Diva menemui Rafa yang sedang berada di warung kopi yang tidak jauh dari tempat mereka karaokean tadi. Ia memang tahu jika Rafa sering mengunjungi tempat ini. Ia memang tidak menyukai kedekatan Rafa dan Flora. Tetapi ia juga tidak mau membiarkan Flora pulang sendiri.
"Rafa," panggil Diva sembari duduk di samping lelaki itu.
Rafa mengalihkan pandangannya dan mengernyitkan keningnya menatap Diva. Apa yang gadis itu lakukan di sampingnya. "Kenapa?"
"Lo nggak sibuk, kan?" tanya Diva berbasa-basi.
Seperti tahu apa yang ada di pikiran Diva, Rafa langsung berkata. "Lo mau gue anterin pulang? Yaudah ayo."
Rafa berdiri dari duduknya dan menarik tangan Diva. Tetapi Diva tidak bergerak dari duduknya. Diva tersenyum karena ternyata Rafa masih saja perhatian kepadanya.
"Bukan gue yang mau lo anterin pulang, tapi Flora."
"Flora?" Rafa mengernyitkan keningnya. "Flora bisa pulang sama Luna. Gue anterin lo pulang."
"Tapi rumah Flora beda arah sama rumah Luna. Makanya itu lo anterin Flora pulang, biar gue pulang sama Luna. Kasihan Flora pulang sendiri," kata Diva. "Lo mau, kan?"
Rafa mengalihkan pandangannya ke arah lain dan menghela nafasnya. Sebenarnya Rafa enggan mengantarkan Flora pulang, tetapi ia juga tidak akan bisa membiarkan gadis itu pulang sendiri.
"Gue tahu lo lagi ada masalah sama Flora. Tapi itu bukan alasan lo nggak mau nganterin dia pulang. Kasihan dia, Raf," kata Diva lagi. Kali ini ia akan memberikan Rafa dekat dengan Flora. Tetapi hanya kali ini saja, itupun karena terpaksa. "Lo mau gue bayar uang bensin lo. Gue bayar sekarang."
"Apaan sih, Div. Nggak perlu." Rafa menghela nafasnya lagi. "Yaudah iya, gue anterin dia pulang."
Diva tersenyum senang dan merangkul pundak Rafa. Rafa memang bisa di andalkan di segala situasi. Rafa selalu baik kepada siapapun. Itukah mengapa Diva bisa bertahan sahabatan dengannya.
"Gitu dong. Lo emang sahabat terbaik gue," seru Diva. "Kita nyamperin Flora sama Luna sekarang."
"Lo aja yang nyamperin dia, gue tunggu disini," kata Rafa.
Tidak ada pilihan lain selain menuruti apa yang Rafa katakan sebelum lelaki itu berubah pikiran. Tanpa mengatakan apapun lagi, Diva melangkahkan kakinya ke tempat Luna dan Flora berada. Sementara Rafa menunggu di parkiran motornya.
Tak lama, Flora datang dan berdiri di depan Rafa dengan wajah murungnya. Percayalah, Flora juga tidak ingin berada di posisi seperti ini. Apalagi saat Rafa tengah menjauhinya.
"Kalo lo nganterinnya terpaksa, nggak usah, Raf. Gue bisa pulang sendiri."
"Nggak ada yang terpaksa," kata Rafa tanpa menatap wajah Flora. "Naik."
"Gue nggak mau di anterin pulang sama orang yang bahkan nggak mau ngelihat gue. Lo nggak usah pura-pura lagi, Luna sama Diva udah balik. Mereka nggak akan tahu kalo gue pulang sendiri dan nggak di anterin sama lo. Kalopun mereka tanya, gue bakal bilang kalo lo anterin gue pulang. Jadi santai aja."
Flora membalikkan badannya dan hendak melangkah, tetapi Rafa menahan tangannya. Seperti yang sudah Rafa katakan, ia tidak mungkin membiarkan Flora pulang sendiri.
"Gue udah janji sama Diva buat nganterin lo pulang. Dan gue nggak mungkin ingkarin itu. Jadi lebih baik sekarang lo naik, biar gue anterin pulang."
Flora menghela nafasnya dan menuruti ucapan Rafa. Flora duduk di belakang Rafa dan memegang pundaknya tanpa di minta. Dan tanpa mengatakan apapun, Rafa menjalankan motornya membelah jalanan.
