Makan malam berjalan dengan lancar, tidak banyak hal menarik karena Zayyan dan Dhita saling menjaga ucapan satu sama lain.
Jangan sampai kedua orang tuanya Dhita mengetahui kalau hubungan ini dijalankan dengan terpaksa oleh mereka berdua.
Jadi mereka berdua berusaha semaksimal mungkin menjawab pertanyaan semasuk akal mungkin agar kedua orang tuanya percaya.
Sementara Daffa yang mendengar hanya tersenyum kecil melihat kedua orang itu menjawab dengan penuh kebingungan karena semua jawaban yang di berikan hanyalah omong kosong belaka.
"Papa malam ini harus berangkat ke Jogja, ada hal yang harus papa urus. Dan mungkin papa baru akan pulang akhir bulan nanti, jadi kalian harus jaga diri baik baik saat tidak ada papa ya!" setelah selesai menyantap menu utama papa baru mulai menyampaikan beberapa kata mutiara sebelum keberangkatannya.
"Tapi inikan baru awal bulan pa, masak selama itu sih papa pergi!" jawab Dhita seakan tidak terima dengan berita yang disampaikan Papa. Dia pikir papa hanya akan pergi selama beberapa hari saja.
"Kamu kenapa sih? udah dewasa gak boleh manja gitu ah, malu dong ada pacar kamu di sini." Papa menjawab dengan tatapan penuh kasih sayang.
Anak gadis satu satunya ini memang sangat manja padanya, jadi wajar saja ia mendapatkan respon seperti itu dari sang putri karena ia akan pergi dalam waktu yang sangat lama.
"Iya, lagian kan papa pergi karena kerja sayang!" Mama yang duduk di sebelah Dhita berusaha untuk menenangkan putrinya ini, ia mengelus pipi serta dagu anaknya itu.
"Zayyan, selama om pergi ke jogja kamu sering sering ke rumah ya? bantuin om ngawasin Dhita" bisik Papa Dhita bercanda, ia hanya mencoba untuk menggoda orang pertama yang dibawa anaknya ke rumah ini.
Zayyan hanya mengangguk kaku mendengar bisikan itu, walaupun om ini bersikap sangat santai padanya ia masih sedikit gugup jika harus membicarakan sesuatu tentang dirinya dan Dhita.
"Papa tenang aja, kan kak Dhita udah punya bang Zayyan. Jadi ga bakal terlalu berasa tuh pas papa tinggalin dia, setahun juga gak berasa." Daffa yang mendengar bisikan itu membalas dengan candaan lain.
"Oh jadi maksud kamu kakakmu itu gak butuh papa lagi gitu karena udah punya cowok di samping kamu ini?" papa melempar pandangannya ke arah putrinya, ia bisa melihat wajah putrinya yang mulai kemerahan dan sedikit pucat.
"Isss papa apaan sih, Dhita dh sedih banget nih karena papa perginya kelamaan, Papa mau nambahin sedihnya Dhita gitu?" Dhita memalingkan wajahnya sambil cemberut.
Ia masih gak terima karena papa bilangnya mendadak kali kalau dia mau pergi selama 2 minggu lebih.
"Gak boleh gitu dong, masak baru papa tinggal beberapa minggu kamu udah sedih gitu! lihat Zayyan nih, papanya udah pergi berbulan bulan tapi dia--"
"Oh jadi papa mau banding bandingin aku gitu? oke, aku ga bakal sedih! mau papa pergi bertahun tahunpun aku ga bakal sedih!" jujur kalau gada Zayyan pasti dia udah nangis nih.
Zayyan hanya bisa tersenyum kecil sambil memperhatikan keluarga yang anggotanya sama dengan keluarganya ini bersenda gurau, ia masih belum terlalu dekat dengan mereka jadi segan jika terlalu nimbrung.
"Bukan gitu, mana ada papa bandingin kamu sih! lihat tu Za, beginilah Dhita kalau dirumah, manjanya minta ampun. Yang sabar ya kamu sama dia!" sahut mama sambil tersenyum kecil dan tangannya mengelus kepala putrinya.
