Suara tangisan Sean memecah suasana pada dinihari itu. Tidak seperti biasanya Sean membuat papa dan mamanya terbangun dengan tangisannya. Dewi langsung sigap menggendong Sean dan menenangkannya, sementara Ardi menyalakan lampu dan melihat kearah jam weker hitam diatas meja kecil samping tempat tidurnya. Tangisan Sean tidak begitu keras maupun tersedu-sedu. "Syukurlah" dalam hati Ardi. Tidak beberapa lama kemudian Sean pun berhenti menangis, namun ia tidak mau turun dari gendongan sang mama.
"Anak mama kenapa ini, kok tiba-tiba nangis" kata Dewi sambil mengelus bagian belakang kepala putranya. Sean tidak menjawab dan hanya memasang wajah sedihnya. Ardi meraba bagian tengah kasur yang merupakan tempat Sean tidur.
"Sean nggak ngompol" kata Ardi tersenyum ke arah anak dan istrinya.
"Engga dong, Sean kan pinter papa" kata Dewi dengan lembut
"Masih ngantuk ngga nak? Mau bobo lagi?" tanya Dewi. Sean menggelengkan kepalanya dengan perlahan. Ardi mengikuti tingkahnya dengan ikut menggelengkan kepalanya. Melihat itu, Dewi tersenyum ke arah Ardi. Dewi terus menimang putranya yang sudah mulai besar itu, dalam pelukannya Dewi bersenandung halus dan merdu seraya berusaha menidurkan kembali putranya itu.
Ardi tak henti-hentinya memandang Dewi yang tengah menggendong Sean. Dewi terlihat masih mengantuk, namun ia selalu siap memeluk putranya kapanpun dan dalam keadaan apapun. Ardi sangat senang dan bersyukur melihatnya dapat kembali melakukan aktivitas seperti biasanya, terlebih kemarin Dewi sudah mulai membuat kue.
Beberapa menit berselang, Ardi turun ke lantai bawah menuju dapur, kemudian ia kembali naik dan masuk ke kamarnya dengan membawa segelas air putih untuk Dewi. Ardi memberikannya kepada Dewi yang baru saja membaringkan Sean di tempat tidur.
"Hmm... makasih mas, papa" ucap Dewi seraya menerima gelas berisi air itu.
"Sama-sama, kamu keren ma" ujar Ardi dengan tatapan yang dalam dan penuh arti. "Aku seneng kamu mulai bikin kue lagi" lanjut Ardi dengan suara yang lembut dan nada yang sedikit bergetar. Dewi membalas tatapan Ardi, hatinya tersentuh mendengar perkataan suami yang baru saja diucapkan. Tanpa disadari, air mata menggenang dimata Dewi, belum sempat air mata itu jatuh, Dewi langsung menaruh gelas di meja dekat tempat tidurnya dan menutup wajah dengan kedua tangannya sembari menghapus air matanya.
"Masih jam segini, kita tidur lagi yuk" sambung Dewi mengalihkan pembicaraan.
Ardi mengangguk perlahan dan mereka pun kembali tertidur.
----------
Sementara itu, ketika waktu menunjukkan pukul 5 pagi, Sere terbangun dari tempat tidurnya. Sama seperti Sean, Sere juga masih tidur bersama dengan kedua orang tuanya. Kebiasaan Sere ketika bangun adalah dia akan membuka mata dan mengumpulkan energi untuk kemudian duduk di tempat tidurnya. Ketika bangun tidur, Sere tidak menangis atau berteriak mencari ibunya. Ia akan melihat kesekelilingnya, ketika ia masih melihat ayahnya yang sedang tidur, maka ia tidak akan khawatir karna Sere tahu bahwa ibu pasti sedang di dapur. Sere langsung turun dari tempat tidurnya dan keluar kamar untuk menghampiri ibunya, kebetulan pintu kamar sedikit terbuka, jadi Sere tidak perlu membangunkan ayahnya untuk membukakan pintu.
Sere berjalan menuju dapur, terdengar suara teko air panas yang berbunyi. "Ibu" kata Sere perlahan. Rahayu menoleh ke arah suara itu, ia melihat putrinya yang berjalan dengan wajah bangun tidur dan rambut yang sedikit berantakan.
"Lho anak ibu udah bangun, ibu berisik ya?" tanya Rahayu
Sere hanya menggelengkan kepalanya, dan mulai duduk di kursi meja makan dengan upayanya.
"Ibu, masak ail?" tanya Sere
"Iya, ibu masak air buat bikin kopi ayah, Sere mau ibu buatin susu atau teh?"
"Teh" jawab Sere.
Dewi membuatkan teh untuk Sere dan memberinya beberapa keping biskuit, tidak lama kemudian Ramdan menghampiri mereka, namun Rahayu langsung menyuruh Ramdan untuk segera mandi. Orang tua Sere sudah membiasakan putri mereka untuk mandi di pagi hari setelah bangun tidur. Setelah mandi mereka pun sarapan bersama Ramdan ingin mengajak putrinya untuk kembali bermain sepeda, sedangkan Rahayu melanjutkan aktivitasnya seperti ibu rumah tangga lainnya. Sere tampak senang bermain sepeda bersama ayahnya, sesekali ia tersenyum dan tertawa kepada sang Ayah. Beberapa kali Rahayu tampak menengok ke luar rumah untuk melihat putrinya yang tengah bermain sepeda. Suatu kebahagiaan bagi Rahayu ketika melihat putrinya gembira.
