Chereads / Pernikahan Misterius: Antara Cinta Dan Balas Dendam / Chapter 11 - Kehilangan Ayah Freedy

Chapter 11 - Kehilangan Ayah Freedy

"Maaf, Elena. Ayahmu sudah meninggalkan kita selamanya, kamu harus ikhlas ya, dan bersabarlah," ucap Dokter demi bisa membuat Elena tenang.

"Apa? Dokter, pasti sedang bercanda kan? Mana mungkin ayah saya telah tiada? Dari tadi kami sedang asyik mengobrol bersama." Elena begitu tidak menduga, hingga ia sangat tidak bisa percaya dengan kabar duka.

"Saya sudah melakukan semaksimal mungkin, dan memang keadaan ayahmu sebelumnya sudah lebih baik lagi, tapi sepertinya ia mulai kembali drop. Ditambah mendapatkan pertolongan yang terlambat. Kalau begitu saya permisi dulu."

"Baik, Dokter."

Bagaikan tertusuk pedang ketika harus mendengar kabar duka dari orang yang paling berharga. Rasa sakit datang berdampingan, dan semakin keras menghantam kerasnya kehidupan. Betapa tak terduga sang ayah tercinta harus ia tatap dalam penuh tangisan, dan sekarang tak ada lagi harapan untuk dapat membuat sang tercinta kembali membuka matanya.

"Ayah! Aku mohon bangun ... Ayah, bangun ...." Elena menjerit keras di saat ia semakin tidak sanggup menerima sebuah takdir kelak tentang orang yang paling ia sayang. Kini, kekuatan terbesarnya telah hilang, dan hanya ada kehampaan di dalam hati yang penuh dengan air mata.

Memeluk dengan erat, dan tak sanggup melepaskan. Namun, apa daya Elena hanya bisa menangis ketika melihat wajah ayahnya di tutupi oleh kain putih.

"Ayah, kenapa harus tinggalkan aku? Bahkan di saat sekarang kedua putri ayah tidak juga kunjung datang. Apalagi dengan Kak Bella, gara-gara ulahnya itu sampai harus terjadi keadaan seperti ini dengan ayah," gumam Elena.

Kesedihan yang amat besar, namun tak ada yang bisa ia lakukan. Hanya bisa menangisi kepergian orang tersayang. Bahkan Elena sangat menyesali dengan kepergiannya untuk menjemput kakaknya. Saat itu, yang bisa ia lakukan hanya menemani ayahnya untuk pulang ke rumahnya.

Tak berada jauh, Sam masih berusaha mengawasi keadaan yang akan terjadi selanjutnya. Seolah-olah dirinya tidak tahu apapun, dan tetap duduk di depan ruangan rawat Devan.

Ia sedikit terkejut ketika melihat Ayah Freedy sedang di bawakan dengan raut wajah yang terlihat pucat, ditambah putrinya yang sedang berjalan sembari terus menangis.

Kabar duka tersebut segera ia umumkan kepada Saga, namun ia masih tetap setia berada di tempat itu.

Elena yang sedang merasakan kekecewaan dengan kakaknya Bella, namun ia berusaha untuk tetap memberitahukan kabar tersebut. Beberapa kali ia coba menghubungi sang kakak, namun panggilan tetap tidak terjawab. Semakin membuat Elena geram dengan tingkah lakunya kakaknya yang ia pikir sudah tak lagi peduli dengan keluarga.

Akan tetapi, Elena masih memiliki hati yang baik untuk tidak menyembunyikan kabar duka tersebut. Memilih untuk memberitahukan melalui pesan singkat, dan ia beralih untuk memberitahukan kabar kepada adiknya Fiona.

"Hallo, Fiona. Kakak sedang pulang bersama dengan mobil ambulance. Jadi, kamu harus segera pulang ya sekarang. Jangan lagi pikirkan tentang formulir universitas mu itu. Ya sudah teleponnya segera kakak tutup." Singkat dan jelas Elena berucap.

"Tapi, kak, tunggu dulu. Ada apa sebenarnya?" Fiona yang masih tidak paham dengan maksud dari kakaknya itu, namun sialnya panggilan sudah lebih dulu di tutup. Hingga suaranya tidak dapat lagi terdengar.

Tak banyak berpikir Fiona segera memutuskan untuk tiba di rumahnya, namun saat itu ternyata mobil ambulans telah lebih dulu sampai. Sungguh tidak dapat ia bayangkan ketika harus melihat ayahnya diturunkan dari mobil ambulance dalam keadaan yang tak lagi bernyawa.

