Chereads / Segel Cinta Zayyan / Chapter 32 - Zayyan Curhat Sama Bunda

Chapter 32 - Zayyan Curhat Sama Bunda

Karena bunda udah berusaha sekuat tenaga untuk menebak apa yang sedang ada didalam pikirannya, Zayyan tidak keberatan untuk bercerita.

Karena biasanya pun dia memang selalu cerita semua pengalamannya dengan Bunda.

"Beberapa hari yang lalu aku sama Dhita jadian," setelah menghembuskan seteguk udara kotor, Zayyan langsung membuka kisah dengan inti cerita.

"Tunggu! jadian? sama Dhita?" mendengar itu bunda langsung terkejut bukan main.

Gimana bisa kamu jadian sama gadis yang selalu kamu debat itu? pikir sang bund

"Ya bisa di bilang itu karena sebuah kesalahpahaman." Zayyan mengedikkan bahu.

"Coba jelasin dulu kronologinya biar bunda bisa paham," tanya bunda sambil senyum senyum sendiri. Gak kebayang sama dia gimana keadaan pas anaknya jadian itu.

"Jadi hari rabu kemarin aku baru aja siap beresin beberapa tugas, dan anak anak yang lain sedang ngurus tugas di aula acara sekolah, acara penutupan mos gitu....." Zayyan terus menceritakan dengan rinci sampai adegan jadian itu.

Mendengar detail cerita yang dikisahkan Zayyan, bunda geleng geleng kepala sambil tersenyum manis pada anaknya itu.

"Kalau itu memang Cuma karena kesalahan Dhita, kenapa kamu terima?" tanya bunda dengan sedikit raut heran di wajahnya.

"Ya kata Yuda terima aja, toh dengan ini aku jadi banyak senjata buat menangin perdebatan dengan dia, kan? balas dendam lah intinya bun!" jawab Zayyan dengan santai.

Jujur dia hampir gak punya niat buat terima, tapi karena hasutan Yuda dan pertimbangan pandangan orang orang terhadap Dhita, dia jadi mau terima itu semua.

"Balas dendam? bunda gak melihat ada dendam diantara kamu dan dia," Zayyan selalu cerita kalau dia berdebat dengan gadis bernama Dhita itu, jadi dia tau kalau anaknya gak menyimpan kekesalan berlebih atau dendam pada gadis itu.

Menurutnya yang Zayyan rasain ya cuma kesal sesaat waktu mereka berdebat saja, dan dari cara anaknya bercerita ia merasa kalau Zayyan mungkin menikmati perdebatan itu.

Jadi bisa dibilang itu adalah cara dia dan gadis itu berteman dalam 2 tahun terakhir, tidak ada dendam sama sekali di sana.

"Dendam dong Bun! bayangin aja selama 2 tahun, setiap aku ketemu dia pasti selalu debat. Mau itu tentang kedisiplinan sekolah, masalah pelajaran, pendapat tentang ini dan itu--" Zayyan menjawab dengan sedikit emosional, namun bunda memotong penjelasannya.

"Tapi kamu selalu menikmati perdebatan itu kan? interaksi seperti itu gak pernah buat kalian berdua terganggu satu sama lain kan?" sahut bunda.

Dia gak tau apa alasan anaknya menerima permintaan itu, tapi ia yakin itu bukan karena dendam omong kosong yang dipikirkan anaknya.

"Yaudah, kesampingkan itu dulu. Bunda masih penasaran dengan yang terjadi selanjutnya." tambah Bunda biar Zayyan fokus cerita dulu.

"Yaaaa walaupun udah jadi pacar dia masih aja sama, terakhir kali telat dia sengaja nambah hukuman untuk aku, jadi bersihin 2 toilet gara gara dia!" Zayyan melanjutkan kisahnya.

Bunda hanya tersenyum dan menyimak dengan serius.

"Vira juga ada nemuin aku, dan dia kayaknya kesel banget sama Dhita. Berasa di tikung kali ya Bun? habis itu Rahma juga nangis pas pulang sekolah di hari aku jadian, padahal kan kami belum punya hubungan apa apa." Zayyan terus bercerita.

Bahkan pertemuannya dengan Gilang dan pertolongan yang ia berikan pada mamanya Dhita ia ceritakan dengan bunda, segitu terbukanya dia dengan bundanya ini.

