Menurut sejarah, setidaknya ada dua perang besar yang sudah pernah dihadapi Rexton.
Yang pertama adalah perang melawan Pyrs hampir seabad yang lalu.
Saat itu dataran Rexton berupa wilayah yang terbagi-bagi dan dipimpin oleh para tuan tanah. Namun saat Pyrs menginvasi para tuan tanah bersatu untuk melawan. Perlawanan itu diinisiasi dan dipimpin oleh Rexton I. Perlawanan berhasil, mereka menang. Setelahnya, dataran itu memutuskan untuk benar-benar bersatu dan membentuk sebuah kerajaan yang namanya diambil dari nama pemimpin pertama mereka.
Yang kedua adalah sebuah kudeta, jika memang kejadian tersebut bisa disebut sebagai kudeta.
Perang satu ini terjadi hampir sepuluh tahun yang lalu. Tidak jelas bagaimana kejadian atau awal mulanya. Orang-orang pun enggan membicarakan perang internal yang kemudian lebih sering disebut sebagai kudeta ini. Namun di buku-buku sejarah resmi, disebutkan jika kejadiannya seperti ini:
[Raja Rexton IV dan Earl Dryas Whitley bekerjasama untuk memperkuat pengaruh dengan menjalin kontrak dengan iblis. Adik Raja Rexton IV dan Kuil mengetahui hal tercela tersebut. Perlawanan pun terjadi, kemenangan diraih oleh kebenaran; Adik Raja Rexton IV dan Kuil. Kemudian atas saran Kuil, demi menghindari adanya pembuatan kontrak dengan iblis, tanah Whitley dibumihanguskan. Hukuman mati pada Raja Rexton IV dan keluarga dijatuhkan.]
"Setelahnya, Adik Raja Rexton IV naik takhta. Sehingga saat ini Kerajaan Rexton dipimpin oleh Raja Rexton V," eja Axelle pelan-pelan sambil menulis.
Axelle kemudian menaruh pena bulunya dan mengembuskan napas panjang. Mata birunya yang secerah langit di luar memandang keluar jendela. Tatapannya jauh memandang ke arah sebuah bayangan menara samar di antara hutan rimbun istana.
Raja Rexton V adalah paman Axelle.
Axelle adalah anak kedua dari mendiang Raja Rexton IV. Sejatinya dia adalah seorang pangeran, tapi sekarang dia hanyalah seorang pangeran yang terbuang.
"Setidaknya aku masih dibiarkan hidup."
Itulah yang selalu Axelle katakan pada dirinya sendiri. Bukan hanya itu saja, dia bahkan mendapatkan dan boleh tinggal di kastil kecil yang jauh dari pusat istana. Selain itu, dia masih mendapatkan uang dan kebutuhan yang selayaknya diperlukan oleh bangsawan, lengkap dengan para pelayan serta kesatria yang diam-diam masih bersumpah setia pada mendiang Raja Rexton IV.
Bisa dibilang, hidup Axelle masih bagus. Hukum di Kerajaan Rexton memang penuh belas kasih pada anak-anak.
Pada anak-anak normal, setidaknya.
Pada anak-anak dari keluarga pengendali iblis… Entahlah.
"Saya mohon dengan sangat, Paduka Raja. Biarkan saya paling tidak melihat Rheannon."
"Memangnya apa yang kau lakukan ketika sudah melihatnya?"
"Saya hanya ingin melihat keadaannya karena saya adalah pamannya! Demi Dewa, Rheannon baru 10 tahun dan Anda mengurungnya begitu saja?!"
"Jaga bicaramu, Duke Colton. Ada darah Whitley yang mengalir pada anak perempuan itu. Setelah apa yang terjadi, kau pikir aku bisa percaya pada para pengendali iblis?"
"Anak 10 tahun tidak bisa mengendalikan iblis! Rheannon tidak tahu apa-apa!"
Selepas hura-hara kudeta tersebut, ada waktu di mana Axelle mendengar pembicaraan tersebut. Dari situ dia tahu, jika bukan hanya dia saja anak kecil yang "mendapat hukuman". Gadis kecil Whitley, Rheannon, juga dirampas dari orangtuanya. Dijauhkan dari masyarakat. Dianggap sebagai anak dari pengkhianat.
Tapi, bagaimana keadaannya sekarang?
Sudah hampir 10 tahun, dan Axelle tidak pernah sekalipun melihat si gadis kecil Whitley. Malahan Axelle lebih sering bertemu dengan pamannya, Duke Colton, yang masih mencari-cari Rheannon.
Apakah dia masih hidup? Jika iya, di mana?
"Raja Rexton V tidak mungkin membunuhnya, kan?" gumam Axelle sendiri, sambil menatap ke arah bayangan menara yang tadi.
Bayangan menara itu menghilang tepat saat langit berubah menjadi mendung, seperti yang sudah-sudah.
***
"Pangeran, apa yang sedang Anda lakukan di sini?"
Axelle terlonjak kaget mendengar teguran yang tiba-tiba tersebut. Seorang kesatria resmi istana dengan wajah tegas yang dingin berdiri di belakangnya.
