Zayyan dan Dhita saling tatap saat mama bertanya seperti itu pada mereka sebelum akhirnya Dhita mencoba untuk mengklarifikasi sekali lagi.
"Ma kami beneran gak ada janjian loh!" kata Dhita berusaha untuk meyakinkan mama, mama udah salah paham jadi harus segera diluruskan.
"Udah gapapa sayang, lagian kamu udah dandan cantik cantik gini masak ga jadi jalan." Mama masih gak percaya dengan alasan anaknya yang ia anggap klise.
Melihat respon Mamanya Dhita yang sangat yakin kalau mereka memang memiliki janji untuk keluar setelah makan malam, Zayyan menggelengkan kepala sebelum memuntahkan seteguk udara keruh dan mulai berbicara.
"Yaudah kami pamit dulu ya tante," kata Zayyan sambil meraih tangan mamanya Dhita buat salaman.
Daripada berdebat dengan mamanya mending pergi aja, orang juga ga bakal lama kok jalan jalan di luarnya.
Dhita mengernyitkan alis melihat sikap cowok ini, makin lama kok malah makin ngeselin ni orang. Padahal tadi sore udah asik banget akur sama dia.
"Iyaa, hati hati yaa! jaga Dhitanya baik baik." sahut mama sambil senyum senyum sendiri.
Dhita hanya bisa menyaksikan itu dengan tatapan kosong, semua terjadi begitu saja tanpa persetujuan darinya sama sekali.
"Ayo!" Zayyan meraih tangan Dhita dan langsung mengajaknya keluar, dan Dhita Pun mengikuti dengan emosi yang sudah hampir meledak.
Mama dan Daffa mengikuti kepergian merek berdua dengan lirikan mata dan senyum lebar di wajahnya.
Sementara itu Dhita langsung menghempaskan tangannya dari genggaman Zayyan begitu mereka berada di teras rumah.
"Za apa apaan sih ini? kita ga pernah buat janji untuk jalan ya." tegas Dhita yang memang merasa tidak punya janji buat jalan bareng dengan orang ini.
"Yang bilang kita punya janji buat jalan bareng siapa?" sambil menghela napas panjang Zayyan menjawab dengan tenang.
Ia memang tidak memiliki janji apapun, bahkan sekedar untuk merencanakannya saja tidak! tapi semua ini ia lakukan karena mamanya Dhita yang udah berspekulasi seperti itu pada mereka.
"Yaudah jadi ngapai jawab kayak gitu tadi sama mama gue kayak kita udah punya rencana aja," sahut Dhita sambil memalingkan pandangannya. Malas banget ngeliat wajah ni cowok!
"Apa salahnya sih nurut sama mama? memangnya kalau lo sekarang di rumah dan gak keluar sama gue mama bakal berenti nanya ini dan itu tentang hubungan kita?" Zayyan paling gak bisa di debat gini, dia juga punya alasan kali untuk ngelakuin semuanya.
"Ya tapikan bisa aja lo bilang kalau lo ada urusan kek mau kemana kek biar mama gak banyak tanya," Dia juga sebenarnya mulai jenuh dengan mama yang terlalu menganggap pacaran mereka sebagai hubungan yang benar benar serius.
"Jadi mau jalan atau nggak ni?" males ngeladenin perdebatan yang tidak akan membuahkan hasil itu, Zayyan hanya mengedikkan bahu sambil menjawab singkat.
"Issss! yaudah deh terserah lo!" pusing mikirinnya. Kalau dia gak pergi nanti ditanya tanyain sama mama, jadi yaudahlah daripada ketahuan kalau mereka udah bohong dengan semua jawaban dimeja makan tadi.
"Gitu dong, sekali kali nurut sama pacarnya." Zayyan menyentil hidung Dhita dengan telunjuknya.
"Aduh! sakit tau!"
"Orang pelan gitu masak dibilang sakit sih."
"Mau naik motor gue apa naik Vespa ni?" tambah Zayyan.
"Gue lebih nyaman naik Vespa! kalau boncengan naik motor lo gue duduknya nungging nungging nanti," jawab Dhita dengan ketusnya.
Motor Zayyan adalah motor Sport jadi tidak nyaman jika berboncengan karena jenis tempat duduknya yang memang tidak dirancang untuk berboncengan.
