Zayyan dan Daffa yang mendengar itu secara spontan langsung melihat ke arah tangga, dan melihat setelan Dhita yang memang seperti ingin pergi keluar.
Ia mengenakan kaos polos berwarna hitam yang dilengkapi dengan kemeja Flannel sebagai luarannya.
Ditambah dengan celana katun longgar berwarna putih, serta rambut yang digerai namun tertata rapi dengan jepitan rambut di samping poninya itu membuatnya benar benar tampil cantik malam ini.
"Hah? siapa yang ada rencana pergi keluar sih ma? kan cuma makan malam doang." Dhita sama sekali tidak mengerti dengan pertanyaan mama karena dia gak sadar kalau ia udah berdandan berlebihan untuk makan malam kali ini.
"Jadi kok rapi banget? biasanya aja cuma pake kaos sama celana training kalau di rumah," jawab Mama sambil melirik curiga anaknya.
"Apaansih, ngga ada tau ma!" Dhita merasa malu di goda sama mamanya kayak gitu, jadi dia langsung mengambil langkah dan segera turun.
"Papa mana mah?" tanya Dhita sambil menuruni anak tangga.
"Lagi bersiap, kan abis makan malam mau langsung berangkat," jawab Mama sambil tersenyum.
Mama masih mikir kalau anaknya pasti ada janji mau keluar sama pacarnya itu tapi malu mau bilang sama dia.
"Udah ngapain kamu cariin Papa, Itu pacar kamu udah nungguin dari tadi. Untung ada Daffa kalau ngga udah gabut dia duduk sendirian di sana," tambah mama sambil berjalan menuju dapur.
"Hmm" Dhita hanya bisa memuntahkan seteguk udara keruh.
Sebenarnya ia sangat terbebani dengan ini, kenapa sih mama harus pake ngundang Zayyan segala? batinnya.
Ia segera berjalan keruang tamu yang tidak jauh dari tangga, dan ia menemukan Daffa yang tengah mengobrol dengan Zayyan di sana.
"Udah lama?" karena gak tau harus bersikap seperti apa Dhita bertanya dengan ketus.
"Lumayan," jawab Zayyan sambil mengerutkan alis. Ni anak kenapa tiba tiba jadi jutek gini? pikirnya dalam hati.
"Tumben banget setelan lo kayak gini, ada janji keluar sama bang Zayyan ya?" tanya Daffa sambil menaikkan sekali kedua alisnya.
"Nggak kok, jangan ngarang lo ya Daf!" Dhita seketika menjadi kaku. kalau udah gini rasanya mau balik kekamar aja ganti baju tidur biar gak di tanyain yang aneh aneh gini.
Zayyan juga bertanya tanya kenapa Dhita tampil begitu rapi malam ini, padahal sore tadi setelannya cukup santai.
"Bang! ada rencana keluar bareng kak Dhita ya?" mana mungkin Daffa percaya sama Dhita, jadi mumpung lagi ada bang Zayyan di sebelahnya tanya aja langsung sama dia.
"Sejauh ini sih belum, tapi mungkin karena Dhita udah siap siap juga gada salahnya kali ya kalau kami keluar bentar abis makan malam?" jawab Zayyan bercanda, karena dia juga ga tau kenapa Dhita berpakaian seperti itu padahal sedang di rumah sendiri.
"Nah kan bener kata mama, kalian itu pasti ada janji lain. Kalau ngga mana mungkin anak gadis mama ini berdandan seperti ini hanya untuk makan malam keluarga," sahut mama tiba tiba dari belakang.
"Duuuh kan," Dhita menepuk keningnya, habis sudah nasibnya malam ini.
Begitu juga dengan Zayyan, dia gak tau lagi harus berkata apa lagi. Dia Cuma bercanda loh ini jangan dianggap serius dong ma.
Daffa yang melihat ekspresi keduanya hanya bisa tersenyum kecil. Dia gak tau seperti apa hubungan keduanya yang sebenarnya, tapi ia senang ketika melihat kakaknya bisa bersama dengan Zayyan.
