Chereads / Bukan Cinderella(Guaradana) / Chapter 19 - Hari Penting Guaradana

Chapter 19 - Hari Penting Guaradana

Sudah tiga hari ponsel Anna masih berada di kamar Juna. Entahlah, sampai saat ini pemilik ponsel itu masih belum mencarinya ke sini.

Juna iseng membuka ponselnya. Tak disangka ternyata Anna tidak memberikan pasword dan dengan mudah Juna berselancar membuka tiap aplikasi. Pertama jempol Juna bergerak membuka galeri.

Bibir Juna secara diam-diam tersenyum tipis saat melihat foto-foto Anna yang terlihat imut.

"Juna! Jun!"

Saat mendengar suara sang ibu, Juna jadi tersadar apa yang telah ia lakukan. Secepatnya melempar ponsel Anna ke tempat tidur.

"Lagi ngapain si? Dari tadi dipanggil gak nyahut-nyahut." Bu Livia masuk begitu saja, sebab sedari tadi pemilik kamar tak membukakan pintu untuknya.

"Lagi main game, Mah."

"Main game mulu. Oh iya, Anna kehilangan posnelnya. Kamu ada lihat gak?"

"Tuh." Tunjuk Juna pada ponsel yang berada di tempat tidurnya.

Juna masih berpura-pura sibuk dengan game komputernya. Malas jika harus berdebat dengan sang ibu.

"Loh kok bisa ada di kamar kamu?" Nyonya Livia memicing curiga.

Juna menhela napas.

"Waktu itu ketinggalan, pas belajar bareng itu."

"Lah, terus kenapa baru ngasih tahu?" Sengaja Nyonya Livia terus menyerang. Ia hanya ingin menggoda sang anak.

"Salah sendiri gak nanya."

"Dasar! Sengaja ya kamu sembunyikan supaya Anna nyamperin kamu?"

"Paan si, Ma. Udah, Juna mau tidur." Juna mematikan komputernya dan segera melemparkan tubuhnya ke kasur. Ia menutup dirinya dengan selimut tak lupa juga menutup telinganya rapat-rapat.

"Ih dasar gengsian banget si," timpal Nyonya Livia. Dari kecil Juna tidak pernah berubah, selalu menyembunyikan perasaannya. Bahkan saat mendiang ayahnya tiada anak itu tampak biasa saja. Namun siapa yang tahu, bisa saja Juna adalah orang yang paling terpukul.

***

"Siapkan diri kamu untuk nanti malam." Tak akan menunggu lagi, Tuan Amartha akan mengumumpkan pada semuanya jika Dewa yang sudah pasti menjadi penerusnya. Nanti malam akan menjadi malam yang istimewa karena beberapa kolega dan kerabat kerja akan ikut hadir juga.

"Ini msih pagi, Pah." Dewa acuh tak acuh. Menyantap makannya dengan nikmat tanpa rasa peduli dengan apa yang ayahnya bahas.

"Dewaa!" Tuan Amartha menggeram. Anak itu tidak bisa diajak serius. Padahal malam nanti adalah hari yang penting.

"Iya-iya." Dewa mengangguki saja. Malas jika harus berdebat dengan pria itu.

"Papa gak mau kamu buat masalah di acara nanti malam. Sudah cukup kamu mempermainkan Papa dengan berpura-pura memghamili anak orang."

Dewa tertawa keras dalam hati. Tapi untungnya sang ayah tidak sampai jantungan.

"Cuma prank, Pah. Ga usah baperan. Tenang aja aku masih perjaka."

Tuan Amartha hanya bisa geleng-geleng dengan perbuatan Dewa. Entah kapan anak itu bisa berubah.

"Sesuai permintaan papa, kamu harus bawa pacar kamu ke acara ulang tahun Guaradana nanti malam."

Mendengar ucapan ayahnya barusan Dewa mendadak berhenti mengunyah. Tentu saja ia lupa, Dewa belum mempersiapkan semuanya. Bahkan ia belum mencari gadis bayaran untuk dibawa ke acara nanti malam.

"Kenapa diam?" Tuan Amarta menyipitkan matanya.

Tak berapa lama Tuan Amartha beralih pada istrinya yang baru bangun.

"Dewa berangkat dulu," ucap Dewa nyelonong begitu saja. Dari dulu, Dewa memang tidak suka dengan ibu tirinya. Dewa tahu siapa wanita itu, wanita bermuka dua yang licik.

***

Laudia sibuk memilih baju yang ada di ponselnya untuk acara nanti malam. Ini tahun pertama Laudia akan hadir ke acara ulang tahun Guaradana. Maka dari itu ia sangat antusias.

"Na, udah pilih baju belum buat nanti malam?" tanya Lauida tanpa menoleh pada Anna.

Sejak pagi memang banyak suara yang berkeliaran membicarakan Guaradana. Anna tidak tahu menahu jika malam ini adalah malam penting bagi Guaradana.

