Chereads / No Past and No Future / Chapter 4 - Telah Ditemukan (2)

Chapter 4 - Telah Ditemukan (2)

Axelle tidak berpikir panjang saat berusaha menyelamatkan Rheannon. Akibatnya sekarang, dia mendapat banyak masalah.

Cara menyusupkan dokter ke dalam kastilnya. Menghubungi Duke Colton yang tinggal di duchy-nya yang menyeramkan. Belum lagi kebutuhan tambahan seorang wanita bangsawan yang sama sekali tidak Axelle tahu-menahu.

Lalu, yang terpenting, dan baru diingatnya sekarang adalah, fakta jika Axelle lupa menutup pintu menara dan dia meninggalkan lampu apinya di sana kemarin.

"Saya bisa ke sana dan membersihkan TKP-nya, Pangeran," tawar salah seorang kesatrianya.

"Jangan ke sana!" cegah Axelle cepat. "Percayalah, Sir, tempat itu bukanlah tempat yang baik. Tidak semua orang bisa keluar dan masuk dengan mudah."

"Tapi Pangeran kembali dengan selamat."

Axelle tercenung sesaat. Benar apa kata kesatrianya. Kemarin itu bagaimana bisa aku kembali dengan selamat? pikir Axelle. "Yah, pokoknya jangan ke sana. Yang kemarin itu mungkin aku sedang beruntung. Lebih baik sekarang kita fokus memanggil dokter dan menghubungi Duke Colton."

"Baik, Pangeran."

Harapan Axelle saat ini adalah Duke Colton bisa bertemu Rheannon sebelum istana tahu mereka kehilangan seorang tahanan.

Dokter yang Axelle panggil tiba saat siang. Tepat saat Rheannon terbatuk-batuk hebat karena tersedak.

"Apa yang baru saja Putri makan?"

"Baru sesuap bubur, Dokter."

Setelah Rheannon tenang, dokter tersebut menatap Axelle tajam. Maka Axelle pun mulai menjelaskan keadaan Rheannon.

Sang Dokter mengembuskan napas panjang di akhir penjelasan Axelle dan mulai dengan pekerjaannya tanpa banyak bertanya lagi.

"Malnutrisi, dehidrasi, hypersensitive, trauma, apalagi yang bisa saya katakan?" kata dokter itu hampir-hampir berdecak. "Keadaan Putri sangat buruk. Tidak akan bisa kembali normal dalam waktu sebulan dua bulan saja—Pangeran tahu itu, kan?"

Axelle mengangguk sedih. "Sepuluh tahun dikurung bukanlah waktu yang sebentar."

Sang Dokter melepas kacamatanya dan mengusap-usap wajahnya. "Perlu kesabaran dan ketelatenan dalam merawat Putri. Saya akan menuliskan segala sesuatunya agar Pangeran ingat. Lalu kalau bisa, saya ingin ke sini setidaknya dua minggu sekali."

"Terima kasih, Dokter. Maaf karena sudah merepotkan Anda."

"Bagaimana bisa Raja melakukan hal sekejam ini?"

"Saya juga menanyakan hal yang sama…"

Catatan untuk merawat Rheannon cukup panjang dilihat dari lamanya sang Dokter menulis. Sambil menulis, sesekali beliau juga mengucapkannya.

"Saat ini lebih baik memberi Putri bubur dulu saja—yang halus dan aromanya menggugah. Porsi makannya akan sedikit, tapi jangan memaksanya makan. Nanti lama-lama porsi makannya akan meningkat dengan sendirinya. Jika Putri tidak bisa atau sama sekali tidak mau makan, berikan susu hangat dengan madu—seteguk saja sudah tidak apa-apa…"

"Ajak Putri berjemur, tapi jangan dengan matahari langsung…"

"Latih suara Putri. Dimulai dengan menceritakan berita-berita terkini di luar sana atau apa yang terjadi selama beliau dikurung. Lalu mulai dengan mengucapkan huruf vocal…"

"Jangan mengagetkan Putri. Pelan-pelan dan hati-hatilah…"

"Itu saja dulu," kata dokter pada akhirnya sambil membereskan peralatannya. "Saya berharap Putri bisa segera sembuh, sungguh. Ada banyak hal yang ingin saya tanyakan untuk pemeriksaan lebih lanjut."

"Aku pun juga," kata Axelle.

Setelah dokter kembali, Axelle mengunjungi Rheannon. Dia duduk perlahan di samping wanita itu, membuatnya membuka matanya.

"Aku menghangatkan susu untuk Putri. Apakah Putri mau?" tawar Axelle.

Setelah mendapat anggukan dari Rheannon, Axelle membantunya duduk bersandar. Pelan-pelan dan hati-hati, ulang Axelle dalam hati.

"Mau ditambahkan madu?"

Kelihatannya Rheannon menyukai ide itu. Anggukan kepalanya terlihat bersemangat dan matanya berbinar.

Untungnya kali ini Rheannon tidak tersedak. Dan meskipun wanita itu terlihat menyukai susu hangat dengan madunya, nyatanya hanya setengah cangkir saja yang mampu dia habiskan. Meski begitu, Axelle sudah senang dan puas karenanya. Nanti Rheannon pasti bisa makan lebih banyak.

"Tidak apa-apa," kata Axelle sambil mengusap kepala Rheannon. "Setelah ini pasti akan lebih baik. Besok kita keluar dan melihat taman, ya?"

Kali ini, Rheannon menjawabnya dengan seulas senyum.