"Aku hanya…" Axelle menatap ke arah selatan hutan istana, jauh sekali pada bayangan menara yang pada cuaca cerah begini terlihat. "Apakah di selatan hutan istana ada bangunan?" tanyanya kemudian.
Jawaban yang keluar dari mulut si kesatria terdengar otomatis, "Tidak ada."
Axelle menatap kembali ke arah yang sejak tadi di lihatnya. Malam ini dia memang sengaja menyusup keluar kastil kecilnya untuk memastikan keberadaan menara tersebut. Bayangan bangunan yang tinggi menjulang, atap runcing, serta jendela kecil.
Apakah benar itu hanya bayangan saja? Atau kesatria yang setia pada Raja Rexton V ini yang berbohong?
"Ini sudah malam, sebaiknya Anda kembali. Raja tidak akan suka jika tahu Pangeran berkeliaran malam-malam begini," kata si kesatria.
Ya, tentu saja begitu, batin Axelle.
Tapi meski demikian, pada akhirnya Axelle kembali ke kastilnya tanpa perlawanan. Saat dia menoleh ke belakangnya, dia tahu seorang kesatria lain memastikan jika dia benar-benar kembali ke kastil atau tidak.
Pencarian Axelle pada gadis Whitley dilakukannya secara diam-diam. Tidak ada yang tahu, bahkan para penghuni kastilnya sendiri. Setidaknya, sampai saat ini belum ada yang tahu.
Dan karena hal tersebut, pencarian yang Axelle lakukan sangat terbatas. Butuh waktu sampai dua tahun baginya untuk mencari Rheannon sampai ke penjara bawah tanah istana—yang kemudian tidak menghasilkan apa-apa. Sementara pencarian di luar istana lebih sulit lagi, mengingat Axelle adalah tahanan rumah. Namun dari pembicaraan yang sering dia curi dengar, dia yakin jika Rheannon masih ada di sekitaran istana.
Semoga saja.
Karena jika benar menara itu bukan bayangan belaka berarti Rheannon Whitley ada di sana.
"Elias." Axelle memanggil kepala pelayan kastil. Seorang pria paruh baya yang sudah dikenalnya sejak kecil. "Apakah di selatan hutan istana ada bangunan?" Dia mengulang pertanyaannya tadi.
"Apa yang membuat Pangeran berpikir seperti itu?" tanya Elias dengan seulas senyum penuh makna.
"Terkadang aku melihat sesuatu di sana saat cuaca cerah," kata Axelle tak yakin.
"Bakat menyucikan Pangeran memang bagus kalau begitu. Bahkan beberapa kesatria yang bakat menyucikannya dilatih secara khusus pun jarang ada yang bisa melihatnya," kata Elias. "Soal bangunan yang Pangeran lihat, saya tidak bisa berbicara banyak."
"Kau juga bisa melihatnya?"
"Tidak, Pangeran. Saya hanya diberitahu jika memang benar ada sesuatu di sana."
"Tidak ada yang pernah memberitahuku," gumam Axelle. "Apakah itu adalah sesuatu yang dirahasiakan?"
Elias mengangguk. "Ya, itu benar," ucapnya. "Pada generasi sebelum Pangeran, anak-anak sering diceritakan jika selatan hutan istana adalah tempat para iblis bersemayam. Dan, ya, itu benar; selatan hutan istana adalah wilayah yang dikuasai oleh iblis."
"Berarti… menara itu adalah tempat bersemayam para iblis."
"Itu benar. Bangunan itu—atau menara, jika menurut penglihatan Pangeran—terlihat pada waktu-waktu tertentu karena pengaruh kekuatan iblis penguasa tempat tersebut."
"Tunggu, lalu, kenapa istana tidak melakukan pengusiran atau penyucian terhadap wilayah tersebut?"
Terkadang, iblis memang menguasai suatu tempat yang dekat dengan manusia atau bahkan di tempat yang ada manusianya. Biasanya, orang-orang akan melakukan pengusiran atau memanggil pihak kuil untuk meminta supaya tempat tersebut disucikan. Namun dalam kasus tertentu, iblis-iblis itu akan dibiarkan selama tidak mengganggu.
Hanya saja, ini adalah wilayah istana. Rasanya aneh jika membiarkan ada iblis yang bersemayam di istana.
Ekspresi Elias berubah muram. "Karena tempat itu adalah penjara." Mata Axelle melebar saat mendengarnya. "Setidaknya, dulu. Sejak mendiang Raja Rexton IV naik takhta, penjara itu sudah tidak digunakan lagi karena terlalu… kejam."
Entah Axelle harus lega atau tidak. Karena walau bagaimanapun, itu artinya para tahanan yang menghuni penjara tersebut harus menghadapi iblis. Tidak ada yang tahu apa yang bisa iblis lakukan pada orang-orang malang tersebut.
"Dulu…" ulang Axelle.
Raja Rexton IV memang terkenal dengan welas asihnya. Raja yang baik hati, bahkan pada para tahanannya.
Tapi bagaimana dengan Raja Rexton V? Apakah dia memiliki kebaikan hati mendiang ayah Axelle, mengingat Raja Rexton V tega merebut takhta dengan fitnah kotor itu?
Raja tidak mungkin mengurung anak perempuan 10 tahun di sana, kan? pikir Axelle cemas.