Dari jauh, Rafa memperhatikan Flora sedang bersama dengan teman-temannya yang lain di depan kelas. Sekarang tugas Rafa saat bel istirahat berbunyi adalah mencari Flora dan memperhatikannya dari jauh. Hanya dengan seperti ini saja sudah bisa membuat Rafa menjadi sangat bahagia.
Billy yang baru saja dari taman belakang, berdiri di samping Rafa dan melihat ke arah pandang sahabatnya itu. Billy geleng-geleng kepala saat melihat Rafa terus saja memperhatikan Flora.
"Kalo suka itu tembak, jangan beraninya ngelihat dari jauh terus. Cemen banget," kata Billy menyindir Rafa.
Rafa mengalihkan pandangannya ke arah Billy dan menjitak kepalanya. "Nggak semudah itu. Gue nggak bisa main tembak dia gitu aja."
"Kenapa nggak bisa?" tantang Billy. "Gue rasa sekarang dia itu udah mulai suka sama lo. Dan gue yakin sekarang dia butuh kepastian dari lo. Cepat tembak atau lo nggak akan pernah bisa dapatin dia."
"Lo yakin?" tanya Rafa tidak percaya. Sebenarnya sudah dari lama Rafa ingin mengutarakan perasaannya kepada Flora. Tetapi Rafa tidak pernah berani melakukannya.
"Cewek itu butuh kepastian, Raf. Nggak bisa di gantung terus menerus seperti itu."
Rafa mengiyakan ucapan Billy dalam hati. Rafa juga merasa hubungannya dan Flora sekarang jauh lebih dekat. Sepertinya Rafa memang harus segera menyatakan perasaannya kepada Flora. Sebelum ia terlambat tentunya.
Tanpa mengatakan apapun lagi kepada Billy, Rafa segera melangkahkan kakinya mendekati Flora. Sekarang yang ada di pikiran Rafa adalah, jika ia tidak menyatakan perasaannya kepada Flora, lalu kapan lagi? Sampai kapan ia menunggu waktu yang tepat untuk menyatakan perasaannya itu.
"Flo."
Flora yang sedang tertawa bersama teman sekelasnya seketika menatap Rafa dan mengehentikan tawanya. Flora berdiri dari duduknya dan mendekati Rafa yang berdiri tidak jauh dari tempatnya semula.
"Kenapa, Raf?" tanya Flora.
Nafas Rafa memburu. Ia menatap ke sekelilingnya, ada beberapa orang yang melihat ke arahnya dan Flora. Kata-kata yang sudah ada di ujung lidahnya, seketika hilang. Sekarang Rafa sudah tidak memiliki keberanian untuk menyatakan perasaannya kepada Flora. Rafa takut jika Flora tidak mau menerimanya dan semua orang akan menyaksikan itu. Betapa malunya Rafa jika hal itu sampai terjadi.
"Raf?" panggil Flora saat tidak ada jawaban dari Rafa. "Kenapa, sih? Kok diam?"
Rafa mengalihkan pandangannya sejenak dan dan menarik nafas sebanyak-banyaknya. Tidak ada yang bisa menjamin Flora akan menerimanya. Rasanya Rafa tidak siap jika ia di permalukan di hadapan banyak orang seperti ini.
Rafa menelan salivanya susah payah dan kembali menatap Flora. Rafa menggaruk rambutnya yang tidak gatal. "Gue mau ngajak lo pulang bareng. Lo mau, kan?"
Flora mengernyitkan keningnya menatap Rafa. Seperti apa yang berbeda dari lelaki itu. Flora merasa bukan ini yang ingin Rafa katakan kepadanya.
"M..mau, sih," kata Flora gugup.
Rafa tersenyum manis. "Yaudah kalo gitu gue balik ke kelas dulu. Sampai jumpa di parkiran pas pulang sekolah."
"I...ya, sampai jumpa, Raf."
Dengan perasaan tak enak, Rafa membalikkan badannya dan melangkahkan kakinya pergi dari hadapan Flora. Flora sendiri merasa ada yang aneh dari Rafa. Jika hanya ingin menyampaikan itu, mengapa Rafa tidak mengirimkan pesan saja kepadanya. Daripada lelaki itu harus datang ke kelasnya, hanya untuk mengatakan hal itu saja.
Sementara Billy yang melihat pergerakan Rafa pun mengepalkan tangannya dengan gemas. Rafa seperti orang yang baru saja merasakan jatuh cinta. Tingkah sahabatnya itu sangat konyol sekali.
