Mentari pagi dari ufuk timur menghangatkan bumi pagi itu. Sinarnya yang lembut menerpa wajah seorang gadis yang tengah terlelap dalam sebuah mobil.
Kaca jendela mobil itu terbuka sedikit. Si pemilik kendaraan tak ingin melewatkan kesempatan untuk merasakan udara segar pagi itu.
"Sayang, tadi malam kamu insom lagi?" Tanya Nyonya Barjoli. Lebih tepatnya, sudah bertransformasi menjadi Nyonya Wildam. Stevina Barjoli alias putrinya itu tidak bergeming.
Gadis itu memilih bungkam dengan earphone yang terpasang di kedua telinganya. Membuat si penanya enggan berkata-kata lagi dan memilih fokus menyetir.
Angelina Wildam sudah kebal menghadapi sikap putrinya yang berubah sejak ia menikah lagi. Sampai detik ini, Stevina tidak pernah mau bertemu ayah dan adik tirinya yang sudah pindah ke Jakarta bersama Angelina.
Pekan ini, Angelina cuti kerja karena rindu dengan Stevina yang tinggal berdua di Bandung dengan Elina, adik kandung Angelina. Stevina bersikeras untuk tetap tinggal di Bandung.
Bujukan Angelina untuk ikut pindah ke Jakarta tidak pernah membuahkan hasil. Sifat keras Stevina memang menurun dari mendiang ayahnya.
❄️❄️❄️
"Bangun sayang. Udah sampai di sekolah nih." Angelina menepuk bahu Stevina.
Mata gadis itu mengerjap perlahan. Stevina bergegas bangun dan mengambil tasnya di jok belakang. Angelina menatap putri semata wayang hasil pernikahannya dengan Stefan Barjoli yang sudah meninggal tiga tahun yang lalu.
"Minggu besok ikut mama ke Jakarta yuk. Adik kamu makin lucu loh. Yakin gak mau ketemu?"
Bibir Stevina tetap terkunci rapat. Tangan kanannya sibuk merogoh isi tas. Matanya fokus memeriksa apakah semua barang penting sudah ia bawa. Sebelum keluar dari mobil, Stevina mencium punggung tangan Angelina. Kemudian berbalik cepat untuk membuka pintu mobil.
"Papa Anton juga kangen kamu loh."
Deg
Ucapan Angelina membuat Stevina terpaku sejenak. Ucapan yang cukup membuatnya sensitif. Stevina berbalik badan. Menatap Angelina dengan wajah datar. "Dia bukan papaku."
Angelina tersentak mendengar putrinya berucap demikian.
Dug
Angelina menghela napas ketika Stevina menutup pintu mobil dengan sedikit keras. Entah kapan putrinya itu bisa tulus menerima suaminya.
"Have a good day sayang," ucap Angelina lagi.
Stevina menoleh dan mengangguk pelan. Angelina melambaikan tangan. Pandangannya tak lepas dari putrinya yang semakin jauh berjalan menuju kelasnya.
❄❄❄
Di koridor sekolah, semua mata memandangi gadis dingin itu. Menjadi gadis dingin dan cuek, tak heran membuat Stevina disegani.
Tapi kali ini, entah ada gosip apa yang membuat orang-orang sampai menatapnya seperti itu. Biasanya, malah tidak ada yang berani menatapnya. Bahkan melirik Stevina sekalipun tidak pernah terlintas di benak mereka.
Stevina tidak ambil pusing dan tetap cuek berjalan menuju kelas dengan raut wajah datar. Memikirkan hal seperti itu hanya menambah beban pikiran dan membuang waktu berharganya.
Sampai di kelas pun, keadaan masih sama. Semua mata menatapnya sambil berbisik-bisik. Membuat gadis itu heran setengah hidup. Apa-apaan ini? Kerasukan apa orang-orang? Atau ada yang aneh dengan dirinya sendiri? Stevina memperhatikan seragamnya, merapikan rambut, dan melirik sepatunya. Rasanya tidak ada yang aneh dengan penampilannya.
"Lo udah dateng ternyata."
Stevina menoleh ke sumber suara. Ternyata Lisa. Teman sebangkunya itu menghampiri Stevina yang masih terpaku di ambang pintu kelas. Lisa menatapnya cemas.
"Gue ga ngerti deh sama orang-orang. Ini pada kenapa sih," keluh Stevina.
"Pacar lo."
"Pacar gue?"
"Taruh tas lo dulu." Lisa menarik Stevina menuju bangku mereka dan meletakkan tas Stevina.
"Ikut gue."
"Kemana? Ini udah mau jam masuk Lisa."
"Belum. Percaya sama gue. Udah ayo ikut." Lisa menarik Stevina menuju halaman belakang sekolah.
"Ini kenapa sih?"
"Lo mau tau kan kenapa hari ini semua orang ngeliatin lo kaya aneh gitu? Ini semua gara-gara David pacar lo."
Stevina terdiam. Menunggu Lisa melanjutkan kata-katanya. Entah kenapa jantungnya sedikit berdebar tak tenang.
