Suasana pagi itu tidak terlalu baik, justru cenderung kelabu dengan awan yang cukup tebal menutupi langit. Udara sedikit terasa dingin, sesekali mulai terdengar petir yang menyapa dengan halus dan lembut. Rasanya sejuk, sendu, dan membuat tempat tidur menjadi tempat paling nyaman dalam kondisi ini. Namun, tidak untuk keluarga Ardi Pranata yang justru tengah bersiap untuk pergi ke rumah baru. Terlihat beberapa orang sedang membantu mengangkat dan memindahkan barang-barang ke mobil truk yang mulai terisi penuh itu. Ardi yang sangat sibuk sembari menggendong putranya, Sean, terus berkeliling memastikan tidak ada yang terlewat. Sean pun turut bersemangat dengan antusiasnya melihat aktivitas orang-orang yang berlalu lalang mengangkat dan memindahkan barang-barang yang sudah dikemas dengan rapi.
"Pak, maaf semuanya sudah siap." Kata salah seorang dari orang-orang tersebut
"Oh iya baik, kalau gitu langsung jalan aja pak, nanti kita ketemu disana ya!" Jawab Ardi dengan senyum ramahnya.
Para tukang yang diminta oleh Ardi untuk membantu kepindahan mereka itu mulai pergi menuju alamat yang sudah diberikan sebelumnya. Ardi mendatangi sang istri, Dewi, yang sedang berada di balkon atas kamar mereka seorang diri.
"Sean, kita liat mama yuk!" katanya sambil melihat Sean dan tersenyum
Sean adalah anak yang sangat pintar, menanggapi ajakan papa nya, Sean mengangguk dengan lucunya. Mereka berjalan ke lantai atas menemui Dewi. Sean yang melihat mamanya dari arah belakang langsung menunjuk ke arahnya dan memanggil "Ma..ma" dengan lembut dan belum begitu jelas. "Iya, itu mama nak, mama lagi ngapain ya disitu?" balas Ardi
Mereka terus berjalan mendekati Dewi. "Mama, semua sudah siap, semua tukang juga sudah pergi ma, tinggal kita sekarang, kita jalan juga yuk, nanti keburu ujan deres ma" kata Ardi dengan manis sambil menyapu rambut Dewi ke belakang telinganya.
Dewi terlihat tidak begitu bahagia akan kepindahan mereka, ia sedikit melamun dan merenung. Dewi berbalik badan melihat ke dalam rumah, melihat sekeliling rumah dari kanan ke kiri, atas ke bawah dengan perlahan-lahan. Melihat Dewi yang terlihat masih berat meninggalkan rumah yang punya banyak kenangan itu, Ardi kembali mengusap dan menyapu rambut Dewi ke arah belakang telinganya.
"Ma, kamu bisa, kita bisa" ucap Ardi menguatkan istri tercintanya
Dewi menghela nafas dalamnya dan melihat ke arah Ardi, Dewi pun mengangguk dengan matanya yang mulai memerah dan mulai berkaca-kaca. Melihat itu, Ardi menggenggam tangan Dewi dan mencium keningnya. Dewi menahan tangisnya dan kemudian mencium pipi Sean. "Kita jalan yuk" kata Ardi, Dewi membalasnya dengan mengangguk, tersenyum kecil dan menghapus air matanya dengan kedua tangannya. Mereka pun berjalan untuk segera pergi. Baru beberapa langkah berjalan, tibalah mereka didepan sebuah ruangan di dekat tangga. Langkah Dewi terhenti sejenak dan menengok ke arah ruangan tersebut yang berada di sebelah kanannya. Dewi menatap ruangan dengan pintu berwarna putih itu dengan tatapan kosong dan air mata yang menggenang. Melihat langkah istrinya yang terhenti, Ardi memengang erat tangan Dewi untuk menguatkannya. Dewi pun menoleh ke arah suaminya dengan perlahan dan berkata dengan lirih "Sebentar aja mas, terakhir...." katanya dengan lirih dan air mata yang menetes di pipinya tanpa disengaja. Untuk beberapa saat mereka saling menatap, dan akhirnya Ardi mengizinkannya. "Oke, tapi janji sebentar aja ya? Kita harus langsung pergi, nanti keburu ujan" kata Ardi sambil menghapus air mata Dewi dan memberikan senyum terbaiknya. Dewi menganggukkan kepala dan mereka berjalan bersama menuju ruangan tersebut.
