Rexton.
Sebuah kerajaan dengan tanah yang sangat subur. Hasil panen selalu berlimpah dan bebungaan serta tanaman hijau senantiasa menghiasi setiap sudut wilayah kerajaan sepanjang tahun. Musim dingin yang wajar di seluruh wilayah dan musim panas yang menggembirakan lengkap dengan festival-festival di beberapa daerah. Meski berbatasan langsung dengan Pyrs yang merupakan daerah pegunungan berbatu yang selalu dingin, rakyat Rexton selalu bahagia.
Kebahagiaan tersebut tentunya tidak muncul begitu saja. Ada peran beberapa keluarga besar dibaliknya.
Keluarga kerajaan, Rexton. Raja yang konon katanya adil dan bijaksana, berani sekaligus ramah. Di bawah naungannya, kerajaan masih berdiri sampai saat ini meski telah menghadapi dua perang besar dulu.
Keluarga Melchoir, yang hidup di perbatasan kerajaan. Dipimpin oleh seorang marquis muda, yang kecakapannya tak perlu di pertanyakan. Berkatnya, binatang buas serta para perampok dari Pyrs berhasil dihalau.
Ada pula bangsawan hitam, keluarga Colton yang misterius. Banyak yang takut pada mereka, tapi peran mereka sangat penting bagi kerajaan.
Lalu ada keluarga Whitley...
Nah, keluarga Whitley. Mendiami tanah yang paling subur di Rexton, pemasok utama bahan makanan pokok untuk seluruh rakyat. Tanpa peran keluarga ini dalam mengelola tanahnya, niscaya seluruh rakyat kelaparan.
Selain itu, keluarga Whitley adalah para pengendali iblis.
Atau setidaknya, begitulah dulu keluarga Whitley yang pernah dikenal.
Dan, begitulah kerajaan Rexton yang pernah rakyatnya ingat.
Sekarang keluarga Whitley telah musnah dan kerajaan Rexton tak terasa seperti dulu lagi.
"Sepertinya para cendikiawan perlu mengganti buku-buku sejarah di perpustakaan yang ada. Atau mungkin, sebaiknya perlu menulis buku yang baru lagi?"
Pertanyaan–sindiran–itu mengalun lembut di telinga Hadrian Melchoir. Suaranya memecah malam yang entah kenapa begitu sunyi. Tidak, ini bukan sunyi lagi. Ini senyap dan rasanya sangat menyesakkan.
"Tapi, saya berpikir, apakah masih perlu menulis? Apakah masih ada yang sanggup menulis setelah semua ini?" tanya suara itu lagi.
Hadrian susah payah menarik napasnya untuk berkata, "Rheannon, saya tidak mau melakukan ini. Saya tahu kau juga."
Wanita yang dipanggil Rheannon itu menoleh perlahan ke arahnya. Wajahnya yang ditimpa sinar rembulan tampak lelah dan sayu. Dia terlihat seperti orang yang kehabisan daya hidupnya.
"Siapa yang bisa memilih?" tanya Rheannon. "Semua tergantung dari kita masing-masing."
Dalam sekejap mata dari belakangnya muncul asap bercahaya yang tipis. Lama kelamaan asap itu memadat dan membentuk iblis dengan rambut panjang dan mata merah. Salah satu tangannya melingkar di pimggang Rheannon, satunya lagi mengacungkan tombak ke arah Hadrian.
"Nah, siapa yang kira-kira yang lebih cepat di sini Tuan Hadrian?" Rheannon tersenyum lembut pada suaminya. "Mulutku atau ayunan pedangmu?"
Hadrian mencabut pedangnya dan mengayunkannya dengan cepat ke arah istrinya.
Konon katanya, jika seseorang akan mati, kilasan kehidupan mereka akan terputar di kepala mereka.
Inilah kilasan hidup mereka.