Pertanyaan Bella membuat Saga terdiam ketika menatap kearah gadis remaja yang sedang berpose sangat dekat dengannya. Ia pun mendorong kursi rodanya sendiri dengan semakin dekat sembari mengambil bingkai foto tersebut.
"Namanya Grace Aurelia, dia cinta pertamaku dulu. Sebelum aku mendapatkan kelumpuhan di dalam hidupku ini. Grace adalah wanita yang sangat baik yang pernah aku kenal, dan memiliki hati yang lembut. Namun, hanya kenangan ini yang aku miliki setelah ia menghilang. Entah ke mana ia pergi, tapi sampai detik ini aku belum pernah melihatnya," sahut Saga dengan begitu jelas.
Bella pun terdiam ketika mendengar Saga berkata demikian, ia mencoba berpikir sesuatu dalam benaknya. "Oh, ternyata dia juga bisa jatuh cinta."
"Jadi, dia cinta pertamamu? Lalu kenapa kamu tidak mencoba mencarinya, Mas Saga? Bukankah cinta pertama akan tetap selalu teringat dan terus menjadi pemenangnya?"
"Karena aku tidak ingin mencari Grace dalam kondisi seperti ini, dan sekarang aku juga sudah menikah," sahut Saga sembari melirik kearah Bella.
Entah Bella harus senang ataupun sedih ketika mendengar bahwa Saga sepertinya memikirkan perasaannya sebagai seorang istri, namun di sini ia memang belum menemukan kebahagiaannya sendiri bersama dengan pria kursi roda itu.
Tetapi, tetap membuat Bella senang karena bisa membuat Saga memikirkan tentang keberadaannya kini, ia pun berjalan mendekat sembari mengalungkan kedua tangan di lehernya Saga dengan tiba-tiba dan untuk pertama kalinya.
"Jadi, kamu juga memikirkan posisiku sebagai istrimu ya? Baiklah, aku berterima kasih karena kamu sudah mau melihatku sebagai istri, dan aku juga akan melihatmu sebagai suamiku sekarang dan seterusnya," ucap Bella dengan tiba-tiba sembari ia menambahkan kedekatannya untuk bisa memeluk Saga dari belakang.
Walaupun baru sekarang pertama kalinya Bella bersikap romantis seperti ini, namun ia tidak ingin hal memalukan ini berlanjut seterusnya, apalagi dengan dendam yang masih belum membuatnya tenang jika belum terbalaskan.
Saga melepaskan dengan segera tangannya Bella sembari berkata. "Ya itu dirimu, tapi sudahlah sebaiknya kita ke luar dari ruangan ini. Aku takut sikapmu semakin menyebalkan."
Sontak membuat Bella heran, namun Bella tersenyum perlahan sembari bertanya. "Menyebalkan? Ah aku tahu ini membuatmu salah tingkah ya?"
"Hey, pertanyaan macam apa itu? Tentu saja tidak." Saga segera pergi dengan tidak meminta bantuan kepada Bella untuk mendorong kursi rodanya.
Namun dengan perlahan Bella menghentikan pergerakan kursi roda tersebut, dan ia bahkan menundukkan di hadapannya Saga agar bisa menyeimbangkan posisi tubuh Saga yang terlihat pendek di atas kursi roda.
"Mas Saga, aku ingin mengatakan sesuatu, dan mungkin ini terdiam memalukan bagimu. Tapi sekarang, aku hanya memiliki dirimu sebagai seorang suami, dan ya aku menyadari bahwa dulu tidak menerima pernikahan kita. Tapi, akhirnya aku sadar bahwa tak ada tempat lain untuk aku pulang selain kepadamu? Secara kedua adikku telah membenciku dan orangtuaku juga telah tiada. Untuk itu aku akan belajar memberikan hidup dan hatimu untukmu." Bella berucap dengan begitu serius dan sama sekali tidak terlihat adanya kebohongan di raut wajahnya.
Semakin membuat Saga heran dengan ucapan Bella yang tiba-tiba begitu tersentuh untuk di dengar. Ia bahkan tahu bahwa Bella tak akan berbohong. Namun, Saga enggan untuk menjawab semua ucapan Bella tentang hidupnya sekarang.