Jadi jelas saja kalau Dhita lebih memilih untuk naik Vespa yang sudah pasti nyaman karena tempat duduknya yang tidak tinggi di bagian belakang, jadi dia gak bakal nungging nungging kayak penumpang yang di bonceng pake motor sport seperti milik Zayyan itu.
"Yakin ga mau ngerasain naik motor gue?" Zayyan tertawa mendengar jawaban Dhita, baru kali ini dia mendapat penolakan seperti itu dari cewek.
Biasanya cewek cewek bakal langsung mau kalau dia tawarin buat boncengan naik motornya, tapi Dhita malah gak nyaman kalau dibonceng naik motor sport seperti miliknya.
"Udah gak usah debat, bentar gue ambil kuncinya dulu." Dhita menghentakkan kakinya saat kembali masuk kedalam rumah, persis seperti anak kecil yang sedang ngambek.
Dhita kembali kedalam dan meminjam kereta adiknya sekali lagi, dan tentu saja Daffa akan memberikannya dengan senang hati!
"Mau kemana kita nih?" jawab Zayyan sambil mengengkol Vespa antik ini, sementara Dhita seperti biasa masih sibuk dengan tali helm yang gak bisa dikuncinya.
"Is ini gimana sih cara pakenya?" Dia udah duduk di belakang Zayyan jadi Zayyan gak sadar kalau dia masih kesulitan masang tali helm itu.
"Yaampun, masih belum bisa juga? sini gue ajarin biar besok besok bisa mandiri," sahut Zayyan dengan tawa kecilnya sambil memutar sedikit badannya kesamping untuk melihat tali helm yang sedang dikenakan Dhita.
"Yah mau gimana lagi, gue ga pernah naik motor!" jawab Dhita cemberut, gak terima banget dia kalau Zayyan ngajarin dia sesuatu.
"Mudah banget loh ini, lo tinggal pegang ujung tali yang panjang ini, yang besinya ada lubang di tengahnya. Terus lo colokin ke ujung tali satunya lagi sampek ada bunyi 'Cetek' nya kayak gini" tambah Zayyan sambil mempraktekkannya pada Dhita.
Cetek!
"Nah kan udah kekunci tu ujung sama ujungnya!" kata Zayyan sambil menarik kedua sisi tali yang memang sudah pas terkunci.
"Gini?" jawab Dhita sambil mengulurkan tangannya kedepan. Ternyata tali helm Zayyan juga belum terikat, jadi ia ingin mencoba apa yang baru saja Zayyan ajarkan padanya.
'Cetek!'
Zayyan terdiam saat Dhita memasangkan tali helmnya. Ada perasaan aneh yang sama sekali belum pernah ia rasakan sampai membuatnya tidak bisa berkata kata sambil menatap wajah cantik pacarnya itu.
"Yah malah bengong!" Dhita menepuk bahu Zayyan dan langsung menyadarkannya dari lamunan.
"Cepet banget ternyata pacar gue ngertinya ya?" jawab Zayyan setelah kembali tersadar. Kemudian ia langsung berbalik dan menjalankan Vespanya.
"Dihhh gak usah kepedean! Gue bukan Vira yang mempan dengan kata kata manis kayak gitu." sahut Dhita ketus.
"Jadi lo mempannya pake cara apa dong?" timpal Zayyan yang mulai terkekeh pelan.
"Gue kebal! jadi lo ga bakal bisa gombal gombal gue!"
"Lah siapa juga yang mau ngegombalin lo? perasaan banget."
"Dah fokus aja sama jalan gak usah lirik lirik spion! lagian ngapain di arahin ke arah gue sih tu spion?" melihat Zayyan sibuk melirik spion kiri yang mengarah ke wajahnya, Dhita memalingkan wajahnya ke sisi kanan.
"Ini tuh fungsinya biar gue bisa mastiin kalau lo masih duduk di belakang, mana tau tiba tiba lo terbang di tengah jalan ya kan?" canda Zayyan. Emanglah ni orang bukan Zayyan namanya kalau ngomong tanpa bercanda.
"Lo pikir gue balon?" jawab Dhita dengan datar.
"Bukan, lo kertas!"