Chereads / No Past and No Future / Chapter 8 - Bersembunyilah Selagi Bisa (1)

Chapter 8 - Bersembunyilah Selagi Bisa (1)

Kabar itu tersebar dengan cepat.

Entah siapa yang pertama kali melihat dan mendengarnya, yang jelas kini ada banyak yang membicarakan kesehatan Marquis Hadrian Melchoir. Mereka bilang, "Marquis Melchoir hampir pingsan di tengah jalan. Untung ada putra Duke Colton yang menolongnya. Tapi kudengar juga, Marquis hendak mengangkat seorang anak lelaki."

Mengikuti berita tersebut, orang-orang pun mulai berspekulasi jika alasan Hadrian mengangkat seorang keponakan jauh sebagai anaknya adalah karena dia sedang sekarat.

"Omong kosong macam apa itu?" decak Raja Rexton V saat mendengarnya. "Baru beberapa hari yang lalu Marquis Hadrian ke sini, dan dia terlihat sehat-sehat saja."

Informan Istana yang bertugas mengumpulkan gosip dan opini rakyat, sebut saja Alpha, melanjutkan laporannya, "Sisa hari ini Marquis Hadrian tidak terlihat di luar. Begitu juga calon anak angkatnya."

"Haruskah saya menjenguk ke sana, Ayahanda?" tanya Luciell. "Kelihatannya penyakit Marquis cukup serius."

Raja Rexton V menyuruh Alpha pergi dan berpaling pada anak semata wayangnya. "Tidak perlu. Marquis Hadrian sudah terlihat aneh sejah terakhir berkunjung ke sini," ucapnya. "Apakah kau tidak merasakannya?"

"Maksud Ayahanda, Marquis Hadrian menjadi aneh sejak mengunjungi kastil Axelle?" Luciell tersenyum tipis. "Kelihatannya beliau mendapatkan barang yang bagus dari si kecil manis itu."

"Masalahnya adalah, seberapa besar pengaruh benda itu terhadap Marquis Hadrian? Seberapa besar kemampuan Axelle?" Raja Rexton V terdiam sebentar. "Bocah itu diam saja di kastilnya, harusnya dia tidak bisa melakukan atau mengembangkan apa pun."

Luciell tersenyum manis. "Saya pikir Ayahanda tak perlu khawatir," ucapnya menenangkan. "Axelle memang tidak bodoh, tapi dia adalah bocah penakut yang penuh keraguan. Sementara itu Marquis Hadrian sudah lama terjatuh dalam kesendiriannya. Pikirannya akan mudah dipengaruhi."

"Ya, kau benar, Putriku. Sepertinya aku terlalu berlebihan. Kekuatan kita lebih dari cukup. Lagi pula kita yang sekarang mengendalikan baik iblis maupun Kuil."

Sekali lagi Luciell hanya tersenyum manis. Dia setuju dengan perkataan ayahnya, bahwa mereka saat ini kuat dan mempunyai pengaruh besar.

Tapi kenapa Chas Colton tidak tunduk juga padanya?

Sudah berkali-kali Luciell bertemu muka dengan Chas, tapi tak sedikit pun kekuatan iblis mempan padanya. Jika Hadrian saja bisa dipengaruhi, kenapa Chas tidak? Dan bukannya terpengaruh, akhir-akhir ini Chas malah sengaja menghindarinya.

"Sialan!" Luciell membanting satu vas bunga di kamarnya karena kesal dengan pikirannya sendiri.

[Oh~ Histeri!]

"Diam kau, Iblis!" desis Luciell.

[Masih kesal saja karena belum berhasil mendapatkannya? Hihihi. Kubilang juga apa, lupakan saja bocah serba hitam itu.]

Luciell berdecak. "Padahal itu adalah tugasmu. Kalau begini percuma saja aku mengikat kontrak denganmu."

[Ups. jangan marah begitu, Putri. Kekuatanku tidak absolut; memang ada beberapa orang yang–katakanlah–tidak bisa kupengaruhi.]