"Udah sini makan dulu kita, papa setengah jam lagi harus berangkat nih!" panggil mama sambil memimpin anak anaknya pergi ke ruang makan.
Ruangan itu tidak jauh dari ruang tamu. Disana sudah ada seorang pria paruh baya yang sedang duduk di kursi utama meja makan itu sementara seorang pelayan sibuk menyalin makanan ke tempat yang sudah di sediakan di atas meja.
Zayyan duduk di sebelah Daffa, sementara mama dan Dhita duduk di sisi sebelahnya sehingga Dhita dan Zayyan duduk berhadap hadapan.
"Dhita, kamu dong yang nyiapin makanannya Zayyan gimana sih!" ucap mama sambil mengerutkan kening dengan senyum kecilnya itu.
"Oh gak apa tante, aku aja yang ambil," mendengar itu Zayyan langsung mengambil piring dan meletakkannya di hadapannya. Gak enak aja rasanya kalau Dhita yang menyiapkan makanannya, lagipula mana mungkin tu anak mau.
Dia masih berpikir kalau Dhita mungkin marah padanya karena tadi bersikap sangat cek dan ketus saat ia bertanya.
"Gimana sih, kamu itu kan tamu jadi harus di hidangkan! iya kan pah?" Mama mencari dukungan dari papa.
"Iya iya, udah kamu aja yang hidangin makanan nak Zayyan, putri kita Dhita kan belum paham yang seperti itu," sahut pria paruh baya itu dengan tenang. Di lihat dari gaya bicaranya sepertinya dia bukan orang yang kaku seperti kebanyakan orang pekantoran.
"Iya kan pa? aku mana ngerti, nih untuk kali ini mama aja dulu," Dhita langsung tersenyum setelah mendengar kalau ternyata papanya mendukung dirinya.
Jadi ia langsung mengambil piring yang sudah diletakkan Zayyan sebelumnya di hadapannya dan memberikannya pada mama untuk di isi.
"Kamu ini, sama pacar sendiri gak boleh gitu!" Gumam mama sambil menempatkan nasi ke piringnya Zayyan dengan terpaksa.
Mau gimana lagi? kalau udah bos besar yang duduk di kursi utama yang udah ngomong dia mana bisa bantah.
Mendengar mamanya Dhita mengatakan kalau dia adalah pacar anaknya, Zayyan langsung menatap Dhita dengan tatapan yang rumit seolah menunggu penjelasan dari perkataan mamanya itu.
Orang tuanya juga tau status kami? apa dia juga cerita sama mamanya? pikir Zayyan dalam hati.
"Udah udah, papa mau kenalan dulu sama orang yang udah nyelamatin anak papa waktu itu." Papa tiba tiba memotong mama yang sedang bergumam kesal.
"Namamu Zayyan?" tanya papa dengan santai sambil menoleh kearah Zayyan.
"Iya om, Zayyan!"
"Panjangnya?" tambah papa.
"Zayyan Daviandra Arjuna, om! lumayan panjang sih," jawab Zayyan sambil tertawa kecil.
Dia sangat segan bicara dengan papanya Dhita ini tapi karena papanya bicara dengan santai padanya ia tidak terlalu gugup.
"Daviandra? saya kenal beberapa orang hebat yang bernama itu, salah satunya Rizal Daviandra, kamu kenal?" sahut papa.
Dia gak tau apakah Daviandra yang disebutkan anak ini adalah nama keluarga apa bukan, jadi ia bertanya agar tau latar belakang anak ini.
"Kebetulan itu Ayah saya om," Zayyan sudah terbiasa dengan respon lawan bicara yang seperti itu ketika mereka mendengar nama keluarganya.
Hampir semua orang yang berkerja di bidang perusahaan mengenal ayahnya.
"Jadi kamu anaknya? kalau gitu sampaikan salam saya pada ayahmu jika dia pulang nanti ya? bilang kalau pak Burhan menitipkan salam." Papanya Dhita cukup terkejut ketika mengetahui kalau ternyata anak ini adalah anak dari seorang pengusaha hebat, tapi ia mencoba untuk menutupinya dan tetap bersikap santai dan tenang.