"Ya-ya, kalau begitu bangunlah supaya kita segera ke luar." Sikap Saga tetap saja tak acuh.
Meskipun Bella sudah berusaha agar menjadikan Saga sebagai satu-satunya tempat yang bisa ia berpulang, namun tak terasa balasan dari Saga justru membuatnya ingin menangis. Tak kala hatinya terasa sakit, dan tak ingin Saga melihat kesedihannya.
Memilih untuk pergi lebih dulu tanpa berucap sepatah kata pun. Masuk ke dalam kamar mandi hanya untuk bisa melampiaskan kesedihannya seorang diri. Menghapus air matanya yang setiap kali ke luar dengan cepat, tapi lagi-lagi air mata tak kunjung berhenti.
"Jika bukan Saga tempat aku berpulang lalu kenapa siapa lagi aku harus mengadu? Sekarang aku benar-benar seperti sendirian, tidak ada yang peduli denganku setelah ayah pergi," gumamnya.
Ia sadar bahwa memaksa seseorang untuk peduli sangatlah sulit karena menaruh harapan besar kepada sesama manusia pasti akan menimbulkan derita. Namun, Bella tak tahu harus menaruh harapan besarnya ini kepada siapa lagi. Hingga akhirnya, ia teringat untuk pergi ke tempat pemakaman ayahnya.
"Mungkin sekarang Elena dan Fiona sudah pergi dari pemakaman ayah, dan aku bisa datang ke sana bertemu dengan ayah meskipun secara virtual," gumamnya, dan segera ke luar dari kamar mandi dengan seolah-olah tidak sedang terjadi sesuatu.
Mencari keberadaan Bian ataupun Sam yang dapat mengantarkan ke pemakaman, dan ternyata hanya ada Sam yang sedang duduk di teras rumah mereka.
"Sam, bisakah aku meminta bantuan padamu? Sebentar saja. Tapi, jika memang kamu tidak mau, tak apa. Aku bisa pergi sendirian asalkan kamu beritahu kepada Tuan Saga."
"Loh, memangnya sekarang Nona Bella mau pergi ke mana? Bukannya tadi juga baru saja pulang bersama dengan Tuan Saga dari rumah sakit? Lalu sekarang apa Tuan Saga mengetahuinya?" Sam terlihat kebingungan.
"Dia belum tahu, tapi aku hanya ingin pergi ke pemakaman ayahku, dan mungkin setelah itu menenangkan diri di sebuah pantai. Jika kamu memiliki tugas untuk menjaga rumah, aku bisa sendirian."
"Oh, sebentar aku tanyakan kepada Tuan Saga." Sam pun pergi.
Melihat Saga sedang duduk di dalam kamarnya dengan pintu kamar yang terbuka. Ia pun tak lupa mengetuk pintu kamar.
"Ya, masuk."
"Tuan Saga, aku ingin memberitahukan kalau Nona Bella meminta untuk pergi ke pemakaman ayahnya serta berusaha ingin menenangkan diri di sebuah pantai. Jadi, apakah aku mengizinkannya atau tidak? Dia juga meminta untuk diantar," tanya Sam.
"Biarkan saja dia pergi sendirian, namun kamu tetap berusaha mengawasinya. Aku ingin lihat apakah dia akan pulang lagi ke sini setelah dia pergi atau tidak," sahut Saga.
"Baik, Tuan Saga."
Kembali ke tempat Bella berada.
"Nona Bella, Tuan Saga sudah memberikan izin agar Nona pergi sendirian. Tapi, dia juga berpesan jangan pulang kemalaman," ucap Sam dengan menambahkan sendiri perkataannya.
"Benarkah? Jadi, dia beri aku izin pergi sendiri?" Terlihat Bella begitu antusias sekali hingga raut wajahnya terlihat ceria.
Begitupun dengan Sam yang ikut tersenyum di saat melihat wanita itu ceria. Meskipun ini adalah kali pertama bagi Sam tersenyum langsung karena Bella.
"Benar, Nona Bella."
"Asyik! Terima kasih banyak, Sam." Bella sangat ceria. "Akhirnya hari ini aku bisa terbebas dan bisa kembali melanjutkan dansa ku. Siapa tahu aku bisa datang ke tempat latihan dansa tanpa perlu memberitahukan kepada Saga," lanjut batinnya.