Itulah mengapa bunda gak pernah sibuk bertanya kemana Zayyan pergi karena pada saatnya Zayyan pasti akan menceritakan padanya.

"Tadi pagi juga sempat jahilin Dhita, tapi dia ngusir aku dari mejanya. Yaudah aku langsung pindah aja dan gak ganggu dia sama sekali sampai kami pulang!" dalam beberapa menit Zayyan menyelesaikan kisahnya.

"Kenapa? biasanya kamu gak pernah terpengaruh buat mundur sampek dia kesel dan marah marah," Bunda bertanya dengan raut wajah yang bingung.

"Ya mukanya agak lain, intonasinya juga beda banget. Aku ngerasa kayaknya dia marah betulan makanya aku langsung pindah," Zayyan menjelaskan sebelum menyeruput kopinya untuk yang ke sekian kali..

"Jadi mau diem dieman sama pacar ni ceritanya?" goda Bunda, dia mulai merasa ada feeling yang berbeda saat anaknya menceritakan gadis ini. Sangat berbeda dari biasanya.

"Ngga juga sih, tadi adiknya chat minta aku datang kerumahnya buat kawanin Dhita ambil tagihan yang aku ceritain itu." Zayyan tertawa kecil mendengar Bunda menggodanya kayak gitu.

"Oh jadi tadi kamu ke rumahnya? baru pulang dari sana jadinya nih? terus kenapa naik ke rooftop," awalnya Bunda menduga kalau anaknya mungkin kepikiran sama kejadian di kantin itu, mikirin kenapa Dhita marah sama dia.

Tapi kalau tadi dia udah datang ke rumahnya berarti bukan itu dong yang buat anaknya naik ke atas sini.

"Iya, dan feelingnya beda banget dengan di sekolah bun!" inilah yang gak Zayyan mengerti dari tadi, kenapa bisa berasa akrab banget sama Dhita tadi.

"Feeling gimana maksudnya?" tanya bunda sambil mengernyitkan alis.

"Ya tadi itu kami kayak akrab gitu bun gak ada debat atau berantem, beda banget kalo ketemu pas sekolah."

"Yaudah itu tandanya kalian bisa baikan kan? dan Dhita juga gak beneran marah pagi tadi, iya kan?" bunda menjawab singkat.

"Teruskan tadi waktu kami mau ngambil uang tagihannya, ternyata kantor bapak yang nabrak itu salah satu dari perusahaan yang bersaing buat dapetin proyek Ayah di cikarang." tambah Zayyan.

"Terus?" bunda meneguk sedikit kopi anaknya.

"Aku cekcok dengan managernya!" jawab Zayyan dengan suara sedikit pelan, dia takut bundanya marah dengan cerita yang satu ini.

"Loh kok bisa cekcok?" bunda yang sebelumnya dengerin sambil liatin pemandangan langsung menolehkan pandangannya ke arah Zayyan.

Khawatir bercampur penasaran, dia ingin tau apa yang terjadi sampai anaknya terlibat cekcok dengan manager perusahaan.

"Ya mau gimana, dia arogan! masak Dhita di suruhnya keluar karena gak punya kepentingan, padahal kan kami datangnya sama sama. Papa aja gak pernah kayak gitu sama tamu pas di kantornya." Zayyan langsung memberikan alasan, takut banget bunda jadi marah.

"Memangnya harus di debat kalau dia nyuruh keluar Dhita?" bundanya masih sedikit gak paham ni, masak cuma gara gara hal sepele kayak gitu diributin.

"Dhita takut bun, itu tempat asing juga kan? Yuadah gak mungkin lah aku tinggalin dia sendirian!" baru bundanya mengerti, ternyata anaknya mulai menaruh perhatian pada gadis itu.

"Jadi itu alasannya, terus gimana uangnya? masih mau mereka cairkan setelah kamu bertengkar dengan manager seperti itu?"

"Ya aku terpaksa menyinggung proyek di cikarang dan bilang kalau mereka gak bakal jadi tendernya, yaudah deh begitu kami keluar karyawannya langsung minta nomor rekening." Zayyan menambahkan.

"Memangnya Manager itu gak tau siapa kamu?" seharusnya setelah mendengar nama Daviandra manager itu tidak berani bersikap arogan apalagi gak sopan sama Zayyan.