Chereads / Bukan Cinderella(Guaradana) / Chapter 14 - Masalah yang tak kunjung reda

Chapter 14 - Masalah yang tak kunjung reda

Anna berjalan dengan tatapan kosong setelah keluar dari ruang BK. Orang-orang yang menghantamnya dengan perkataan menyakitkan bahkan terabai begitu saja di telinganya.

Benar kata Caludia, Dewa memang patut untuk dihindari. Seharusnya ia tak membuat masalah menambah parah.

"Najis banget pake bawa-bawa Dewa!"

"Sumpah ya, dungu tuh orang!"

"Ngaca lah woi! Mana mungkin Dewa kayak gitu!"

"Jalang ya jalang aja!"

"Pasti ya kejadiannya itu Dewa dijebak sama dia deh."

Perlahan Anna menghela napasnya. Kenapa hanya dirinya yang disalahkan? Kenapa hanya ia yang dihujat? Sekolah ini tidak adil, mereka tidak bisa membuktikan kebenaran yang sebenarnya. Mereka tidak jeli dalam menyelidiki peristiwa. Sudah jelas-jelas Dewa itu berbohong. Akan tetapi, kenapa Pak Natta begitu saja percaya, kenapa seperti berpihak pada Dewa. Pikiran Anna seketika menjadi riuh.

Saat Anna hendak menaiki tangga, ia berpapasan dengan Cleo. Anak itu tampak mentertawakannya.

Lagi-lagi Anna sangat bodoh. Ia terlalu percaya pada orang yang pada nyatanya manusia bisa berubah kapan saja. Sudah jelas-jelas Cleo bilang "Tidak ada yang bisa dipercaya di sini" yang artinya ia juga tidak boleh percaya pada Cleo.

Mungkin saja jika bukan karena Cleo meletakkan pakaian dalam milik Anna ke loker Dewa, masalah sebesar ini tidak akan terjadi. Namun apa boleh buat, ia sudah diperdaya.

"Kasian banget, dramanya belum selesai." Cleo menyindir tepat saat Anna lewat.

Anna mematung. Berhenti sejenak dan membalikan badannya.

"Bukannya ini yang lo mau?" kata Anna sudah tak tahan.

Cleo ikut berbalik.

"Jika bukan karena ulah lo, gue gak mungkin dapat masalah. Gue gak mungkin bisa berurusan sama senior sialan itu!" Tangan Anna meremas sisi roknya dengan kuat.

"Anggap aja itu sebagai balasan, karena dulu gue pernah bantuin lo. Lagian cuma iseng. Sekolah ini terlalu membosankan kalau gak ada masalah. Muka-muka kayak lo itu emang pantes dapat kesialan," cicit Cleo sambil meletakkan kedua tangannya di depan dada.

"Iseng? Keisengan lo ini membawa petaka buat hidup orang. Kok ada orang yang mengerikan kayak lo ya. Thanks, ya. Karena kelakuan lo gue jadi tahu sekolah ini punya citra buruk juga," tutur Anna final. Ia melanjutkan langkahnya, meninggalkan cewek itu di ujung tangga.

***

Anna menghabiskan waktu istirahatnya pergi ke rooftop. Di sini cukup membuatnya tenang. Tak ada suara-suara yang menyesakan dada.

Sudah tak bisa menahan segala kesedihannya, pada akhirnya Anna pun menangis.

Anna terisak sepuasnya. Setelah cukup lama menguras air mata, ia membuka kedua tangannya yang menutup wajah. Menghapus kembali air matanya.

"Heh!" Kaget Anna saat melihat seorang pria tengah berdiri di sampingnya.

"Kak Prince?" Entah sejak kapan pria itu berada di sini. Anna sungguh malu.

"Ikuti aja permainannya Dewa. Gak usah khawatir, bentar lagi badai akan reda." Prince berujar tanpa melihat ke arah Anna. Meski tak terlalu dekat dengan Dewa, tapi Prince yakin Dewa tidak akan bermain terlalu jauh dalam masalah ini.

"Apa benar yang dia katakan?" Anna membatin. Semoga saja ada keajaiban yang membuat Dewa segera jujur pada masalahnya.

Pandangan Prince lurus ke depan, melihat langit berwarna biru cerah. Kemudian merogoh saku celananya.

"Nih coklat. Katanya coklat bisa balikin mood."

Anna tertegun. Jantungnya berirama begitu cepat.

"M–makasih," ucap Anna seraya menerima coklat itu.

"Btw, gue salut sama lo." Prince kembali mengalihkan pandangannya dari Anna.

"Salut kenapa?" Anna sesekali mencuri pandang pada pria itu. Wajahnya teduh membuat hati Anna jadi sejuk.