Tidak ada percakapan yang terjalin di antara keduanya. Rafa juga seakan tidak berniat untuk mengeluarkan suaranya dan mengatakan apapun kepada Flora. Sedangkan Flora tidak tahu harus bersikap seperti apa. Ia hanya ingin hubungannya dan Rafa baik-baik saja dan berteman seperti biasanya. Meskipun ia yakin, itu semua tidak akan mungkin terjadi.
Selang berapa lama, motor Rafa terhenti di depan rumah Flora. Flora turun dari atas motor Rafa dan berdiri di sampingnya. Raut wajah lelaki itu masih datar. Tidak seperti sebelum ada masalah di antara keduanya.
"Makasih ya, lo udah mau anterin gue pulang," kata Flora.
Rafa menganggukkan kepalanya pelan. "Iyaa."
"Kita nggak bisa temenan, ya?" tanya Flora tiba-tiba. "Gue tau kalo lo marah karena gue udah nolak lo, gue nggak bisa balas perasaan lo. Tapi emang nggak bisa kalo kita temanan bisa. Kayak lo sama Luna dan Diva."
Rafa mengusap rambutnya ke belakang dan menatap Flora. Rafa juga ingin seperti itu, tetapi bagaimana dengan perasaannya kepada gadis itu. Rafa akan sangat tertekan jika ia selalu berada di dekat Flora tanpa bisa memilikinya.
"Perasaan nggak bisa di paksa, Raf. Lagian gue juga baru putus sama Jefan. Gue nggak mungkin langsung pacaran sama orang lain gitu aja. Gue masih pengen sendiri," kata Flora lagi karena Rafa hanya diam saja.
"Lo tau kan, kalo gue suka sama lo sejak pertama kali gue lihat lo saat Mos. Cuma gue kalah cepat aja sama Jefan. Dan sekarang saat gue punya kesempatan buat dekat sama lo, buat bikin lo jadi pacar gue. Gue tetap nggak bisa," kata Rafa.
"Mungkin kita emang lebih cocok temenan. Kita nggak harus pacaran, Raf. Kita bisa dekat sebagai teman biasa."
"Gue nggak bisa, Flo," kata Rafa menolak. "Mungkin nanti, tapi nggak sekarang. Sekarang gue belum bisa temenan sama lo."
Rafa menatap Flora sekilas dan menjalankan motornya meninggalkan rumah Flora tanpa mengatakan apapun lagi. Flora hanya diam saja menatap kepergian Rafa dengan perasaan yang tidak bisa di artikan. Bahkan Rafa tidak tahu jika Flora juga pernah memperhatikan Rafa saat mereka baru saja masuk sekolah. Fakta itu masih terus Flora simpan dan tidak ada satu orangpun yang tahu.
Flora menghela nafas panjangnya dan melangkahkan kakinya masuk ke dalam rumah. Baru beberap langkah, ia terkejut saat melihat Jefan berada di teras rumahnya.
"Lo ngapain disini?" tanya Flora.
Jefan tersenyum manis dan berdiri dari duduknya. Sudah lebih dua jam ia menunggu Flora, dan baru sekarang ia bisa bertemu dengan gadis itu. "Darimana aja? Kok baru pulang?"
"Bukan urusan lo," kata Flora dengan ketus.
"Main sama Luna, ya?" tanya Jefan lagi. "Kata Mama, lo sering main sama Luna sekarang."
"Mama gue, bukan Mama lo," kata Flora sembari menyunggingkan senyum sinisnya. Ia sudah tidak mau berhubungan dengan Jefan lagi, lantas mengapa lelaki itu terus saja mengganggunya. "Lagian lo ngapain kesini, sih?"
"Mau ketemu sama lo," kata Jefan.
"Gue nggak mau ketemu sama lo. Jadi mending sekalian lo balik. Gue mau istirahat."
Flora ingin membuka pintu rumahnya, tetapi pintu itu di buka terlebih dahulu oleh Mama Flora. Diana, Mama Flora tersenyum menatap Jefan.
"Kamu darimana aja sih, sayang. Jefan udah nungguin kamu lama disini," kata Diana.
"Flora tadi pergi sama temen, Ma. Makanya baru pulang sekarang," kata Flora sembari menyalim tangan Mamanya.
"Yaudah sekarang kamu ganti baju, trus temenin Jefan. Kasihan dia nunggu kamu lama," kata Diana yang tidak bisa di ganggu gugat oleh Flora.