"Aneh banget gak si, kenapa anak beasiswa makannya kampungan gitu?" Cesa tampak bergidik ilfeel melihat cara makan Anna yang berbeda dari siswa pada umumnya.
Lean tertarik dan mengikuti pandangan Cesa. Ia melihat gadis cukup familiar sedang makan sambil tertawa bersama teman sebangkunya. Beberapa hari yang lalu anak itu masuk ke ruang musik secara tiba-tiba. Penampilannya memang agak culun, tetapi bila dilihat terus-menerus malah kelihatan cantik.
"Lho, bukannya itu yang jadi partner lo Jun?" tanya Laim memastikan.
"Iya," jawab Juna tanpa menoleh.
Lean dan Liam saling menatap. Bagaimana Juna bisa tahu, sementara dia belum melihatnya atau memang sudah melihat secara diam-diam sebelum Lean dan Liam bertanya.
"Denger-denger anaknya emang pinter si," imbuh Cesa. Meski tak suka dengan gaya cewek bernama Anna. Akan tetapi, ia cukup kagum setelah mengetahui ada anak kelas satu yang diikuti sertakan dalam olimpiade tingkat nasional.
"Kalau gak pinter gak mungkin diikuti sertakan olimpiade dong Ces," debat Lean. Di antara ratusan siswa Guaradana mereka berempatlah yang tidak percaya dengan rumor bahwa Anna tengah hamil. Mereka tahu Anna sedang bermasalah dengan Dewa dan paham siapa yang menciptakan skandal tersebut.
"Bener kata Lean, Bu Angel bukan tipe yang sembarangan milih peserta buat olimpiade. Apalagi jika menang bakal ke tahap internasional kan." Liam ikut nimbrung. Meski sudah hampir setahun di kelas unggulan, ia belum juga ada pengalaman jadi peserta.
"Sayang, gue cuma pernah satu kali," kata Lean so dramatis. Padahal ia adalah salah satu orang yang beruntung bisa berangkat ke luar negeri beberapa bulan lalu.
"Lo enak pernah. Gue gagal mulu," sahut Liam.
"Kalau dia pinter gitu, kenapa masih belum dipindahkan ke kelas unggulan?" Seharusnya memang Anna bagian dari kelas unggulan. Cesa sendiri pun cukup kesulitan masuk kelas unggulan, nilainya sering naik turun. Tetapi saat sudah berhasil masuk, Cesa tidak menyia-nyiakannya. Tiap malam ia tak pernah melewatkan waktu belajar. Jika ia lengah dan nilainya anjlok maka siap-siap akan dipindahkan ke kelas biasa kembali.
Kelas unggulan disitimewakan oleh sekolah dari siswa biasa. Mereka punya kamar mandi khusus kelas unggulan. Punya ruang musik dan ruang olahraga dengan fasilitas mewah. Tak hanya itu, mereka juga punya perpustakaan eksklusif dengan suasana amat tentram.
"Semester baru, dia kan anak baru," jawab Juna tanpa diduga.
"Eh, si Dewa datang." Lean melotot lebar melihat apa yang terjadi di sebgang sana.
"Jun, lo gak ada niatan bantuin si Anna dari si Dewa? Takutnya tuh anak kena mental sama si Dewa terus malah gak bisa ikut olimpiade nanti."
"Bukan urusan gue." Juna tampak tak acuh. Ia masih menikmati makan siangnya dengan tenang.
***
"Lo pikir lo ini siapa?"
"Cukup ganggu gue!" Anna sudah mulai kesal. Tak seharusnya Dewa menuangkan saos pada makanannya.
"Wah lo sembarangan banget nyiram Dewa seenaknya," cibir Digo. Di antara ratusan siswi Guaradana, Anna lah yang paling berani dan lancang.
Claudia sudah gemetar ketakutan saat matanya berserobok dengan Dewa. Kehadiran mereka bertiga membuat Caludia dan Anna sama-sama terkejut.
"Anna, dan Kak Dewa kalian disuruh menghadap BK," kata seorang siswa yang tiba-tiba nimbrung.
"Hah?" Anna kaget.
***
"Kamu yang namanya Anna?"
"Iya Pak." Anna melihat sekilas lalu menunduk kembali.