"Kau terus mengatakan itu tapi tidak memberitahuku apa alasannya. Kalau Axelle, nah, bocah itu jelas sulit dipengaruhi. Sedangkan Tuan Chas… bagaimana bisa? Tangannya sama kotornya dengan tangaku dan tangan Ayahanda. Dia lebih dekat dengan iblis daripada dengan Dewa!"

[Aku tidak bisa memberitahumu, Nona. Sudah menjadi perjanjian di dunia kami.]

"Itu lagi!" Lucielle menjatuhkan dirinya di sofa kamarnya. "Sudah, luapakan saja. Aku pasti akan mendapatkan Tuan Chas apa pun yang terjadi."

[Hihihi. Selamat mencoba~]

Kalau saja bisa, Luciell pasti sudah mencekik iblis sialan itu.

Chas Colton… Chas Colton…

Dari seluruh hal di dunia, tinggal pria dengan rambut segelap malam itu yang belum dimilikinya.

Lupakan Hadrian dengan pangkat dan kekayaannya. Surai hitam yang terlihat lembut itu, mata keemasannya yang tajam, bibirnya yang tipis, dan kulitnya yang tanpa noda padahal jiwanya penuh dosa. Indah, tampan, sesuatu yang pantas untuk dimiliki, disimpan, dan dikoleksi.

Luciell menginginkannya!

Setiap jemarinya, setiap helai rambutnya, kedua matanya, kesetiannya! Chas Colton sudah menjadi kesayangannya sejak lama. Sudah lama pula Luciell menyayanginya sepenuh hati–banyak hal yang sudah dia lakukan demi pria itu, bahkan sampai menjual jiwanya pada iblis.

Lalu, kenapa? Kenapa dia tidak juga memilikinya?

"Tungga saja, Chas Colton. Aku akan memilikimu!"

***

Rangkaian pesta ulang tahun Putri Luciell Rexton pun dimulai.

Sementara rakyat biasa puas dengan festival rakyat, para bangsawan berbondong-bondong menuju Ibu Kota Ozera, memenuhi undangan dari istana.

Hari pertama adalah pesta minum teh untuk teman-teman dekat Luciell, acara khusus wanita yang dipenuhi dengan bebungaan dan makanan manis. Hari kedua ada perlombaan berburu di hutan istana, ajang bagi para pria bangsawan untuk pamer dan menarik perhatian sang Putri. Hari ketiga adalah kunjungan ke Kuil Suci Beulah, di mana Pendeta Besar serta rakyat yang bisa masuk ke kuil berdoa untuk sang Putri dan memberi berkat. Hari keempat waktunya bagi Luciell untuk turun ke festival rakyat dan membuat jalanan semakin padat karena orang-orang yang penasaran. Hari kelima dan keenam hari tenang, di mana istana utama dan Luciell mempercantik diri. Hari ketujuh waktunya pesta yang sesungguhnya.

Sungguh rangkaian yang panjang dan meriah. Istana pasti akan sangat sibuk, semua akan berfokus pada persiapan pesta. Waktu yang pas bagi Chas untuk menyusup ke Istana. Berbaur dengan yang lain mudah baginya.

"Di mana Yang Mulia Raja?"

Chas mendengar kesatria dengan jubah dan emblem khusus berbisik-bisik di sudut istana.

"Di ruangannya, tentu saja. Ada apa?"

Chas mulai merasa penyusupannya terbongkar. Mau dilihat dari mana pun, para kesatria ini bukan kesatria biasa. Mereka adalah pasukan khusus entah apa. Baru pertama ini dia melihat mereka.

Namun pikiran Chas dipatahkan oleh kalimat selanjutnya, "Pintu Menara Bayangan terbuka. Tahanan kabur!"

"Apa?!"

Para kesatria khusus itu pergi dengan cepat.

