terima kasih ya!" Cindy bicara sangat pelan sambil mengelus lengan Koyas yang sedang pegang stir.
"Hhm!" balas Koyas pendek sambil menoleh sedikit.
Seperti biasa, pagi setelah antar istri ke kantor, Koyas langsung meluncur jemput juragan. Saat menunggu di teras juragan, tiba-tiba Hp'nya berbunyi, satu pesan masuk dari Cindy:
"Mas, hati-hati ya berkendaraan di jalan?!" isi pesan
"Kenapa Cindy tiba-tiba jadi memperhatikan terus begini?!" pikir Koyas dalam hati.
Semenjak Koyas sering ngantar Cindy saat kontrol kandungan, Koyas merasa seperti jatuh cinta lagi terhadap Cindy.
Dari hati yang awalnya kasihan, berangsur-angsur berdebar setiap Cindy menggandeng tangannya dengan lembut.
Suatu hari, saat nunggu antrian di depan ruang dokter kandungan, Koyas diam--diam memandangi Cindy. Namun sial, saat itu Cindy memergoki, lalu kata Cindy:
"Tatapanmu masih sama seperti saat di kota MA dulu, menyejukkan!" Cindy tersenyum, ada sorot bahagia di matanya.
"Koyas celingukan lirik sana sini, mendadak kebingungan kata-kata apa yang akan diucapkan.
■ Bagaimanakah bila cinta Koyas bersemi lagi terhadap Cindy ??
■ Ikuti lanjutan kisahnya pada Bab : "Aku bergairah saat dia hamil"