"Oh ya, ngomong ngomong kalian berdua ada janji pergi kemana selesai makan ini?" melihat Dhita mulai badmood mama langsung mengalihkan pembicaraan agar Dhita tidak terlalu baper dengan candaan papanya tadi.
"Siapa yang ada janji sih ma!"
"Orang tadi Zayyan sendiri yang bilang kok," sahut mama sambil mengerutkan kening.
ia sudah curiga dengan anaknya sejak ia keluar kamar dengan setelan yang begitu rapi. IA curiga kalau anaknya ini pasti punya janji dengan pacarnya ini setelah selesai makan malam.
"Mau pergi kemana memangnya?" tanya Burhan, Papanya Dhita pada Zayyan.
"Belum tau juga sih om." Mata Dhita membelalak karena kaget dengan jawaban Zayyan.
'Belum tau? dia jawab belum tau? sumpah ni orang emang suka banget cari masalah' Dhita ngebatin setelah mendengar jawaban cowok dihadapannya itu.
Jelas jelas mereka tidak memiliki janji sama sekali, tapi kenapa orang itu malah jawab belum tau sih? kenapa gak langsung jawab gak mau pergi kemana mana.
"Yaudah, tapi jangan pulang terlalu malam ya?" jawab Papa Dhita sambil melirik arloji mewah yang menghiasi pergelangan tangannya.
Jarum pendek dalam Arloji itu sudah menunjuk ke angka Delapan yang artinya Burhan harus segera pergi agar tidak terlambat.
"Jam 10 malam kalian harus sudah kembali ya? gak baik terlalu larut diluar sana, apalagi kalian masih sekolah," tambahnya sambil merapikan kemeja dan mulai memakai Jas yang di sangkut di sandaran kursinya.
"Kamu berangkat sekarang?" tanya Lia, mamanya Dhita.
"Iya, udah jam 8 malam nih, takutnya rombongan udah pergi lagi." Sambil merapikan Jas serta dasinya, Pak Burhan beranjak dari meja makan dan diikuti Dhita dan yang lainnya.
"Kamu hati hati ya! kalau udah sampai di jogja kabarin kami," kata Mama sambil memeluk suami tercintanya itu.
"Tenang aja, aku berangkat barengan sama yang lain. Jadi bakal lebih aman kok! kamu baik baik ya, jaga anak anak sampai aku kembali." Udah romantis banget lah ini perpisahan mereka berdua.
Maklum aja soalnya pak Burhan jarang nugas diluar kota selama ini.
"Papa berangkat ya!" kata Papa sambil mengulurkan tangannya.
Daffa dan Zayyan segera menyambut untuk menyalam, namun khusus Dhita, Ia meraih tangan Papanya dan segera memeluk pria kesayangannya itu.
Ia sangat manja pada papa jadi cukup berat baginya jika harus tinggalkan papa apalagi selama berminggu minggu.
"Papa cepet pulang dong! kan Jogja gak jauh loo!" dengan nada manjanya itu Dhita membujuk papa agar pulang lebih awal.
"Gak bisa sayang, kan papa yang pimpin proyek ini. Kalau papa pulang sebelum waktunya bisa bisa papa di pecat nanti!" jawab Burhan dengan sabar dan penuh kasih sayang.
"Udah dong sedihnya, kamu itu udah dewasa tau! Harus kuat bahkan tanpa papa." Tambah papa sambil mengelus pundak putri kesayangannya ini.
"Dhita udah, papa Cuma pergi beberapa minggu doang kok!" mama segera menarik tubuh Dhita yang masih mendekap erat papanya.
"Papa pergi ya!" ucap papa sembari memberikan usapan terakhir pada rambut Dhita.
"Hati hati pa!" Daffa memberikan senyuman perpisahan. Berbeda dengan Dhita, Daffa lebih mandiri dan tidak terlalu manja pada Papanya, jadi ia tidak terlalu sedih saat papa harus nugas di luar kota selama itu.
Setelah papa pergi dengan mobil yang baru saja di ambil Zayyan dan Dhita di bengkel sore tadi, Mama bertanya pada Zayyan dan Dhita, "Tapi mau keluar? jalan terus dong nanti keburu larut!"