Dengan cepat berusaha berlari untuk dapat memeluk tubuh sang ayah, namun Elena berusaha menahan adiknya itu. Mereka berdua saling memeluk dengan penuh kesedihan yang amat besar. Tak pernah terbayangkan kabar duka harus kembali mereka dengar setelah berpuluh-puluh tahun lama, di saat sang ibu juga meninggalkan mereka bertiga.

Namun sekarang, Elena dan Fiona merasa semakin terpukul dengan tidak kehadiran sang kakak di tengah-tengah kesedihan mereka. Akan tetapi, Fiona yang belum tahu dengan kronologi kejadian membuat ia bertanya-tanya dalam benaknya. Ia pun memutuskan mengajak kakak kedua untuk berbicara.

"Katakan padaku, kak. Sebenarnya apa yang sedang terjadi dengan ayah? Bukankah sebelumnya ayah sudah baik-baik saja kan? Maka dari itu aku berani untuk pergi demi bisa mengambil formulir pendaftaran mahasiswa," tanya Fiona.

Elena hanya bisa menghembuskan nafasnya dengan berat, ia juga begitu berat hati memberitahukan kabar yang sebenarnya terjadi. Sebab, Fiona yang memiliki sifat pembenci lebih buruk dari dirinya. Bahkan ia juga selalu menjadi anak kesayangan setelah Bella.

Sampai akhirnya, Elena hanya bisa memilih diam, namun tetap membuat Fiona bersikeras.

"Katakan padaku, kak. Kenapa kamu malah diam saja? Aku berhak tahu, lagipula aku sudah masuk menjadi anak yang dewasa," paksa Fiona sembari ia mengayunkan kedua bahu kakaknya.

"Jujur aku merasa sangat kecewa dengan Kak Bella. Dia bahkan sama sekali tidak peduli sekarang, dan semua ini karena ulahnya sendiri. Awalnya ayah masih baik-baik saja, dan sempat berbicara banyak hal denganku. Tapi, sebuah surat dari Kak Bella datang. Ia memintaku untuk menjemputnya, dan aku datang. Namun, dia tidak ada di tempat, dan setelah aku pulang keadaan ayah sudah seperti ini. Bahkan aku tidak mengerti penyebab atas kematian ayah yang sebenarnya, hanya saja aku kecewa dengan ulah Kak Bella," jelas Elena dengan baik-baik.

"Jadi, semua ini karena Kakak Bella?" Fiona begitu tidak menyangka, bahkan air matanya semakin deras berjatuhan ketika mendengar fakta buruk tentang penyebab kematian ayahnya.

Ia pun bergegas mengambil tasnya tanpa berkata sepatah kata pun, namun Elena mencoba menahan adiknya itu. Akan tetapi, Elena tahu sikap keras kepalanya Fiona yang sulit dikendalikan ketika sedang marah besar.

"Fiona, kamu ingin ke mana? Jangan perlu lagi karena kita harus membawa ayah ke peristirahatan terakhirnya."

"Aku akan kembali, Kakak. Tapi, setelah aku membawa Kak Bella ke sini. Namun, jika memang dia tidak ingin maka biarkan hubungan darah diantara kita ini berakhir. Sudah, jangan khawatirkan aku karena aku akan baik-baik saja," sahut Fiona dengan tatapannya yang tajam, namun air tidak hentinya mengalir deras.

"Tapi, apa kamu tahu di mana rumah Tuan Saga?" tanya Elena dalam keadaan panik.

"Siapa yang tidak tahu dengan rumah pria cacat yang kaya raya itu. Ya sudah aku harus pergi dulu, dan aku pinjam motornya ya, kak." Fiona pun pamit setelah memberikan pelukan kecil kepada kakaknya.

"Kamu hati-hati, Dik."

"Tenang saja, kak. Aku enggak bakalan ngebut kok apalagi sekarang aku cuma punya Kakak Elena seorang yang sepertinya lebih peduli denganku. Ya sudah, temani ayah di sini ya."

"Pasti, Adikku Fiona," sahut Elena dengan penuh kecemasannya. "Lindungi dia, Tuhan. Semoga saja dia baik-baik saja."

Melangkah dengan langkah yang cepat melalui pintu belakang, sebab pintu depan sudah ramai dipenuhi oleh tamu yang ingin berduka cita.