***

Duchy of Colton letaknya tidak jauh dari ibu kota kerajaan. Kira-kira hanya butuh dua hari perjalanan dengan kereta kuda atau setengah sampai satu hari dengan berkuda.

Dipimpin oleh Duke Ithel Colton, duchy ini merupakan pemasok utama senjata-senjata, terutama pedang, paling bagus yang bisa ditemukan di sepenjuru benua. Gang-gang di wilayah ini dipenuhi oleh para pengrajin pandai besi paling berbakat; para pria dengan otot-otot besar dan wajah bengis, para veteran perang yang sudah pernah berhadapan baik dengan manusia maupun iblis. Wilayah ini memang dipenuhi dengan orang-orang tak biasa.

Sehingga membuat beberapa orang ketakutan untuk pergi ke Duchy of Colton. Apalagi konon katanya, wilayah ini tidak hanya menjual senjata dan beberapa kerajinan batu permata saja. Sebut saja beberapa di antaranya adalah obat-obatan, jimat, benda-benda hitam untuk upacara terlarang, serta manusia.

Chas Colton tidak akan menyangkal hal itu. Wilayah yang dipimpin ayahnya memang sehitam namanya dan sehitam pekerjaannya.

"Apa yang kau lakukan di sini, Sir? Kalau Anda tersesat, mari saya antar ke pos keamanan," tegur Chas pada seseorang yang terlihat kebingungan di salah satu gang sempit bercabang wilayah yang dipimpin ayahnya.

Begitulah tugas Chas sehari-hari: menjaring orang-orang tersesat yang ketakutan atau orang-orang mencurigakan. Baginya sudah cukup rumor miring yang beredar tentang Duchy of Colton. Tolong orang-orang pengecut jangan menambahkan rumor lain yang jelek hanya karena mereka ketakutan.

Namun tampak, orang ini berbeda. Matanya, satu-satunya yang terlihat dari wajahnya, memicing tajam menatapnya. Tidak tampak takut dan membawa sejumlah keyakinan.

"Tuan Chas Colton?" kata orang itu.

"Ya?"

"Saya utusan dari Pangeran Axelle Rexton," katanya berbisik sambil menyelipkan sepucuk surat di balik jubah Chas. "Mohon sampaikan pada Duke Colton."

"Apa? Hei—"

Orang asing itu keburu melesat pergi.

Sepucuk surat dari sang Pangeran Terbuang. Terlebih lagi, surat itu disegel dengan cap kerajaan mendiang Raja Rexton IV.

"Ini adalah sebuah kejutan," komentar Duke Colton begitu Chas menyampaikan surat tersebut.

"Apakah akhirnya Pangeran Axelle berniat untuk mengklaim takhtanya?" tanya Chas sangsi. Dia belum pernah bertemu dengan sang Pangeran Terbuang sebelumnya, jadi dia tidak bisa berkomentar banyak. Hanya saja, melihat tidak adanya pergerakan dari Axelle selama hampir sepuluh tahun ini, membuat Chas memberikan nilai negatif pada sang Pangeran Terbuang.

Orang tanpa ambisi. Orang yang ingin hidupnya tenang-tenang saja.

Ini bukan soal menjadi raja. Ini soal mengembalikan apa yang seharusnya ada dan terjadi. Lagi pula Chas yakin kerajaan Rexton akan jauh lebih baik dibawah kepemimpinan Axelle daripada raja saat ini.

"Kau tahu jelas Pangeran Axelle tidak tertarik pada kekuasaan dan pertumpahan darah, Chas. Dia memang dididik seperti itu, hanya sebagai penopang kakaknya kelak," kata Duke Colton bijaksana.

Diam-diam Chas mendengus. Dia sudah akan beranjak dari ruang kerja ayahnya, memberi beliau privasi selagi membaca surat tersebut, sampai tiba-tiba beliau terkesiap.

"Ada apa?" tanya Chas segera.

"Ini…" Tangan Duke Colton gemetar. Dia menatap anaknya serius kemudian. "Rhea telah ditemukan."

"Apa?!"

[Kepada

Duke Ithel Colton,

Saya telah menemukan Putri Rheannon Whitley. Sebagai bukti, berikut saya sertakan sejumput rambut Putri. Keadaannya saat ini tidak baik, tapi saya sedang berusaha. Besar harapan saya supaya Duke Colton dapat menemuinya di kastil saya—tentunya, secara diam-diam. Mohon bakar surat ini beserta rambut Putri setelah Duke Colton membacanya.

Terima kasih atas perhatiannya.

Tertanda,

Axelle Rexton]

Surat yang singkat dan jelas ditulis dengan terburu-buru. Sudah pasti ini urusan mendesak.

"Secara diam-diam…" ulang Chas. "Itu artinya Rhea ada di tangan Pangeran Axelle saat ini dan istana tidak mengetahuinya."

"Atau belum," sahut Duke Colton. "Tapi kau tahu bukan itu masalahnya saat ini."

Chas mengangguk paham.

Apa alasan seorang pangeran mau repot-repot menyelamatkan seorang tahanan istana? Menemukan Rheannon pasti sulit, karena Duke Colton yang sudah mencari dan mencoba menyelamatkannya selama hampir sepuluh tahun ini saja tidak berhasil.

"Mari berharap ini bukan jebakan. Kita akan menyusun rencana untuk masuk ke kastil tempat tinggal Pangeran Axelle," putus Duke Colton. "Jika ini jebakan, maka tidak ada pilihan lain."

"Ya." Chas mengepalkan tangannya. "Baik."

Rheannon, cintanya yang telah lama menghilang…