Pulang sekolah, Flora dan Luna sedang berjalan beriringan di koridor. Sedangkan Diva sudah pergi tanoa pamit sedikitpun kepada mereka. Flora bukan tidak menyadari jika sekarang Diva seakan menjauh darinya. Namun Flora tidak mengetahui apa alasan gadis itu menjauh.
"Nongkrong ke cafe dulu, gimana Flor?" tanya Luna. Dulu sewaktu berpacaran dengan Jefan, Flora sangat jarang sekali pergi nongkrong dengan mereka. Flora juga selalu menghabiskan waktunya bersama Jefan.
"Mau nongkrong dimana?" tanya balik Flora.
"Tempat biasa aja. Udah lama juga kan kita nggak kesana."
Flora menganggukkan kepalanya dan menuruti keinginan Luna itu. Tidak ada salahnya jika Flora ikut bersama Luna. Sesekali Flora memang perlu nongkrong atau makan siang di luar. Masa masa yang tidak ia dapatkan saat ia berpacaran dengan Jefan.
Flora menatap ke parkiran sekolah dan tak sengaja melihat Rafa dan Diva disana. Flora menghentikan langkahnya dan menatap lekat ke arah keduanya yang terlihat sangat akrab.
Luna mengernyitkan keningnya kebingungan karena langkah Flora terhenti. "Lagi lihatin apa sih?"
Flora beralih menatap Luna. "Rafa sama Diva deket banget ya?"
Luna semakin tidak mengerti dengan apa yang Flora katakan sampai ia melihat Rafa dan Diva sedang berada di parkiran sekolah. Keduanya tertawa bersama dan sangat terlihat sangat akrab.
"Lo cemburu?" tebak Luna.
"Kenapa harus cemburu?" tanya balik Flora sembari melanjutkan langkahnya.
Luna tertawa singkat dan ikut melangkahkan kakinya kembali di samping Flora. "Trus kenapa lo tanyain Rafa tiba tiba sama gue?"
"Cuma heran aja. Tadi Rafa ngajakin gue pulang bareng. Tapi tiba tiba dia pulang sama Diva. Aneh nggak sih," kata Flora tanpa sadar.
Luna membelalakkan matanya dan berkata dengan keras. "Rafa ngajakin lo pulang bareng dan lo nggak mau?"
Flora memijat pelipisnya sembari menghela nafas panjangnya mendengar suara Luna yang keras itu. Selalu seperti ini saat Flora mengatakan sesuatu kepada Luna. "Bisa nggak usah keras keras ngomongnya? Atau sekalian lo pake toa aja ngomongnya biar semua orang dengar."
Luna tertawa pelan dan memasang wajah polosnya. "Sorry. Habisnya gue nggak nyangka aja Rafa secepat itu ngajakin lo pulang bareng. Gercep juga si Rafa."
Bukan itu yang menjadi fokus pikiran Flora sekarang. Tetapi apa sebenarnya hubungan Diva dan Rafa. Flora bisa melihat jika Diva terlihat bahagia di samping Rafa.
"Diva suka sama Rafa, ya?" tanya Flora tiba tiba.
Luna menggelengkan kepalanya. Sejauh ini menurut Luna, hubungan Rafa dan Diva hanya sebatas sahabat saja. "Nggak lah. Mereka itu cuma sebatas sahabat doang. Kayak gue sama Rafa. Tapi emang lebih dekat Rafa ke Diva daripada sama lo. Dan asal lo tahu, Rafa itu suka sama dia. Dia mau lebih dekat sama lo."
Flora menggelengkan kepalanya dan menolak ucapan Luna itu. Untuk sekarang, Flora hanya fokus untuk dirinya sendiri. Flora tidak mau memikirkan hal lain apalagi percintaan. Hubungannya dengan Jefan yang kandas sudah membuat Flora merasa trauma dan enggan menjalin hubungan dengan orang lain lagi.
"Jangan pernah berusaha deketin gue sama Rafa. Gue nggak suka ya, Lun," peringat Salsha di awal agar Luna tidak bertindak lebih jauh.
"Tapi kalo dia bisa bikin lo bahagia. Apa salahnya?"
Flora menutup telinganya untuk tidak mendengar ucapan Luna. "Gue nggak mau dekat sama cowok siapapun untuk saat ini, Lun. Pokoknya jangan pernah deketin gue sama Rafa."
