Chereads / Pernikahan Misterius: Antara Cinta Dan Balas Dendam / Chapter 12 - Fiona yang sok pemberani

Chapter 12 - Fiona yang sok pemberani

Melakukan perjalanan dengan kecepatan yang tinggi, namun tetap berusaha berhati-hati. Dalam perjalanan itu, Fiona terus-menerus teringat dengan semua kata-kata dari kakak kedua. Ia begitu tidak menyangka bahwa kakak pertamanya telah berubah setelah menikah.

Setiba di depan pintu gerbang milik Tuan Saga. Pintu gerbang yang menjulang tinggi membuat Fiona merasa tidak percaya diri untuk masuk ke dalam sana. Ia memilih berdiam diri sejenak.

"Apa mungkin kedatangan ku akan di sambut baik oleh penghuni rumah ini? Jelas-jelas Kak Bella sudah jadi orang kaya raya, tapi kenapa dia sampai melupakan keluarganya sendiri? Bahkan kematian ayah karena kesalahannya," gumam Fiona dengan pertanyaan yang terus membuatnya kebingungan.

Setelah ia mencoba menyakinkan dirinya, ia pun menekan bel. Seorang pria yang diperkirakan Fiona adalah penjaga rumah tersebut pun ke luar.

"Mau cari siapa, gadis manis?" tanya pria dewasa tersebut.

"Apa pemilik rumah ini ada di dalam? Katakan aku ingin menemui pemiliknya, dan namaku Fiona Ozawa."

"Apa sebelumnya sudah membuat janji? Karena di sini tidak bisa sembarang masuk dan ke luar seperti itu saja."

"Haruskah membuat janji meskipun untuk bertemu dengan kakak kandungku sendiri?" Fiona semakin terlihat kesal, namun ia tidak bisa berbuat apapun apalagi kalau harus mengalah.

"Tunggu sebentar ya, saya harus konfirmasi dulu kepada tuan rumah. Sebaiknya kamu tunggu di sini dulu."

"Baiklah." Berjalan duduk kearah sepeda motornya.

Di saat penjaga rumah ingin menghubungi Bian, ternyata mobil tuan rumah pun datang bersamaan. Penjaga rumah segera berlari mendekat kearah mobil agar bisa berbicara dengan Bian, sebab sebelum memberitahu kepada tuan muda harus lebih dulu menyampaikan kepada asisten pribadinya.

"Ada apa, Pak?" tanya Bian.

"Ini loh, itu gadis kecil itu mau nekat masuk ke dalam rumah, katanya sih mau ketemu Tuan Saga."

"Mau ketemu saya? Siapa dia sebenarnya?" timpal Saga yang merasa keheranan.

"Saya tidak tahu gadis kecil itu, Tuan Saga. Dia tidak menyebutkan namanya."

"Ya sudah biarkan saya yang akan turun sendiri. Bian, ambilkan kursi roda."

"Baik, Tuan Saga."

Dari arah belakang, Saga sudah mulai curiga bahwa yang datang adalah adiknya Bella,dan terlebih ia mengenali sepeda motor yang sering digunakan Bella.

"Mau mencari siapa?" tanya Saga dari arah yang sedikit jauh.

"Oh, jadi Anda suami dari kakak saya? Aku ingin bertemu dengan kakakku, mana dia?" Fiona terlihat tidak sopan kepada yang lebih tua. Namun, sikapnya itu karena rasa amarahnya.

"Wow! Lancang sekali kamu memberikan perintah kepadaku. Apa kamu tidak tahu siapa diriku, gadis kecil yang belagu?" Saga merasa sedikit tersinggung. Ia bahkan menatap gadis itu dengan tatapan tajam.

"Ya aku tahu siapa Anda wahai Tuan yang cacat. Aku ke sini ingin mengatakan bahwa sekarang ayahku telah pergi selama-lamanya, dan semua ini karena ulah dari kakakku. Suruh Kak Bella segera ke luar." Fiona terus tidak bisa menahan emosinya hingga air mata kembali berjatuhan.

"Tuan Saga, sepertinya dia sedang marah, jadi biarkan aku yang mengurusnya," bisik Bian.

"Baiklah, urus gadis kecil ingusan itu." Saga berjalan masuk ke dalam mobilnya dengan bantuan dari penjaga gerbang setelah ia merasa kesal dengan sikap Fiona yang tidak sopan.