Pak Natta meminta Anna dan Dewa untuk duduk. Ini sudah kesekiankalinya bagi Dewa masuk ke ruang BK dan bertemu dengan Pak Natta, sampai Pak Natta sudah bosan melihat wajah anak itu.
"Sudah berapa bulan usia kandungan kamu?" tanya Pak Natta membuat Anna sangat kaget.
"Hah?"
Dewa langsung menyembuhkan tawanya. Tak disangka rumor kehamilan yang ia buat ternyata sampai ke telinga Pak Natta. Ini hal yang bagus, biar Anna segera dikeluarkan dari sekolah.
"Dewa diam!" sentak Pak Natta.
"Maaf Pak, pemberitaan mengenai kehamilan saya itu tidak benar." Anna membantah. Karena rumor itu, namanya Benar-benar jadi jelek.
"Akui saja, kan calon bapak anak kamu ada di sini." Pak Natta melihat ke arah Dewa yang sedang menyimak dengan malas.
"Maksud bapak?" Keda alis Anna terangkat.
"Lho, Dewa kan yang sudah menghamili kamu?"
"APA!" Serempak Anna dan Dewa secara bersamaan.
"Jangan ngomong sembarangan ya Pak! Saya gak menghamili dia!" Dewa menunjuk wajah Anna.
"Tidak usah mengelak lagi Dewa. Setelah ini saya akan menelepon Pak Amartha dan pernikahan kalian akan di laksanakan. Oh iya, jika begini kalian berdua akan dikeluarkan dari sekolah."
"Kalian sudah sangat memberi citra buruk pada nama sekolah. Meski kami selalu menjaga agar cerita buruk tak sampai ke telinga masyarakat luar. Namun rasanya sulit untuk skandal ini." Dewa salah jika ingin terus bermain-main dengan pihak sekolah. Meski Dewa adalah anak dari pemilik Guarada school. Akan tetapi, Pak Natta selaku BK tak segan bertindak tegas pada anak itu.
"Pak saya gak hamil. Jangan keluarkan saya." Anna membela diri. Gawat saja jika benar-benar akan dikeluarkan. Ini bukan kesalahannya, ia hanya difitnah.
"Apa-apaan sih! Heh, jangan seenaknya aja mau nikahin saya sama dia! Lagian dia emang gak hamil." Akhirnya Dewa angkat bicara.
"Kenapa sekarang malah membela Anna? Bukankah kamu orang pertama yang menyebarkan rumor kehamilannya?" Pak Natta menatap lekat wajah Dewa yang terlihat kesal.
Dewa mengembuskan napas. Terpakss ia harus menceritakan yang sebenarnya pada Pak Natta.
Sebelum mulutnya terbuka, Dewa tampak berpikir dua kali.
"Bukankah rumor ini baik? Pak Natta bilang bakal nikahin gue sama gadis itu yang otomatis berita ini akan sampai di telinga bokap?" batin Dewa. Ia tersenyum miring saat pikiran itu muncul.
"Yang sebenarnya ... saya memang telah menghamili dia Pak."
Demi apa pun, rasanya Anna ingin sekali memenggal kepala Dewa saat ini juga.
"Itu gak benar! Tolong jangan memperburuk suasana. Jawab jujur kalau gue itu gak hamil." Anna panik bukan main.
"Udahlah sayang. Kamu udah ketahuan bunting juga kan. Yang penting aku bakal tanggung jawab."
Bahasa Dewa yang tiba-tiba berubah membuat Anna marah.
"Tolong jangan buat gue dikeluarkan! Gue mohon! Jawab jujur kalau gue ngga hamil!"
Pak Natta justru tertegun mendengar pengakuan Dewa. Padahal ia hanya memancing Dewa untuk berkata sebenarnya dengan menakut-nakuti akan dinikahkan.
Dewa menarik Anna untuk duduk kembali.
"Tenang sayang tenang." Tangan Dewa langsung ditepis kasar oleh Anna.
"Pak! Bapak harus percaya sama saya. Saya gak hamil. Rumor itu bohong. Kak Dewa yang bikin ulah supaya saya dikeluarkan dari sekolah!" Anna memohon sambil menahan air matanya yang hampir jatuh.
Sementara Dewa, pria itu tampak santai.