Sementara itu, Diva dan Rafa sedang bercanda gurau di parkiran sekolah. Diva memang mengajak Rafa untuk pulang bersama. Dan seperti biasanya Rafa tidak akan bisa menolak ajakan Diva.
Rafa memberikan helm kepada Diva yang di terima Diva dengan senyum manisnya. Diva tahu jika tidak akan semudah itu Rafa berpaling darinya. Diva juga tidak akan membiarkan Rafa begitu saja mendekati Flora. Bukan karena Diva tidak suka jika keduanya berpacaran. Hanya saja Diva tidak mau hubungannya dan Flora rusak hanya karena Rafa.
Saat Rafa ingin menaiki motornya, ia tak sengaja melihat Flora dan Luna sedang berbincang bersama di koridor utama. Rafa mengurungkan niatnya untuk naik ke motornya dan memilh berdiri sembari menatap ke arah Flora. Memperhatikan setiap perubahan ekspresi Flora dari jauh.
Diva yang sudah memakai helmnya pun mengajak Rafa untuk pergi. "Yuk, Raf."
Namun tidak ada pergerakan apapun dari Rafa. Lelaki itu masih saja diam di tempatnya. Diva menghela nafasnya dan mengikuti arah tatapan Rafa dan mengerti mengapa lelaki itu hanya diam saja.
Diva menatap datar ke arah Flora dan Luna yang berbincang sembari tertawa. Hubungan persahabatan ketiganya memang sedekat itu. Mereka tidak ribut kecuali jika membahas soal Jefan. Diva juga sebenarnya ingin bergabung bersama mereka, namun karena Rafa yang mengatakan jika ia sudah menyukai Flora, Diva sudah merasa tidak nyaman lagi berdekatan dengan keduanya. Di tambah Luna juga mendukung Rafa untuk mendekati Flora.
Diva mengusap wajah Rafa agar berhenti menatap Flora. "Biasa aja lihatin sahabat gue."
Rafa mengalihkan pandangannya ke sekitar dan menaiki motornya. Rafa harus bisa menahan perasaannya kepada Flora di depan Diva. Rafa harus berusaha bersikap biasa saja dan menutupi perasaannya yang menggebu gebu.
"Naik."
"Lo nggak mau lihatin Flora lagi?" tanya Diva menggoda.
"Naik, Div. Mau pergi sekarang kan."
Diva menatap ke arah Flora sekali lagi dan duduk di belakang Rafa. Seperti biasanya Diva selalu mengaitkan lengannya di pinggang Rafa. Hubungan keduanya memang sangat dekat, bahkan tak jarang banyak orang yang mengira keduanya berpacaran.
Rafa mulai menjalankan motornya keluar dari area sekolahnya dan bergabung dengan pengendara lain di jalan raya. Rafa bahkan tidak menyadari jika Flora terus saja menatap ke arahnya dengan berbagai pertanyaan di kepalanya.
Diva meletakkan kepalanya di pundak Rafa dan menatap lelaki itu dari samping. "Lo beneran suka banget sama Flora, ya?"
Rafa masih fokus ke jalanan di depannya tanpa menghiraukan ucapan Diva itu. Rafa juga memacu motornya dengan kecepatan kuat.
"Lo beneran suka sama dia?" tanya Diva lagi.
"Iyaa," jawab Rafa singkat.
"Apasih yang bikin lo suka sama dia?" tanya Diva heran mengapa lelaki seperti Rafa bisa menyukai Flora. Flora tidak terkenal di sekolah. Gadis itu lebih sering ke perpustakaan daripada ke kantin. Dan tidak banyak orang yang mengenal Flora. "Lo tau kan saingan lo siapa."
Rafa mengehentikan motornya di depan sebuah cafe yang biasa ia kunjungi bersama Diva. Diva turun dari motornya sembari membuka helmnya dan memberikannya kepada Rafa.
Rafa mengambil helm tersebut dari tangan Diva dan meletakkan di jok motornya. Rafa beralih menatap Diva dan berkata. "Siapa saingan gue?"
"Jefan," kata Diva dengan tegas. "Lo nggak akan bisa nyingkirin Jefan dari hidup Flora."