"Lo adalah satu-satunya orang yang berani menentang Dewa." Sejak melihat Anna untuk yang pertamakalinya  ia kagum dengan cewek itu. Menurutnya Anna ini sungguh unik, berbeda dari siswi yang lainnya.

"Hah?"

"Sepatu lo masih ada di rumahnya Dewa. Mungkin Dewa lupa buat cari pemilik sepatu itu, haha." Prince membuat kedua mata Anna melebar. Mungkin anak itu kaget, kenapa sampai bisa Prince tahu.

"Bentar lagi masuk, gue duluan ya."

Saat baru beberapa melangkahkan kakinya, Prince terhenti. Ia kembali menghampiri Anna.

"Kalau senyum, lo tambah cantik." Tangan Prince bergerak mengusap kepala Anna, membuat Anna jadi cengo mendadak.

***

Tidak ada dalam benaknya jika Bu Angel akan memberhentikannya sebagai peserta olimpiade. Padahal waktunya satu minggu lagi.

Anna sangat bersedih hati, ia sungguh menginginkan ikut olimpiade, karena penting untuk prestasinya di sekolah dan juga untuk masa depannya nanti.

Setelah dari ruang guru, hati Anna benar-benar hampa. Tatapannya kosong melompong lalu langkahnya juga tak tentu arah. Anna kehilangan konsentrasi.

"Kak Juna." Hampir saja Anna menabrak Juna karena tidak fokus.

Juna tampak tak acuh, ia melewati Anna begitu saja.

"Kak!" panggil Anna dan segera mengejar Juna yang sekarang tengah berbalik padanya. Entah ini akan berhasil atau tidak, yang pasti Anna akan mencoba membujuk pria itu agar mau mencoba bernegosiasi kepada Bu Angel.

"Aku dikeluarkan jadi peserta olimpiade. Apa kak Juna bisa bantu buat bilang ke bu angel supaya aku tetep ikut. Olimpiade ini penting banget buat aku."

"Aku gak berniat ngeluh soal ini sama Kak Juna, tapi rumor aku hamil ini bohong."

"Apa kakak bisa bantuin–"

"Gue gak ada urusan sama drama lo." Sela Juna secepat mungkin. Ia melenggang tanpa pamit.

"Seharusnya gak aneh. Dia emang kayak gitu." Anna menatap nanar punggung Juna yang semakin mengecil.

"Bener, apa urusannya sampe dia mau bantuin masalah gue. Jelas-jelas hubungan kami hanya sebatas pelayan dan majikan, gak mungkin bisa jadi teman."

"Jangan berharap lebih, lo bukan siapa-siapa, An." Anna mengembuskan napas berat.

***

Plak!

"Kamu sudah benar-benar mempermalukan nama Guaradana dan Titian Group, Dewa!"

Dewa tertawa keras dalam hati. Inilah yang ia inginkan, melihat ayahnya sendiri malu.

"Kenapa harus sampai menghamili anak orang? Kamu masih sekolah! Papa tidak pernah mengajarkan kamu untuk jadi anak brengsek seperti ini!"

"Loh, harusnya papa senang dong. Dengan adanya pemberitaan ini Dewa gak akan dicap gay lagi. Papa percaya kan kalau Dewa ini normal. Buktinya Dewa berhasil buat anak orang jadi ham–"

Plak!

"Gak ada hak Papa mukul Dewa! Apa papa lupa, Papa juga brengsek? Aku ini anak Papa jadi wajar bila sama sama brengsek!"

Harusnya pria paruh baya itu sadar, dia juga laki-laki bajingan. Dia meninggalkan wanita yang butuh perawatan kejiwaan setelah mendapatkan apa yang ia inginkan begitu saja. Dia mencampakan wanita itu layaknya sampah. Bahkan memisahkan wanita itu dari anaknya tanpa ada rasa iba di hatinya. Dan sekarang anaknya yang akan membalas perbuatan Amartha. Tak peduli jika dia adalah ayahnya sendiri.

"Dewa!" bentak Tuan Amartha. Rahangnya terlihat mengeras menahan emosi.

"Kenapa? Papa marah? Cih!"

Tuan Amartha mencoba menahan amarahnya. Saat ini bukan waktunya untuk bertengkar dengan anak itu.

"Sebelum sekolah mengeluarkan kamu, papa akan kirim kamu ke luar negeri." Putus Tuan Amartha.

"Papa nyuruh aku lari dari tanggungjawab? Gimana sama nasib cewek yang lagi hamil itu?"

"Wah! Ini sudah membuktikan bahwa papa emang laki-laki bajingan!"