Zayyan terus mengendarai Vespa sampai mereka tiba di bengkel langganan Papanya Dhita, dan setelah mengambil kembali mobil Papa serta melunasi tagihannya mereka langsung pulang ke rumah Dhita.
"Zayyan! makasi banyak ya," begitu sampai di rumahnya, Dhita langsung berterima kasih pada Zayyan.
"Apaan sih, biasa aja kali. Justru seharusnya itu gue yang terima kasih ke lo Ta!" jawab Zayyan dengan santai. Saat ini mereka masih ngobrol di teras, gak masuk rumah.
Emang parah si Dhita, bukannya di tawarin buat masuk dulu baru ngobrol.
"Hah? kok terima kasih ke gue? kan lo yang udah bantuin gue hari ini," entah kenapa sore ini percakapan mereka jauh dari perdebatan.
Mulai cocok kayaknya nih, masih kayaknya ya!
"Ya karena gak ngajak gue debat dari tadi, jadi berasa aman aja idup gue." Zayyan tertawa kecil sambil berjalan ke motornya.
"Kalau itu sih..." Dhita mikir dulu mau jawab apa, " kalau itu sih tergantung kelakuan lo! kalau kelakuan lo brengsek gimana gue gak ngomel coba?" nada bicaranya udah ketus tapi ekspesinya kayak nahan senyum gitu.
"Yaudah gue balik ya," jawab Zayyan. Kali ini dia udah nyalain motornya yang bersuara nyaring itu, imbang lah sama Vespa tadi Cuma ini lebih bulat aja suaranya. Kalau Vespa kan rada cempreng.
"Btw mama minta lo makan malam di rumah, ya kalau lo gak sibuk sih!" mau gimana lagi ya, namanya amanah dari orang tua kan harus di sampaikan.
"Seriusan?" Zayyan terkejut kali ni dengar undangan makan malam kayak gini.
"Tanya aja sama Daffa kalau lo gak percaya," jawab Dhita dengan ekspresi khasnya, datar!
"Okey gue datang!" sahut Zayyan dengan yakin.
"Gue balik dulu ya! bye!" melihat Dhita gak niat jawab apa apa lagi Zayyan langsung pamit pulang.
Dhita tidak menjawab, ia hanya menatap Zayyan yang keluar dan semakin jauh dari rumahnya.
"Take care Za!" pas udah jauh aja baru di jawab, memang labih banget!
Zayyan pulang dengan santai, tanpa mengebut. Dan entah mengapa, ia merasakan perasaan aneh yang sulit untuk di jelaskan saat ini.
Itu membuat jantungnya berdebat lebih cepat dan menciptakan sedikit kegelisahan didalam benaknya. Perasaan ini belum pernah ia rasakan sebelumnya.
"Tersenyum"
Sambil memegang dada kirinya, Zayyan hanya tersenyum kecil sebelum kembali fokus pada perjalanannya.
Sesampainya di rumah, Zayyan langsung membersihkan dirinya. Ia mandi dengan air hangat untuk menenangkan dirinya yang entah mengapa terasa gundah dan gelisah ini.
Lalu ia bersantai di rooftop sambil menikmati secangkir kopi kesukaannya. Memikirkan kembali apa yang terjadi hari ini.
Hari yang tidak berjalan seperti biasanya, ada sesuatu yang berbeda terjadi hari ini dan itu adalah keakraban yang mulai terbangun antara dirinya dan Dhita.
"Apa kami benar benar bisa berteman seperti ini?" gumam Zayyan sembari menatap di kejauhan.
Dia sama sekali tidak mengerti darimana kecocokan mereka dalam perbincangan yang terjadi satu atau 2 jam yang lalu itu bisa terjadi.
Padahal biasanya apapun yang di katakan Dhita maka dia akan langsung menemukan sanggahannya dan begitu juga sebaliknya.
Hampir tidak pernah mereka berdua bicara dengan damai seperti teman pada umumnya, bahkan sampai mereka memiliki status pacaran ini.
"Zayyan kamu di sini?" suara Bunda tiba tiba terdengar.
"Yaampun bunda bikin kaget aja," jawab Zayyan.
