Chereads / THE NEIGHBOR / Chapter 2 - SERE

Chapter 2 - SERE

Gadis kecil yang sudah bisa berjalan kesana kemari itu, dengan lucunya selalu berjalan ke sekeliling rumah dengan dominasi cat putih tersebut. Rumah dengan banyak perabotan dan hiasan berbahan dasar kayu dengan berbagai corak dan bentuk yang unik itu turut menghiasi di beberapa spot dinding yang juga berwarna putih. Serena, biasa dipanggil Sere adalah anak yang cantik dan manis, namun dia berbeda dari anak kecil pada umumnya. Sejak lahir, Sere sangat jarang menangis, tersenyum dan tertawa. Butuh usaha yang luar biasa untuk membuatnya tertawa. Sejak bayi, para kakek, nenek, om, Tante, saudara, maupun kerabat ayah dan ibu Sere selalu berusaha membuatnya terseyum dan tertawa dengan candaan, gurauan, serta berbagai tingkah lucu mereka. Namun, Sere tetap tidak tersenyum apalagi tertawa. Orang-orang menjuluki bahwa tangis,senyum, dan tawa Sere itu "mahal".

Ayah dan Ibu Sere sempat merasa khawatir bahwa Sere memiliki keterlambatan dalam merespon maupun masalah lainnya yang mungkin saja terjadi. Akhirnya pada waktu bayi hingga berusia dua setengah tahun, orang tua Sere beberapa kali memeriksakannya ke dokter untuk mengetahui bagaimana kondisi sang putri. Namun, Sere tidak mempunyai masalah apapun. Pendengaran, pengelihatan, dan indera lainnya dalam kondisi yang baik dan tidak mengalami masalah apapun. Dokter Wira yang merupakan dokter yang biasa dikunjungi ayah dan ibu Sere mengatakan bahwa Sere baik-baik saja dan tidak ada yang perlu dikhawatirkan. "Sere baik-baik saja pak, bu. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan, hanya Saja memang benar apa yang dikatakan orang-orang bahwa senyuman, tangisan, dan tawa Sere itu mahal. Dia tidak mudah ditaklukan." Kata dokter Wira dengan senyumnya untuk memecah kekhawatiran dari orang tua Sere.

Dokter Wira merupakan dokter muda yang tampan dengan rambut klimis yang disisir ke kanan dan kacamata. Orang tua Sere, Ramdan dan Rahayu tertawa dan merasa lega mendengar candaan dokter Wira. "Dok, tapi betul kan Sere nggapapa? Dokter yakin kan? Dokter Wira ngga salah?" tanya Rahayu dengan cemas dan ragu. Mendengar pertanyaan Rahayu, Dokter Wira tersenyum kecil. "Maaf bu, apa ibu ingat, sudah berapa kali saya mengatakan ini?" tanya dokter Wira sambil tersenyum dan mengangkat alis sebelah kirinya. "Sudah beberapa kali sih dok, tapi Dokter beneran enggak nutupin apapun kan dok?" tanya Rahayu yang masih ragu. Dokter Wira tertawa mendengar itu. "Bu, ya ngga mungkin dokter menutupi fakta dari pasiennya, apalagi ini anak kecil. Ibu aneh-aneh aja," Ujar Ramdan merespon pertanyaan istrinya itu. Dokter Wira menunjuk ke arah Ramdan seraya membenarkan apa yang dikatakanya. "Ibu kan Cuma memastikan aja, abis dokter Wira ngomongnya sama terus kalo kita kesini." Katanya. "Memang benar ibu, itu memang faktanya, lalu saya harus ngomong apa?" kata dokter Wira yang tak henti tertawa kecil.

Setelah selesai, mereka pun pulang. Seperti biasa, Rahayu selalu pulang dengan tanda tanya dan rasa herannya yang terbawa sampai ke rumah. Sesampainya di rumah, Ramdan langsung membaringkan Sere di tempat tidur karena selama perjalanan pulang tadi, sere tertidur dengan lelap. Rahayu duduk di samping Sere dan memandangi sambil mengusap rambutnya. "Tidur ya sayangnya ibu yang mahal ini". Kata Dewi sambil tersenyum yang kemudian mencium kening Sere. "Kita beruntung bu punya Serena, kita harus bisa paham kalo memang senyumnya mahal untuk sekarang. Tapi kan kita belum tau gimana nanti kalo udah besar, dia pasti akan jadi anak yang cantik, pintar dan manis." Kata Ramdan dengan bahagia. Rahayu melihat ke arah Ramdan dan membalas senyumnya.

