Ngomong-ngomong di usia segini kok kamu bisa pandai banget masak?" Tak seperti Anna, Nyonya Livia tak begitu pandai membuat makanan. Dari kecil ia tak pernah menyentuh dapur, hidupnya selalu dilayani hingga akhirnya tidak ada minat untuk belajar memasak bersama ibunya dulu.
"Dulu, saya sering lihatin ibu masak terus diajarin sama beliau. Anna menjawab lugas. Meski dulu Anna terlahir sebagai anak dari orang yang berada. Akan tetapi, sang ibu begitu sederhana. Beliau tak pernah melewatkan membuat sarapan untuk ia dan ayah.
"Oh Rita yang ajarin kamu masak." Nyonya Livia mamggut-manggut.
"B–bukan, ibuku udah meninggal."
Cukup kaget dengan pengakuan Anna. Nyonya Livia pikir Rita adalah ibu kandung Anna. Pantas saja tidak ada kemiripan dari keduanya.
"Sorry, Na. Saya pikir Bu Rita itu ibu kandung kamu."
Anna hanya tersenyum tipis.
"Ini jam berapa ya?" celetuk wanita berkulit putih itu.
"Jam tujuh Nyonya."
"Hah, jam tujuh? Bukannya malam ini acara ulang tahun Guaradana?" Nyonya Livia gelagapan. Harusnya saat ini Juna sudah pergi ke acara tersebut. Keasikan masak, ia sampai lupa mengingatkan Juna.
"Bentar ya saya panggil Juna dul–" Baru saja ingin pergi ke kamar Juna. Anak itu sudah ada di belakangnya.
"Eh Juna. Kamu gak pergi ke acara ulang tahun sekolah kamu."
"Kamu juga, Anna. Apa kalian gak berniat pergi ke sana?" Anna dan Juna kelihatan santai padahal Nyonya Livia tahu pada saat ini acaranya sudah dimulai.
"Males Ma," jawab Juna singkat. Anak itu mengambil air putih untuk dibawa ke kamarnya.
"Kok males sih!" Sang ibu berdecak sebal.
"Kamu sendiri Na?"
"Habis ini saya pulang dan belajar.".
"Ah. Kalian ini. Pokoknya kalian harus pergi ke sana."
***
Tak disangka, Anna mendadak jadi princess malam ini. Nyonya Livia memaksa Anna untuk pergi ke acara ulah tahun sekolah lalu mendandaninya dengan gaun yang sangat indah tak lupa dengan sepatu kaca yang mungkin harganya selangit.
Ternyata Nyonya Livia sudah merencanakan ini semua. Ia menyiapkan semuanya untuk Anna dan Juna. Setelah dibandingkan mereka memang serasi.
"Ini gue gak mimpi kan? Gue gak mimpi?" Setelah sekian belas menit mendapat polesan make up dari Nyonya Livia. Anna berjalan ke luar untuk segera pergi dengan Juna.
Juna menunggu Anna di depan, tepatnya di depan rumah dengan mobil mewah yang sudah dipersiapkan.
"Kak Juna kelihatan tambah ganteng kalau pake kemeja. Dia keren banget." Anna memuji dalam hati. Ia tampak berdiri memandang Juna.
"Mau masuk gak? Bengong aja." Juna masuk lebih dulu.
"Ah, i–iya." Anna menggaruk tengkuk lehernya. Juna selalu terdengar dingin.
Mobil Juna melesat meninggalkan rumah. Membelah jalanan ibu kota dengan cepat. Mungkin anak itu takut jika acaranya keburu selesai dan mereka datang terlambat.
Setibanya di sana, semua pasang mata tertuju pada Anna dan Juna yang baru masuk. Acaranya melebihi ekspetasi Anna, lebih dari kata mewah dan megah. Anna sampai di buat menga-nga terus menerus.
"Itu si Juna kan?" ucap Lean. Meski memakai topeng, tetapi ia masih bisa mengenal anak itu.
"Sama siapa ya?" Yang menjadi pertanyaan mereka, siapa cewek di sebelah Juna. Bahkan setelah sekian lama berteman dengan Juna, mereka belum pernah melihat atau mendengar Juna memiliki gadis.