Ditengah asyiknya Sere dan ayahnya bermain sepeda, Sean dan Ardi tampak keluar dari rumahnya. Mereka menghampiri Sere dan ayahnya.
"Sere suka main sepeda ya? Sean boleh ikut main sama Sere ngga?" tanya Ardi
Sere hanya terdiam, senyumnya hilang. "Tentu boleh Sean" jawab Ardi mewakili putrinya.
Sean memegang tangan Sere yang sedang mencengkam gagang sepedanya. "Aku boleh naik sepeda kamu?" tanya Sean
Sere hanya melihat kearah Sean tanpa berbicara sepatah kata pun. "Sere, ayo berbagi sama Sean, mainnya sama-sama ya" kata Ramdan sambil mengusap rambut putrinya.
"Lho nak, Sean kan juga punya sepeda, papa ambilin sepeda Sean ya" kata Ardi
"Ngga mau pa, Aku mau naik sepeda ini!" kata Sean
Akhirnya, Sere turun dari sepedanya, namun ia tetap diam saja. "Asyikkkk!" sorak Sean.
Ardi tampak tidak enak kepada Ramdan dan Sere, apalagi ketika ia melihat Sere yang tampak tidak senang dan harus turun dari sepeda yang tengah dinaiki nya.
"Kalau gitu om ambil sepeda Sean ya, nanti Sere yang naik sepeda Sean" kata Ardi
"Ngga perlu pak, nggapapa, Sere ngga akan mau pakai sesuatu yang bukan miliknya, nggapapa gantian aja sama Sean" kata Ramdan menjelaskan.
Sean tampak senang menaiki sepeda Sere, ia tampak gembira mengayuh sepeda. Sean menaikinya beberapa meter kedepan, dan kemudian kembali lagi tempat semula. Setelah selesai, Sean langsung turun dan meminta Sere untuk bergantian menaiki sepeda itu. Awalnya Sere tidak mau, namun berkat bujukan dari ayahnya akhirnya Sere bersedia. Mereka pun menaiki sepeda itu secara bergantian. Wajah Sere mulai terlihat menikmati kebersamaan mereka.
Ardi dan Ramdan duduk bersama dengan kursi kecil milik Ramdan sambil mengawasi anak-anak mereka. Ketika giliran Sean yang naik sepeda, mungkin karena terlalu bersemangat, Sean mengayuh sepeda dengan kencang dan cepat. "Awas Batu!" kata Sere dengan suara lantang. Roda kecil itu menginjak batu yang cukup besar dan membuat sepeda menjadi oleng, Sean pun jatuh dari sepeda. "Sean!" kata Sere berteriak dan langsung berlari menghampiri Sean. Sean menangis, Ardi dan Ramdan segera menghampiri Sean.
Sere mendirikan sepeda dan menolong Sean dengan menyuruhnya duduk. Bagian kanan dari lutut Sean lecet. Sere melihatnya dan membersihkan pasir yang menempel disekitar lutut Sean. Sean menangis semakin kencang ketika melihat ada sedikit darah yang keluar dari luka lecetnya. "Aaarrghhhhhhhh... huuhuuuuu.... PAPA!" jerit Sean. Ardi tersenyum kecil sambil memeluk putranya yang masih terduduk itu. Sere mengulurkan tangannya kearah Sean untuk membantunya berdiri. Ardi menghapus air mata Sean.
"Tuh Sere mau bantu Sean, yuk bangun" kata Ardi. Sean terus menangis dan semakin lama tangisannya semakin kencang. "Anak jagoan ngga boleh nangis" lanjut Ardi.
Mendengar itu, Sean perlahan menyudahi tangisnya dan ia pun meraih tangan Sere. Sere melihat siku kanan Sean juga terluka. Ia menunjukkannya kepada Sean dengan memegang tangan Sean. Sean yang melihat ada luka lagi kembali menangis dengan kencang. "Aaaaargggghhh... huhuhu.." tangisnya lucu
Melihat itu Ardi dan Ramdan tertawa dengan geli. Sere tampak heran melihat Sean yang malah kembali menangis, padahal sebelumnya ia sudah mulai berusaha menyudahi tangisannya.
"Lho kok malah lanjut nangis lagi" kata Ardi sambil terus tertawa.
Suara tangisan Sean yang kencang akhirnya terdengar oleh kedua ibu mereka. Dewi dan Rahayu sampai keluar rumah dan melihat ke arah Sean yang tengah menangis,
"Papa! Sean kok nangis! Kenapa?" Tanya Dewi yang berteriak dari rumah mereka.
"Ayah! Sean kenapa?" tanya Rahayu yang juga cemas melihat Sean menangis.
Melihat Ardi yang tidak menjawab dan malah tertawa, Dewi berlari menghampiri mereka yang kemudian disusul oleh Rahayu.
"Kenapa ini?" tanya Dewi.
"Sean jatuh" jawab Sere.
"Jatuh? Kok bisa pa?" tanya Dewi kepada Ardi
"Mama!" Sean langsung memeluk mamanya.
"Sean tadi semangat banget naik sepedanya, ngga liat ada batu, eh jatuh" jawab Ardi.
"Iya bu, tadi lagi main sama Sere" jawab Ramdan
"lutut sama sikunya luka bu, ayo diobati dulu, nanti bisa infeksi!" kata Rahayu yang khawatir ketika melihat kaki dan tangan Sean yang terluka.
Dewi mengangguk dan langsung membawa Sean pulang kerumah ditemani oleh Rahayu. Ardi, Ramdan dan Sean menyusul mereka dan mengobati luka Sean dirumahnya.