"Kesempatan udah di depan mata, dan lo masih nggak berani. Otak lo taro dimana, sih," ketus Billy gregetan sendiri.
"Lo nggak lihat banyak orang disana yang ngelihat ke arah gue sama Flora. Mau di taro dimana muka, gue kalo Flora nolak. Gue nggak siap nanggung malu," kata Rafa dengan penuh penekanan.
"Lo kalo masih takut di tolak, mending nggak usah nembak, deh. Cupu banget jadi cowok."
"Jadi. Tapi nanti pulang sekolah. Tenang aja," kata Rafa dengan sangat yakin.
***
"Pulang sama siapa, Flo?"
Flora yang sedang membereskan buku-bukunya dan memasukkannya ke dalam tasnya pun menjawab pertanyaan Luna itu, "Sama Rafa."
"Kok bisa?" Luna menaikkan sebelah alisnya ke atas.
"Ya bisa. Tapi pas istirahat dia nyamperin gue. Trus ngajak pulang bareng. Karena gue ngerasa nggak ada salahnya buat pulang sama dia. Yaudah, gue iyain aja," kata Flora santai.
Luna tersenyum menggoda. Ntah mengapa Luna ingin menanyakan soal ini kepada Flora. "Kalo misalnya Rafa ngajak lo pacaran. Gimana?"
Flora terdiam mendengar ucapan Luna itu untuk beberapa saat. Rasanya untuk sekarang Rafa tidak mungkin melakukan itu. "Nggak akan dia mau ngajak gue pacaran sekarang. Aneh banget pertanyaan lo."
"Kan misalnya. Bisa jadi sekarang dia mau nembak lo. Makanya dia ngajak lo pulang bareng."
Flora menggelengkan kepalanya. Flora tidak akan terpengaruh dengan ucapan Luna itu. Tidak ada tanda-tanda jika Rafa akan menembaknya.
"Lo halu. Benar-benar halu, sih," kata Flora sembari berdiri dari duduknya. "Gue cabut duluan."
Flora pun keluar dari kelasnya dan menghampiri Rafa yang sudah duduk di motornya. Lelaki itu pasti sudah menunggunya dari tadi.
"Kok lama?" tanya Rafa sembari menyodorkan helmnya kepada Flora.
"Di ajak ngobrol dulu sama Luna." Flora menerima helm itu dan memasangnya di kepalanya. "Yuk, pulang."
Flora pun duduk di belakang Rafa dan memegang pundak lelaki itu. Rafa menjalankan motornya keluar dari pekarangan sekolah dan menuju sebuah taman yang akan menjadi tempat ia menyatakan perasaannya kepada Flora.
Selang beberapa lama, Rafa mengehentikan motornya di taman. Salsha mengernyitkan keningnya saat Rafa berhenti di taman ini. Flora berfikir jika Rafa akan langsung membawanya pulang.
"Kok kesini?" tanya Flora merasa aneh.
"Disini dulu, ya. Ada sesuatu yang mau gue bicarain sama lo," kata Rafa.
Flora pun turun dari motor Rafa dan membuka helmnya. Flora hyga memberikan helm itu kepada Rafa. Rafa dan Flora berjalan beriringan masuk ke dalam taman dan mencari kursi yang kosong.
"Kita duduk di sana."
Rafa memilih tempat yang berada di bawah pohon besar. Jadi, suasananya tidak terlalu panas. Flora sendiri bingung dengan apa yang akan Rafa katakan kepadanya. Flora tidak bisa menebak apa yang akan Rafa katakan itu.
"Lo mau ngomong apa sih?" tanya Flora. "Kenapa ngomongnya nggak di sekolah aja pas tadi istirahat?"
Rafa menggaruk tengkuknya dan tersenyum malu. "Gue mau kalo harus ngomong disana."
"Emang lo mau ngomong apa?"
Rafa menghela nafas panjangnya. Sekarang adalah saat yang tepat untuk menyatakan perasaannya kepada Flora. Rafa siap menerima apapun jawaban dari Flora nantinya. Yang ada di pikiran Rafa sekarang, saat ia menyatakan perasaannya kepada Flora, gadis itu aka menerimanya. Dan mereka akan resmi menjadi sepasang kekasih setelah ini.
Dengan satu tarikan nafas, Rafa berkata, "Gue suka sama lo, Flo!"