Dengan segala keyakinan, dengan perlahan Dewi mulai memegang gagang pintu itu dan mendorongnya kebawah. Sambil menahan tangisnya, Dewi membuka pintu ruangan itu. Dewi membukanya dengan lebar, kemudian ia berdiri tepat di tengah pintu dan melihat bagian dalam ruangan yang sudah kosong itu. Ruangan itu bercat merah muda yang sangat soft menggemaskan. Dewi masuk beberapa langkah, lalu melihat ruangan itu lebih dekat lagi untuk yang terakhir kalinya. Dewi tak bisa menahan tangisnya, namun ia mencoba sekuat tenaganya untuk tidak mengeluarkan suara, agar suami dan anaknya tidak mendengar. Dewi hanya bisa menggigit bibir bawahnya dan berusaha mengatur nafasnya. Namun, Dewi tidak mampu menahan kesedihannya, ia pun menangis dan tidak lagi bisa menyembunyikan perasaanya itu.
Sean kecil memang anak yang cerdas dan tidak rewel, melihat mamanya di dalam ruangan itu sendirian, ia menepuk bahu Ardi dan menunjuk ke arah Dewi, seakan-akan ia ingin papanya tau bahwa mamanya sendirian disana. Ardi tersenyum lebar melihat kepekaan sang anak yang berada dalam dekapannya. Dengan mata yang merah dan sedikit air mata yang terlihat di matanya, Ardi mencoba lebih kuat dan tegar. Setelah beberapa saat, Ardi mulai memanggil Dewi untuk segera bersiap. "Mama, Sean udah panggil dari tadi nih! Kita udah disuruh berangkat sama Sean, Ya nak ya?" kata Ardi dengan nada yang bergetar menahan tangis, dan tersenyum ke arah Sean yang juga membalas senyumannya. Dewi berusaha keras menyudahi tangisnya, sulit memang, namun ia terus berusaha. Dewi menarik nafas panjang dan mulai mengatur nafasnya. Untuk terakhir kalinya, ia menghapus air mata yang membasahi pipi dengan kedua tangannya, sambil melihat sekelilingnya. "Ikhlas, Ikhlas, Ikhlas" itulah kata-kata yang ia ucapkan dalam hati. Dewi berbalik lalu berjalan menuju Ardi dan Sean. Melihat suami dan anak yang menunggunya dengan senyuman luar biasa itu, membuat Dewi semakin lega dan tenang. Dewi menutup kembali ruangan itu dan berjalan keluar bersama Ardi dan Sean. Mereka mulai menuruni tangga dan meninggalkan rumah yang mereka tinggali sejak awal pernikahan tersebut.
Ardi dan Dewi memulai perjalanan mereka dengan mobil sedan hitam. Dalam perjalanannya, terlihat bahwa Dewi masih belum bisa menghapus sedihnya. Sean kecil yang duduk dipangkuan Dewi terlihat senang melihat jalan yang mereka lewati, pandangannya selalu melihat ke arah kanan dan kirinya dengan tingkahnya yang menggemaskan. Interaksi yang dilakukan Sean kecil mampu mengusir rasa sedih sang mama yang sesekali melamun dengan air mata yang menggenang di matanya. Sean sering menunjuk ke arah luar kaca yang tertutup ketika melihat pohon-pohon maupun orang-orang yang sedang berjualan dipinggir jalan.
Memerlukan waktu sekitar 1 jam untuk menuju rumah baru mereka. Di tengah perjalanan, hujan rintik-rintik pun mulai turun. Sean kecil tampak antusias dengan turunnya hujan. Melihat rintikan hujan yang turun membasahi kaca mobil yang ada didepannya, tentu Sean sangat senang dan antusias. Tingkah lucu Sean mampu menghibur sang mama yang masih nampak sedih dan melamun. Sean adalah pelita Dewi dan Ardi yang tiada bandingnya di dunia. Sean selalu mampu memecah sunyi, sedih dan rasa lelah yang dirasakan kedua orang tuanya.
Hujan tidak bertambah deras, namun tetap sama seperti awal hujan itu turun. Hujan yang awet itu mengiringi perjalanan mereka. Setelah menempuh perjalanan, mereka pun sampai di rumah baru. Terihat orang-orang yang sedang sibuk memindahkan barang dan perabotan dari truk besar itu ke dalam rumah lantai 2 bercat putih tersebut. "Kita sudah sampai di rumah baru!" kata Ardi dengan gembira sambil mencium Sean. Sean bertepuk tangan dengan gembira dan membalas ucapan sang papa "lumah balu", katanya menggemaskan. Entah harus berbahagia atau tidak, tapi Dewi terlihat tidak begitu antusias. "Ma, kita udah sampai, kita masuk yuk, kamu pasti suka" kata Ardi dengan halus sambil tersenyum. Dewi membalas senyum Ardi dan menganggukkan kepalanya, mereka pun turun dari mobil dan masuk dengan bergandengan tangan.