"Cakep banget ceweknya." Cesa akui gadis yang sekarang bersama Juna adalah gadis tercantik yang pernah ia lihat selama hidup bertahun-tahun di muka bumi ini.
"Itu Juna?" Liam yang baru datang terpukau dengan cewek yang dibawa Juna ke acara ini.
"Iya, itu temen kita. Sama cewek cakep."
"Harus disamperin nih!" Liam sangat penasaran dengan cewek itu lantas segera menghampiri Juna. Tak lupa Lean dan Cesa juga ikut.
Anna kebingungan, tak ada satu pun orang yang ia kenal di sini. Ia sibuk mengarahkan pandangannya, mencari keberadaan Laudia.
"Wih, bawak pacar lo Jun?" Liam menyapa.
"Bukan-bukan!" Anna segera menyanggah.
Juna tampak tak senang dengan pertanyaan teman-temannya lantas pria itu pergi menuju podium untuk menemui Tuan Amartha.
"Eh, mau ke mana Jun? Cewek lo ditinggal." Mereka bertiga kebingungan. Rasanya aneh saja cewek secantik itu diabaikan begitu saja.
"Maaf ya, gue nyusul kak Juna dulu." Anna segera berlari mengejar Juna.
"Kak Juna!" panggil Anna membuat Juna sadar jika Anna sedang mengikutinya.
"Lo Ngapiain ngikutin gue?"
"Tapi aku."
"Gak usah so kenal. Jauh-jauh sana," usir Juna dan kembali melanjutkan langkahnya.
"Hah?"
"Aneh banget si. Ke sininya juga bareng," keluhnya. Anna menunduk sendu, di tengah keramaian justru ia merasa sepi.
Kesedihan Anna hanya bertahan sementara. Cewek itu kembali bangkit dan melihat banyak makannya di sekelilingnya. Anna tak mau membuang kesempatan, tak mungkin melihat makanan selezat ini juga bukan di hari ini.
Anna pergi dari meja ke meja untuk mencoba makannya. Sesuai ekspetasi semua makannya terasa cocok di lidahnya.
Tak jauh dari Anna berdiri, ia melihat Laudia sedang sendirian dengan segelas minuman berwarna di tangannya.
"Itu Laudia? Untunglah ya Tuhan."
"Laudia!" panggil Anna seraya mendatangi gadis itu.
"Siapa ya?" Laudia melihat Anna dari bawah hingga atas. Namun ia masih tak mengenali cewek rersebut.
"Kok siapa, ini gue." Anna melebarkan senyumnya. Laudia terlihat semakin cantik dengan topeng pesta berbentuk merak itu.
"Sorry, lo salah orang. Gue gak kenal lo." Laudia merasa risih, hingga akhirnya memilih pergi meninggalkan Anna.
"Tapi ini gue temen lo. Eliana." Anna melirih. Hatinya semakin hampa. Anna lupa, malam ini ia tampak berbeda. Bukan lagi Anna si culun yang rambutnya selalu di kenang. Anna melihat dirinya sendiri, menjadi cantik hanya membuat dirinya asing.
Suara seseorang yang tengah berada di mimbar membuat semuanya tertuju. Dia adalah Tuan Amartha, salah satu orang terkaya di Asia Tenggara sekaligus pemilik resmi sekolah internasional yang bernama Guaradana.
Dengan lantang pria berusia sekitar 50 tahun lebih itu mengumumkan nama sang anak sebagai penerus tahtanya. Mungkin ini terlalu cepat, tetapi ada alasan mengapa Tuan Amrtha membuat pernyataannya sekarang. Ia hanya ingin dianggap serius oleh Dewa, keinginannya untuk menyerahkan semua yang dimilikinya adalah niat dan amanah sebelum ia menikah dengan istri keduanya.
"Oh jadi bener Kak Dewa bakal jadi pewaris Titian Group sama Guaradana. Ih gak cocok banget sama orang pecicilan kayak dia."
Anna dengan hidmat mendengar pidato Tuan Amartha yang sekarang sedang membahas Guaradana. Namun seketika pikirannya terlaihkan pada Dewa.
"Btw, cowok itu kok gak kelihatan ya?"
Tetiba beberapa orang meluncurkan kembang api ke angkasa. Anna dibuat kaget sekaligus terperanga melihat keindahan langit bertabur kembang api.