Rafa sengaja membooking satu ruangan karaoke dan mengajak Kiara masuk ke dalam ruangan itu bersamanya. Jika biasanya ia melakukan hal seperti ini bersama Billy, tetapi kali ini Rafa melakukannya sendiri. Rafa ingin mengalihkan pikirannya sejenak dari Flora, dari penolakan gadis itu.
Rafa memasuki ruangan dan langsung melihat jika Kiara sudah duduk di sofa. Rafa mengusap bibirnya saat melihat penampilan Kiara malam ini. Gadis itu tampak seksi dengan gaun ketat yang menutupi sedikit bagian tubuhnya.
"Akhirnya lo kesini juga. Gue kangen banget sama lo, Raf," kata Kiara sembari menarik gaunnya ke atas dan membuat pahanya lebih terekspos.
Rafa duduk di samping Kiara dan langsung menyalakan rokoknya. Semenjak mengenal Flora lebih dalam, Rafa memang tidak pernah menemui Kiara lagi. Ia pelan pelan meninggalkan dunia kelamnya demi memantaskan diri untuk Flora. Dan sekarang, saat dunianya terasa hancur karena Flora, ia kembali datang ke tempat ini.
Kiara tersenyum manis dan langsung memeluk Rafa dengan gerakan seksual. Ia juga menggerak-gerakkan tangannya di dada lelaki itu untuk membuatnya bergairah. Ahh ntahlah, Kiara ingin mencicipi tubuh Rafa lagi.
Perasaan Rafa hancur lebur membayangkan penolakan Flora tadi. Gadis itu tidak memikirkan bagaimana sakit hatinya dia menerima penolakan itu. Ia menahan nafasnya saat tangan Kiara turun ke bawah
"Kayaknya lo lagi ada masalah, Raf. Gue coba buat hilangin masalah lo, ya. Tenang aja, gue bisa bikin lo puas."
Tidak bisa menahan gejolak yang ada di dirinya, Rafa segera mendorong tubuh Kiara dan langsung mencium bibirnya dengan ganas. Rafa menyalurkan semua hasrat yang ia pendam beberapa waktu terakhir ini. Ia menggigit dan melumat bibir Kiara dengan ganas seperti seakan-akan tidak ada lagi hari esok untuk ia menikmati bibir itu.
Kiara tersenyum manis dan membalas ciuman Rafa itu tak kalah ganas. Kiara begitu mendambakan ciuman ganas seperti apa yang Rafa berikan kepadanya. Dan hanya dengan Rafa-lah, dia bisa merasakan seperti ini.
"Ahh ahh ahhh," desahan seksual tak lepas dari bibir Kiara. Ia bahkan menuntun tangan Rafa untuk memegang dadanya.
Tangan Rafa turun ke bawah dan memegang dada Kiara yang begitu pas di tangannya. Saat Rafa ingin meremas dadanya, ia langsung mengingat Flora. Senyum Flora begitu mendominasi pikirannya.
Rafa tidak bisa terus seperti ini. Ia sudah berniat kepada dirinya sendiri untuk meninggalkan masa-masa kelam dalam hidupnya. Maka dari itu, Rafa langsung mengehentikan apa yang ia lakukan dan menjauh dari Kiara. Ia menarik nafas panjangnya dan menghembuskannya perlahan.
Kiara berdecih kesal saat Rafa menghentikan apa yang ia lakukan. Padahal Kiara masih ingin di puaskan oleh Rafa. Ia masih ingin Rafa membelai sebuah titik-titik sensitif di tubuhnya.
"Kenapa berhenti sih, Raf?" ketus Kiara.
Rafa menatap Kiara dan berdiri dari duduknya. Ia harus segera meninggalkan ruangan ini agar nafsunya turun. Ia tidak tahu apa yang akan terjadi kepada dirinya jika ia tetap berada disini. Bisa saja ia melakukan sesuatu yang lebih dari apa yang baru saja ia lakukan ini.
Saat melihat Rafa berdiri dari duduknya, Kiara langsung menghampiri lelaki itu. Kiara tidak ingin Rafa pergi sebelum menuntaskan hasratnya.
"Lo mau kemana?" tanya Kiara.
"Pulang," jawab Rafa singkat.
