"Gue suka sama lo, Flo!"
Flora terkejut mendengar ucapan Rafa. Ia juga tidak berfikir sebelumnya jika Rafa akan menyatakan perasannya sekarang kepadanya. Ia menghela nafasnya, bingung harus merespon ucapan Rafa itu dengan bagaimana.
"Lo... Lo suka sama gue?" tanya Flora dengan gugup.
Rafa menganggukkan kepalanya dengan pasti. Seharusnya dari awal Rafa mendekati Flora, gadis itu sudah tahu tentang perasannya ini. Dan seharusnya itu bukan hal yang mengejutkan bagi Flora.
"Gue suka sama lo sejak pertama kita Mos. Lo ingat ada cowok yang nggak sengaja nabrak lo pas hari pertama itu.?" tanya Rafa.
Flora mengangguk kepalanya. Karena ia masih ingat jelas kejadian itu. "Iyaa."
"Itu gue, Flo," akui Rafa. "Gue sengaja nabrak lo waktu itu biar gue tahu nama lo siapa. Soalnya disitu gue udah suka sama lo. Tapi pas gue mau ngedeketin lo, lo malah dekat dan pacaran sama Jefan. Disitu gue milih mundur dan nunggu lo putus sama dia. Sampai kemaren, saat Luna dan Diva ngenalin lo sama gue, dan bilang kalo lo udah jomblo sekarang. Gue berniat buat ngedeketin lo. Dan sekarang, perasaan gue makin dalam sama lo, Flo. Gue sayang sama lo. Lo mau jadi pacar gue?"
Kata-kata yang Rafa katakan terakhir adalah kata-kata yang tidak ingin Flora dengar. Flora masih tidak siap dengan pertanyaan itu. Lagipula, Flora masih tidak ingin menjalin hubungan yang baru dengan orang lain, termasuk Rafa sekalipun.
Flora merasa jika ia masih membutuhkan waktu untuk sendiri lebih lama. Bisa membahagiakan dirinya sendiri, sebelum akhirnya ia kembali menjalin hubungan dengan orang lain dan berbagi kebahagiaan dengan orang tersebut. Apa yang terjadi dengan hubungannya dan Jefan, sudah sangat membuat Flora merasa sakit hati dan trauma. Bahkan luka yang Jefan berikan kepadanya, belum hilang sepenuhnya. Flora hanya berusaha berdamai dengan masa lalunya, dan mencoba menjalani hidupnya dengan baik. Bukan berarti, ia sudah melupakan itu semua.
Rafa menatap Flora dengan lekat sembari menunggu kata yang keluar dari mulut gadis itu. Rafa sangat yakin jika Flora akan menerima cintanya itu. Dan setelah ini, ia dan Flora akan menjalin hubungan.
"Gimana, Flo?"
Flora menatap Rafa dengan perasaan tidak enak. Tapi lebih baik jika ia menolak Rafa sekarang, daripada harus membuat lelaki itu menunggu dan berharap lebih kepadanya.
"Gue..." Flora menghentikan ucapannya sejenak sebelum kembali berbicara. Butuh keberanian besar untuk Flora mengatakan ini. Apalagi saat ini ia hanya berdua bersama Rafa, Flora takut jika Rafa akan marah dan melakukan hal yang tidak bisa ia duga sebelumnya. "Gue nggak bisa, Raf. Maaf."
Ekspresi senyum di wajah Rafa seketika berubah menjadi datar. Rafa mendengar dengan jelas penolakan Flora itu. "Lo nggak mau pacaran sama gue? Kenapa, Flo?"
"Gue ngerasa ini masih terlalu cepat, Raf. Kita masih baru kenal sebentar. Lagian gue masih nggak pengen pacaran sekarang. Gue masih pengen nikmatin masa sendiri gue."
Hancur sudah semua harapan yang Rafa bangun. Hancur sudah semua yang sudah ia khayalkan bersama Flora. Rafa berfikir jika hubungannya dan Flora sudah sangat dekat. Namun semuanya hanya ada dalam bayang-bayang Rafa saja. Flora bahkan tidak merasakan hal yang sama dengannya.
"Lo nggak mau ngasih gue kesempatan buat masuk ke hati lo?" tanya Rafa lagi. "Gue janji bakal bahagiain lo, Sha. Gue nggak akan nyakitin lo."