Setiba di dalam mobil, Saga begitu senang hingga senyuman kebahagiaan terlukis di kedua sudut bibirnya. Walaupun ia memang tidak menyukai dengan gadis kecil yang bersikap angkuh seperti Fiona.

"Keluarganya memang tidak benar, tapi sekarang aku sedikit bahagia walaupun semua pembalasan dendam ku masih belum tuntas, dan nanti kamu yang akan menjadi gilirannya, gadis kecil ingusan," gumam Saga.

Berbeda dengan Bian, ia tersenyum ramah, dan secara baik-baik mencoba memperlihatkan keramahan hatinya. Namun, ia salah waktu dan tempat. Justru raut wajahnya Fiona semakin terlihat kesal dengan wajah pria yang berusaha berpura-pura dekat dengannya.

"Hey, ngapain senyam-senyum? Sok kegantengan banget. Mana kakak gue?"

"Ya ampun, makin ngelunjak ternyata. Kakakmu lagi enggak ada di rumah, dia lagi pergi. Udah sana pergi-pergi, gadis ingusan." Bian terpaksa mengusir karena ia merasa tidak suka dengan ejekan dari gadis kecil itu.

"Lu tuh yang ingusan, cowok alay! Gue tuh udah dewasa bukan anak kecil lagi," cetus Fiona dengan gaya khas.

"Enggak usaha ajak ribut deh, udah sana pergi. Yang ada ketularan gila kaya elu lagi," sahut Bian yang semakin muak.

"Yah ... Lagian elu sendiri ngapain senyam-senyum sama gue tiba-tiba begitu? Mau jadi cowok gila lu, hah? Ya udah gue juga enggak butuh lama-lama di rumah orang sombong macam kalian ini. Yang penting segera minta Kak Bella buat bertanggung jawab."

"Ya udah sana pergi."

Sampai membuat Bian mengelengkan kepalanya berkali-kali ketika ia harus bertemu dengan gadis kecil menurutnya sendiri. Namun, ia tiba-tiba saja merindukan masa-masa remajanya juga yang hampir sama bersikap cetus seperti gadis kecil itu.

"Kalau bisa pengen jadi cowok remaja lagi biar bisa sebebas dulu tanpa harus kerja keras seperti sekarang," gumam Bian yang sedang mengadu nasibnya.

Walaupun sedikit menyisakan rindu dalam ruang hatinya, namun ia tetap berusaha tetap profesional bekerja, dan segera kembali ke dalam mobil.

"Bagaimana, Bian. Gadis itu bilang apalagi sama kamu?" tanya Saga yang terlihat penasaran.

"Ngajak ribut, Tuan Saga," sahut Bian dengan perlahan.

"Maksudnya? Kamu sampai ribut dengan gadis kecil seperti itu, begitu?" Saga mencoba menahan tawanya, hingga akhirnya tawa lepasnya pun pecah.

"Udah deh enggak usah ngejek orang," cetus Bian sembari ia kembali menjalankan mobil untuk masuk ke dalam rumah.

"Ya abis lucu aja sih, sampai-sampai sangking lucunya kamu beradu mulut dengan gadis kecil, lebih tepatnya dia memang berada di umur remaja akhir."

"Terserah, Tuan Saga, saja." Bian pun memilih mengalah.

Masuk ke dalam rumahny, dan membuat Saga sedikit terheran ketika mengetahui bahwa Bella belum tahu kabar apapun tentang ayahnya. Namun, tiba-tiba Saga menemukan ponselnya Bella yang sedang berada di tempat pengisian, di ruang tamu.

"Oh, pantes. Mana mungkin dia bisa dengar jauh begini. Tapi, dia sedang apa ya? Sampai suara panggilan sebanyak ini dia tidak tahu." Saga penasaran dan meminta Bian mendorong kursi rodanya ke kamar.

Saga melihat Bella yang sedang tertidur begitu pulas, ia pun tidak berniat untuk menggangu wanita itu. Tetapi, ia juga tidak ingin menyembunyikan kabar ini terlalu lama karena tentu saja sekarang mungkin sedang proses acara pemakaman.

Berjalan mendekati tempat tidur, dan mengayunkan bahunya Bella dengan perlahan sembari berkata. "Bella, bangun. Hey, bangun ... Bella."

"Yah malah tidur lagi," gumam Saga.

Dengan cara pelan tidak membuat Bella terbangun, alhasil Saga mengambil segelas air dan segera membahasi wajah istrinya.

"Ayo bangun ... Putri tidur."