"Kok pulang? Lo aja baru bentar disini, Raf," kata Kiara. "Gue juga belum muasin lo. Kita kesana lagi, ya."
"Gue nggak bisa." Rafa merongoh uang seratus ribu dari kantong celananya dan menyerahkan kepada Kiara. "Tip lo."
Jangan tanya kemana perginya uang Rafa selama ini. Mengapa banyak teman-temannya yang selalu mentraktirnya makanan. Karena semua uang Rafa habis hanya untuk gadis seperti Kiara ini.
Kiara menatap uang yang berada di tangan Rafa. "Gue nggak mau uang lo, Raf. Gue mau lo."
"Professional aja, Ki. Hubungan kita hanya sebatas ini doang. Dan ini tip lo malam ini. Makasih." Rafa memberikan paksa uangnya itu ke tangan Kiara dan keluar dari ruangan itu.
Selepas kepergian Rafa, Kiara mengepalkan tangannya. Ntah sudah berapa kali Rafa menolaknya seperti ini. Kali ini Kiara yakin ada sesuatu yang membuat Rafa jadi seperti ini. Dan ia akan mencari tahu soal itu secepatnya.
***
Flora membuka laptopnya dan mencoba untuk melanjutkan cerita yang sudah ia tulis. Sebuah cerita bersambung yang ia publikasikan ke salah satu platform berbayar. Hal tersebut sudah ia tekuni selama beberapa bulan lamanya.
Baru beberapa kata, Flora merasa pikirannya kacau. Kata-kata yang ia ketik pun terasa sangat ambigu. Ia merasa kehilangan feel untuk menulis. Pikirannya berkelana ntah kemana.
"Ayo, Flo. Lo pasti bisa fokus. Jangan mikirin hal lain selain tulisan lo ini."
Flora menutup matanya dan membayangkan apa yang saja yang pernah ia alami saat bersama Jefan dulu. Karena memang cerita ini adalah kisah nyata antara ia dan Jefan. Namun saat menutup matanya, bukan kenangan bersama Jefan yang ia pikirkan, melainkan saat Rafa menyatakan perasaannya kepadanya tadi siang di taman bersamaan dengan apa yang hal-hal yang sudah mereka lalui bersama.
Flora buru-buru membuka matanya dan mengetuk kepalanya. Bagaimana bisa ia memikirkan Rafa di saat genting seperti ini. Dan mengapa juga ia tidak bisa melupakan wajah sedih Rafa saat ia menolak perasaan lelaki itu.
"Kenapa jadi kayak gini, sih. Kenapa gue mikirin Rafa," kata Flora kepada dirinya sendiri.
Flora menghela nafas panjangnya dan berusaha untuk kembali fokus. Ia tidak memiliki banyak waktu untuk memikirkan Rafa seperti ini. Deadline ceritanya sudah menunggu dan harus disiapkan saat ini juga. Tetapi semakin di paksa, semakin ia merasa pikirannya kacau. Tulisannya juga tidak beraturan. Akhirnya, ia pun memilih untuk menutup laptopnya.
Flora beralih menatap ponselnya yang tergeletak di atas nakas dan mengecek apakah ada pesan yang Rafa kirimkan kepadanya. Namun nihil, Rafa tidak ada mengirimkan pesan kepadanya.
"Rafa pasti marah sama gue. Wajar aja sih Rafa marah, dia pasti nggak terima sama penolakan gue tadi."
Sebenarnya bukan tanpa alasan Flora menolak Rafa. Banyak hal yang harus ia pertimbangkan. Ia baru saja putus dari Jefan, dan ia tidak mau membuat Rafa terkesan seperti pelampiasan. Disamping itu, ia merasa tidak cocok dengan Rafa yang memiliki sifat friendly kepada banyak gadis. Jika berpacaran dengan Rafa, ia harus selalu menahan rasa cemburunya. Dan ia yakin jika ia tidak tahan akan hal itu.
"Gue nggak bisa kayak gitu terus. Gue harus lupain Rafa, gue nggak bisa suka sama dia," kata Flora sembari menatap foto Rafa yang ada di ponselnya. "Tapi gue juga nggak bisa bohongin perasaan gue, kalo gue sedikit tertarik sama Rafa. Tapi perasaan ini nggak bisa di biarkan gitu aja. Gue harus hapus perasaan ini."