"Tumben nyantai di rooftop kayak gini? biasanya ada yang lagi di pikir nih kalau udah nyantai di sini!" gak ada orang yang lebih mengenal pemuda tampan di hadapannya ini selain dirinya, jadi dia tau kalau Zayyan udah duduk di sini pasti ada yang lagi dipikirin.
"Bisa gak sih, sekali aja bunda salah kalau nebak sesuatu tentang aku?" tersenyum kecil, Zayyan menjawab dengan raut wajahnya yang tanda tanya.
Dia selalu heran dengan Bundanya yang selalu bisa menebak bagaimana kondisi pikirannya.
"Setelah 9 bulan mengandungmu, dan hampir 18 tahun mengurusmu sebagai seorang Bunda. Kamu mau bunda berhenti mengenali dirimu, sayang?" bunda menjawab dengan tenang, sambil mengusap lembut rambut Zayyan.
"Bun, kalau bunda terus menebak dengan benar apa yang sedang terjadi sama aku, gimana aku bisa punya rahasia coba?" Zayyan terkekeh pelan.
Dia selalu menceritakan isi hatinya pada sang bunda, walaupun diluar sana dia terlihat brengsek dan jahil. Dirumah dia hanyalah seorang anak dari Bunda kesayangannya ini.
"Sejak masuk sekolah kamu belum ada cerita apa apa loh sama bunda, jadi itu karena udah mulai pengen jaga rahasia dari bunda?" goda bunda pada sang anak.
Beginilah komunikasi antara mereka, selalu terjaga dengan baik. Apalagi keduanya tau bagaimana cara menuangkan kasih sayang satu sama lain, tidak peduli seberapa dewasa anaknya sudah tumbuh.
"Wow! bunda gak bakal percaya apa yang terjadi selama satu minggu terakhir." Zayyan memuntahkan seteguk udara keruh.
"Ya tentu! bunda udah menantikannya," jawab bunda singkat sambil memandangi wajah anaknya. Sepertinya tahun ini ia benar benar akan tumbuh sebagai pria dewasa.
Walaupun bunda udah mancing biar anaknya mulai curhat kayak biasanya, tapi belum ada tanda tanda Zayyan akan bercerita.
Dia hanya memandangi penandangan yang terlukis indah di hadapannya.
"Oke, biar bunda tebak! apa ada siswi baru yang nekad nembak kamu lagi kayak tahun kemarin? atau adik kelas yang sempat deket dengan kamu pas SMP mulai tebar tebar pesona lagi?" bunda tau segalanya tentang pengalaman Zayyan, jadi gak sulit untuk menggali apa yang sedang dia pikirkan.
"Ngga ya? emmm, atau Vira yang udah kawal kamu satu bulan terakhir? kalian jadian?" bunda pikir ini masuk dalam apa yang di pikirkan anaknya saat ini, tapi dilihat dari respon Zayyan yang hanya menatapnya dengan senyuman lembut. Kayaknya yang ini udah gak penting lagi!
Oke, saatnya gali lebih dalam lagi!
"Kamu punya saingan atlet silat yang baru? atau ada yang nangis lagi gara gara kamu jauhin? atau Dhita yang masih sering berantem sama kamu?" di pertanyaan terakhir bunda melihat respon berbeda dari anaknya.
Zayyan mengernyitkan alis, itu artinya ada sesuatu yang penting di sini! akhirnya tembakannya tepat sasaran.
"Dhita? ada apa dengan gadis itu sampai sampai membawamu menenangkan diri di rooftop seperti ini?" bunda sedikit kaget dengan hasil tebakannya.
Dhita memang hampir selalu ada dalam kisah anaknya, tapi dari yang dia dengar gadis itu tidak berteman baik dengan Zayyan.
Bahkan bisa di bilang sebagai musuh bebuyutan karena sering terlibat perdebatan.
Tapi siapa sangka gadis itu bisa sampai membuat anaknya naik ke rooftop untuk menenangkan diri. Padahal tidak semua masalah bisa membawa Zayyan naik ke atas sini.
"Aku mulai bertanya tanya, jangan jangan bunda pernah jadi peramal waktu muda ya?" jawab Zayyan, dia gak tau lagi harus bilang apa.
Bunda selalu punya cara untuk buat dia curhat!