"Sorry, Raf. Tapi saat ini gue nggak bisa," balas Flora dengan yakin.
Rafa menghela nafas panjangnya. Rafa merasa bodoh karena sudah menuruti ucapan Billy untuk mengatakan perasannya kepada Flora sekarang. Tetapi untungnya, hanya ada Rafa dan Flora saja disini, setidaknya ia tidak begitu merasa malu karena Flora menolaknya.
Melihat ekspresi yang Rafa tunjukkan membuat Flora merasa tak enak. Tetapi Flora juga tidak mau terburu-buru. "Kita masih bisa temanan, kok. Gue nggak akan ngejauh dari lo."
Rafa mencoba tersenyum walaupun perasaannya hancur saat ini. Rafa harus bisa bersikap biasa saja di depannya Flora. Ia tidak mau membuat Flora merasa bersalah.
"Gue anterin pulang, yuk," kata Rafa akhirnya. Ia tidak bisa berlama-lama dengan Flora lagi disini.
"Lo nggak marah, kan?" tanya Flora hati-hati.
Rafa tidak menjawab pertanyaan Flora itu. Rafa malah berdiri dari duduknya dan mengajak Flora untuk pulang. Ia sendiri tidak tahu apa yang ia rasakan. Perasaannya campur aduk karena Flora menolaknya.
***
Rafa menyesap rokoknya dengan lamat sembari pandangannya menatap lurus ke depan. Perasaannya campur aduk karena Flora menolaknya mentah-mentah. Rafa tahu jika tidak ingin berpacaran adalah alasannya. Kenyataan yang sebenarnya adalah karena memang Flora tidak mau kepadanya.
Rafa merasa bodoh karena tertipu dengan kebaikan Flora kepadanya. Hanya karena sikap baik Flora kepadanya membuat Rafa mengira jika gadis itu menyukainya. Padahal apa yang ia pikirkan itu berbeda dengan apa yang terjadi sebenarnya.
"Kenapa sih, bro? Ada masalah?"
Rio yang baru saja datang dan duduk di samping Rafa langsung menyadari jika ada yang berbeda dari wajah lelaki itu. Seperti ada masalah besar yang sedang menimpa Rafa.
Rafa masih tidak mengalihkan pandangannya. Ia masih setia dengan rokoknya dan tatapan kosongnya itu. Hanya Flora orang yang bisa membuat perasaannya campur aduk seperti ini.
"Patah hati?" tebak Rio asal. "Tapi nggak mungkin, sih. Secara Rafa nggak mungkin patah hati, kan?"
"Gue di tolak," kata Rafa sembari membuang puntung rokoknya dan berniat untuk mengambil rokok yang lain lagi.
"Di tolak?" tanya Rio sembari menaikkan sebelah alisnya ke atas.
"Iyaa, di tolak sama cewek."
Rio mengambil rokok yang ada di tangan Rafa dan memasukkannya kembali ke dalam bungkusnya. Rio melihat beberapa puntung rokok yang berada di sekitar Rafa. Bisa Rio pastikan jika Rafa sudah merokok sedari tadi.
"Ngerokok nggak bikin lo di terima sama cewek itu, Raf. Yang ada bikin lo sakit."
"Tapi rokok bisa bikin gue tenang, Yo. Jadi balikin rokok gue," kata Rafa memaksa.
"Dari tadi lo ngerokok banyak banget. Nggak baik sama kesehatan lo," kata Rio perhatian. "Lagian lo di tolak sama satu cewek doang. Daripada lo kepikiran terus sama dia, mending lo sama Kiara. Gue yakin Kiara mau sama lo,"
"Kiara?" Rafa menggeleng-gelengkan kepalanya. "Gue nggak akan mau sama Kiara. Kerjaannya aja gitu."
"Kerjaan lo juga gitu. Lo sama aja kayak Kiara," kekeh Rio. "Jodoh nggak akan jauh dari cerminan diri. Kalo lo nakal, lo pasti dapat pasangan yang nakal juga. Nggak usah berharap dapat cewek yang alim. Jadi mending lo sama Kiara aja."
Kiara, wanita penghibur yang ada di tempat karaoke. Sepertinya Rafa membutuhkan Kiara sekarang untuk menenangkan pikirannya. Hanya Kiara yang bisa membuat Rafa menjadi lebih tenang saat ini.