"Lo tau? Dia udah ngerusak masa depan temen sekelasnya. Pacar lo udah hamilin temen sekelasnya."
"Hah??" Stevina menghela napas sambil memasang raut wajah meremehkan. Ia tampak tidak percaya. "Apaan sih lo." Stevina berbalik badan hendak kembali ke kelas.
Lisa menarik tangan Stevina. "Ihhh.. Gue serius tau! Gue gatau tu cewek yang mana. Tapi ntar lo pasti tau. Dan gue rasa hampir satu sekolah udah tau tentang berita ini. And ya, Ini jawaban buat pertanyaan lo tentang keanehan hari ini."
Stevina kesulitan berbicara. Tubuhnya mulai terasa lemas. Napasnya mulai tak beraturan. "Engga.. Engga.. Bentar dulu deh.. Ini pasti ga bener.. Ini prank kan? Ini.."
Ucapan Stevina terpotong ketika Lisa memeluknya. Lisa berusaha menenangkan teman sebangkunya itu. Stevina tidak bisa berkata-kata lagi. Raut wajahnya melukiskan gurat wajah tak percaya, kebingungan, dan kesedihan mendalam.
Begitulah pagi itu. SMA Dharma Jaya mendadak gempar. Pagi buta di toilet putri saat sekolah masih sepi, Siska teman sekelas David kepergok membawa test pack. Sialnya, benda keramat itu menunjukkan hasil bertanda dua garis.
Guru BK marah besar dan menarik Siska ke ruangannya. Sambil terisak, Siska menjelaskan kalau penyebab ini semua adalah karena ulah David.
Setelah mendengar kabar itu, Stevina mendadak lemas. Energinya terkuras habis seolah baru saja olahraga maraton. Dadanya terasa sesak. Hari ini terasa seperti mimpi. Bagaimana tidak, kemarin malam hubungan mereka masih normal. Komunikasi via media sosial pun masih lancar seperti biasanya. Tidak ada pertanda apapun.
Stevina dan David, awalnya mereka adalah pasangan serasi. Meski terkenal dingin, kecantikan dan prestasi Stevina sanggup memikat hati David. Si ketua OSIS tampan kelas 11 IPA 2 yang juga memiliki segudang prestasi.
Ketampanan dan kecantikan keduanya sama-sama sanggup membuat lawan jenis tak berkedip. Tapi hanya David yang sanggup menaklukkan hati Stevina. Begitu juga, hanya Stevina yang sanggup memiliki David.
Setiap jam istirahat, David selalu mampir ke kelas 11 IPA 1 hanya untuk membawakan makanan untuk Stevina yang jarang keluar kelas. Pulang sekolah pun, David menjemput Stevina ke kelasnya untuk pulang bersama.
Tidak heran kalau para gadis dari kelas 10 sampai kelas 12 iri berat dengan Stevina. Sementara kaum adam yang menaksir Stevina dalam diam, entahlah bagaimana kabar mereka.
Tapi mereka juga mengakui kalau tidak ada lagi yang lebih cocok untuk mereka berdua. Hanya Stevina yang pantas untuk David, demikian juga sebaliknya.
Lalu sekarang? Skandal ini sudah tersebar di SMA Dharma Jaya. Pasangan fenomenal itu kini telah sirna.
❄❄❄
Pulang sekolah, Lisa menemani Stevina sampai dijemput. Lisa tidak tega membiarkan Stevina sendirian dengan kondisi hati yang sudah dipastikan tengah remuk.
Kebetulan, Lisa juga ingin bertemu Angelina alias bibinya itu. Sudah lama mereka tidak bertemu.
Bukan hanya teman sebangku, Lisa juga sepupu Stevina. Ibu kandung Lisa adalah adik dari mendiang ayah Stevina.
Walaupun Angelina sudah menikah lagi, Lisa tetap akrab dengannya.
"Gue mau beli minum. Lo mau juga?" Tawar Lisa. Alih-alih menjawab, yang ditanya hanya diam seribu bahasa. "Yaudah, gue ke kantin sendiri." Selangkah berjalan, Lisa balik lagi. Berdiri tepat di depan Stevina. "Entar kalau lo udah dijemput, telepon gue. Awas ya, jangan main pergi aja lo. Udah hafal gue sikap lo."
Stevina mengangguk malas. "Gue mau ketemu aunty gue tau. Ingat ya, awas aja lo tinggalin gue." Puas memperingati Stevina, Lisa lantas berlari menuju kantin.
Stevina mendongak memandangi langit biru. Pikirannya masih berusaha mencerna apa yang sedang terjadi hari ini. Kabar tentang David seperti mimpi buruk yang tidak diharapkan. Dadanya penuh sesak. Rasa sayangnya kepada David masih terlalu besar.
Stevina melirik jam yang melingkar di pergelangan tangan kirinya. Ia sedikit kesal kepada Angelina yang terlalu lama menjemput. Sekolah sudah sangat sepi.
Tiba-tiba, Stevina melihat seseorang dari kejauhan sedang berlari menuju ke arahnya. Stevina memicingkan mata. Gadis itu? Mau apa lagi dia? Apa urat malunya sudah putus?