"Menara Bayangan?" gumam Chas heran. Dia pernah mendengar dongeng tentang Menara Bayangan saat masih kecil dulu. Saat beranjak remaja Chas sadar jika dongeng itu dituturkan agar anak-anak tidak sembarangan berkeliaran di wilayah Istana yang luas dan tersesat. Siapa sangka jika Menara Bayangan ada sungguhan?

"Tunggu, aku tidak ada waktu untuk ini."

Chas pun mulai menjalankan misinya sendiri. Pergi menuju kasti kecil tempat tinggal Axelle, tempat di mana Rheannon katanya ada.

Kastil kecil itu tampak tenang, jauh dari hiruk pikuk istana utama yang sedang menghias diri. Saking tenangnya, rasanya sampai berada di tempat yang lain. Suasananya sungguh damai, udaranya entah kenapa terasa lebih lega.

Hanya ada beberapa orang yang berjaga di sekitaran kastil tersebut, yang kemudian dengan mudah Chas lewati. Di dalam pun para pelayan tidak tampak terlalu sibuk. Pada dasarnya, saat ini sang Pangeran Terbuang memang hanya memiliki sedikit orang dan sedikit pekerjaan.

Nah, tapi, di mana Rheannon?

"Kau tidak berbohong kan, Pangeran?" desis Chas.

Axelle tidak berbohong.

Lewat salah satu balkon kamar, dari balik jendela besar yang tirainya tidak tertutup rapat, Chas melihatnya. Rheannon berbaring di kasur, sementara Axelle duduk di sampingnya dengan sebuah buku–yang kelihatannya sedang dia bacakan untuk Rheannon.

Pemandangan yang melegakan sekaligus membuat iri.

Pangeran Terbuang itu tidak berbohong, itu hal bagus. Tapi Axelle yang sedang membacakan sesuatu itu dan Rheannon yang terlihat senang cukup membuat Chas cemburu. Mereka berdua tampak dekat dan akrab, padahal dulu Rheannon hanya dekat dengan Chas. Sekarang, tahu-tahu saja, cintanya itu berdua saja dengan seorang lelaki dalam satu ruangan.

"Kau terlihat bahagia, Rhea," bisik Chas kepada angin sore, setengah berharap Rheannon mendengarnya.

Ketika malam tiba, Axelle memadamkan lampu dan meninggalkan Rheannon. Chas yang sudah menunggu kesempatan pun mengetuk jendela balkon tersebut.

Tak perlu waktu lama bagi Rheannon untuk kemudian membuka jendelanya.

"Rhea…"

Rheannon memberikan seulas senyum yang sudah lama tidak dilihat Chas.

Chas menghambur memeluk Rheannon. Dia merasakan tulang-tulangnya yang menonjol, getaran tubuhnya yang ringkih, juga mengusap rambutnya yang kelewat pendek. Memang tidak seperti Rheannon yang terakhir dia lihat, tapi ini jelas Rheannon yang Chas kenal.

"Coba lihat dirimu, kamu kurus sekali," ucap Chas. "Kamu baik-baik saja, kan?"

Rheannon mengangguk, lalu membuat bahasa isyarat, [Aku tidak bisa bersuara.]

"Kamu tidak bisa bicara?" tanya Chas lemas.

Rheannon mengangguk. Dia menunjuk tenggorakannya dan berkata, "Sa-kit."

Chas jadi geram dibuatnya. "Raja sialan itu! Apa yang sebenarnya sudah dilakukannya?!"

"Ka-u ba-ik?" tanya Rheannon.

"Tidak perlu mencemaskanku," decak Chas. "Di sini kamu yang–"

Kegaduhan di luar ruangan Rheannon membuat Chas menghentikan kalimatnya. Dia buru-buru mengecek keadaan di luar. Ada ramai-ramai panik di sana.

"Kesatria Istana datang berkunjung!"

"Tiba-tiba? Ada apa?"

"Sepertinya mereka sudah tahu kalau Putri Rheannon kabur."

Wah, gawat, batin Chas.

Dia kembali ke ruangan Rheannon dan menatapnya dengan penuh arti.

"Rhea, kamu percaya padaku, kan?"