Hari-hari berlalu, tibalah pada hari dimana Ramdan dan keluarga kecilnya akan pindah ke rumah mereka yang baru. Ramdan dan Rahayu sudah merencanakan sejak lama untuk pindah rumah, namun karena satu dan lain hal yang menunda rencana itu. Mereka tinggal di rumah orang tua Ramdan yang berasal dari Yogyakarta. Jadi, tidak heran jika rumah tersebut mempunyai banyak perabotan maupun hiasan unik dan tradisional yang mayoritas terbuat dari kayu. Sejak pagi buta, Ramdan dan Rahayu sudah sibuk mempersiapkan semua perlengkapan yang hendak mereka bawa. Karena Sere adalah anak yang pintar dan tidak rewel, jadi Rahayu bisa lebih fokus memeriksa berbagai barang bawaan mereka dengan tenang. Sere anteng bermain dengan kakek dan neneknya. Barang yang akan dibawa mereka tidak banyak, tetapi lebih didominasi oleh perabotan yang besar seperti lemari, tempat tidur, laci, meja, beberapa kursi, dan beberapa perabotan lainnya yang tentu tidak bisa mereka bawa sendiri. Untungnya, banyak keluarga yang membantu kepindahan mereka.

Matahari sudah mulai terbit, Ramdan dan keluarga kecilnya mulai bersiap untuk pergi dan memulai perjalanan mereka menuju rumah baru. Mereka pun berpamitan dengan keluarga yang berkumpul untuk membantu dan melepas kepindahan mereka. "Bu, pak, Ramdan, Rahayu dan Serena pamit. Terimakasih selama ini kami diperbolehkan untuk tinggal dan banyak merepotkan di rumah ini. Doakan kami selamat sampai tujuan dan betah ya pak, bu." Kata Ramdan setelah mencium kedua tangan bapak dan ibunya secara bergantian. "Kalian tidak pernah merepotkan, bapak dan ibu senang sekali bisa berkumpul dengan kalian, baik-baik yo, sering-sering telpon kesini yo nak." Kata Eyang Putri.

"Hati-hati di jalan yo nak, jangan ngebut, ingat anak dan istrimu yo." Ujar Eyang Aryo. Setelah Ramdan selesai, Rahayu pun bergantian untuk salaman dan mencium tangan kedua mertuanya itu dan berpamitan. "Pak, Bu, Kami pamit ya.. bapak dan ibu sehat-sehat yaa, biar bisa telponan lama sama kami ya pak, bu." Kata Rahayu. Eyang Putri dan Eyang Aryo tersenyum dan langsung memeluk anak, menantu dan cucu mereka. Suasana pada pagi itu sangat syahdu bercampur haru bahagia. Semua keluarga juga mencium dan mengelus pipi Sere sambil mengucapkan perpisahan. Saat Sere di gendong Eyang Aryo dan pipinya dicium oleh Eyang Putri, Sere tersenyum dengan lebar sampai giginya terlihat. Hal itupun sontak membuat semua orang terkejut sekaligus senang karena bisa melihat senyum lebar Sere yang "mahal" itu. Senyuman Sere saat itu bagaikan moment langka yang akhirnya bisa terjadi. Setelah berpamitan dengan semua keluarga, Ramdan dan keluarga kecilnya pun memasuki mobil berwarna putih milik mereka dan memulai perjalanan. Mereka berangkat dengan mobil pribadi dan truk ukuran sedang yang sudah berangkat duluan sebelum mereka pergi. Perjalanan mereka lancar dan tidak ada kendala apapun. Selama perjalanan, Rahayu terus menciumi Sere karena gemas bercampur senang karena senyum putrinya. "Anak ibu ini kok senyumnya mahal sekali yaa" kata Rahayu. Ramdan hanya tertawa dan sesekali mengelus rambut dan mencubit halus pipi putrinya yang seperti bakpao itu.

Perjalanan mereka tempuh dengan waktu 5 jam, akhirnya mereka pun sampai di rumah bercat putih yang masih kosong itu. Terlihat dari kejauhan bahwa di depan rumah mereka pun ada yang sedang mengangkut barang ke dalam rumahnya. Tentu itu adalah tetangga depan rumah mereka yang juga pindah di hari yang bersamaan.