"Nanti malam? Emang ada apa?" Anna balik bertanya. Cewek itu menaruh buku-bukunya ke dalam laci. Kemudian beralih pada Laudia yang masih sibuk memainkan ponselnya.

"Ish, lo lupa ya? Entar malam itu acara ulang tahun sekolah kita," kata Laudia. Bibirnya mengulas senyum saat sudah mendapatkan gaun yang diinginkannya.  Ia segera memesan dan nanti sore dipastikan akan sudah tiba di depan rumahnya.

Pantas saja mereka semua begitu sibuk dan kegirangan. Ternyata akan ada pesta. Payahnya Anna tidak tahu apa-apa.  Lagi pula Anna tak berniat hadir, ada banyak tugas yang harus ia kerjakan. Ditambah lagi Anna khawatir akan mengecewakan Bu Angel bila ia tak bisa menjawab soal dengan sempurna di olimpiade nanti.

"Cih, dua upik abu lagi bacotin pesta nanti malam."  Olive menyambar. Anak itu kelihatan tidak suka dengan pembahasan yang tengah mereka bicarakan.

"Anna, Laudia, mending kalian itu gak usah datang deh. Ganggu suasana aja." Via berimbuh. Rasanya sial sekali harus satu kelas dengan Anna. Nama Anna sudah jelek sejak permasalahan dengan Dewa. Kelas mereka selalu dibicarakan gara-gara kehadiran Anna.

"Terserah kita dong! Lagian emang cuma kalian yang boleh datang ke sana. Semua murid Guaradana juga berhak hadir!" Debat Laudia.

"Anak beasiswa itu gak termasuk golongan kasta Guaradana. Nyadar diri deh kalian!" lontar Olive tak mau kalah.

Keburu emosi, Laudia langsung berdiri hendak menjambak Olive dan Via. Akan tetapi, Anna segera menahannya.

"Heh–"

"Udah, Cla." Kini Anna yang berdiri seperti orang menantang.

"Makasih yah atas hinaannya. Tapi kami tetep akan datang. Kami juga bagian dari Guaradana. Oh iya, anak beasiswa itu istimewa. Mereka punya otak dan akal!" pekik Anna tepat sasaran. Kedua cewek itu hanya bisa diam. Namun benar yang Anna katakan tadi, kepintaran Anna sangat berarti di sini, buktinya ia terpilih menjadi peserta olimpiade.

"Wah, hebat banget lo Na. Emang orang kayak mereka ga boleh di diemin."

***

Sepulang sekolah, Anna langsung mengobrak-abrik lemarinya. Ia mencari selembar kain yang sekiranya cocok untuk dipakai nanti malam. Namun ternyata tidak ada satu pun baju yang terlihat bagus dan indah. Yang ada hanya kaos, kemeja dan celana pendek.

"Gimana gue bisa datang ke acara nanti malam, gue gak punya baju bagus." Anna mengeluh. Duduk di sisi ranjang sembari merenung. Memang semesta tak mengizinkan untuk ia bisa datang ke sana.

"Ah, udahlah. Tahun depan masih bisa datang." Pasarah Anna. Ia kembali merapikan bajunya ke dalam lemari. Sesudah ini ia akan belajar. Banyak belajar bisa membuatnya sedikit melupakan malam ini barangkali.

"Anna!"

"Anna!" ulang Rita dengan suara lebih keras.

"Iya, Bu?" Anna segera mendatangi wanita itu.

***

Tak ada yang bisa Anna lakukan selain menuruti perintah dari ibu tirinya itu. Seharusnya Rita yang pergi ke rumah Nyonya Livia untuk mengerjakan pekerjaannya, bukan malah menyuruh Anna. Wanita itu sudah sepakat, jika malam minggu Anna akan mendapatkan waktu belajarnya. Namun, malah Rita yang mengingkari kesepakatan mereka.

Saat ini Anna sedang membuat kelepon. Nyonya Livia belum pernah merasakan kue yang terbuat dari tepung ketan itu. Katanya dia penasaran dan meminta Anna untuk membuatnya.

"Menurut Anna, bikin kelepon adalah hal yang paling gampang. Hanya tinggal menambahkan gula aren terus di bualat-bukat kayak gini." Anna mempraktekannya setelah menambahkan gula aren lalu di bulat-bulat seperti cilok.

Setelah selesai membulat-bulat. Anna memasukan kumpulan kelepon itu ke dalam air mendidih.

"Kalau sudah mengapung, tandanya sudah matang," kata Anna yang kemudian meniriskan kue tersebut ke wadah yang baru.

Tangan Anna bergerak cekatan mengambil kelapa yang sudah diparut. Tak lupa ia sedikit menambahkan garam.

"Tambahkan parutan kelapa dan jadi deh," ujar Anna final setelah menggulingkan kelepon tersebut pada parutan kelapa.

"Wah hebat. Ini sih saya juga bisa buat." Nyonya Livia cekikikan.