Tepat ketika Bella melangkah pergi dari rumahnya, tiba-tiba saja Elena menangis karena sebenarnya ia tidak ingin semua ini terjadi. Apalagi harus melihat kakak tersayangnya juga akan meninggalkannya.
Elena tahu bahwa caranya telah salah, namun ia tidak mengerti kenapa harus ikut-ikutan emosi ketika melihat adik bungsunya marah.
"Aku minta maaf, kak. Seharusnya aku bisa memberikan kakak waktu untuk menjelaskan semua ini. Tapi, sepertinya aku harus mencoba mengajak Kak Bella bicara setelah pemakaman ayah selesai," batinnya Elena.
Berbeda dengan Fiona yang terus-menerus mencoba tetap terlihat tenang, walaupun sejak tadi ia menahan tangis. Tapi, kekuatan hatinya yang lebih kuat mampu membuat ia bisa bersikap seolah-olah memiliki hati yang keras seperti batu, padahal ia begitu lemah bagaikan pasir yang diterpa angin.
Sepanjang perjalanan, Bella terus terdiam. Ia bahkan sama sekali tidak tertarik untuk berbicara dengan siapapun. Walaupun saat itu, Saga merasa kasihan dengannya, tapi dengan berusaha keras Saga selalu mengingat tentang kematian keluarganya.
"Pelan-pelan kamu akan membayar semua rasa sakit yang justru lebih pedih yang telah aku rasakan, bahkan berlangsung selama lima tahun. Ini hanyalah permulaan, Bella," batinnya Saga sembari melirik kearah istrinya.
Perjalanan itu terasa sunyi, dan ditambah Bian dengan sengaja tidak menghidupkan musik karena ia menghargai Bella yang sedang berduka. Namun, tiba-tiba saja ponselnya Bian berdering.
"Hallo, Sam. Ada apa?"
"Devan sudah mulai menggerakkan beberapa jarinya. Tolong, kamu sampaikan hal ini kepada Tuan Saga," ucap Sam yang masih siaga dengan setia menemani adik atasannya.
"Oh, begitu. Okay aku tutup teleponnya."
"Um, Tuan Saga. Ada kabar baik dari rumah sakit. Sam mengatakan kalau Devan baru saja menggerakkan beberapa jarinya. Apa kita akan langsung ke rumah sakit?" tanya Bian.
"Ya, segera ke sana."
"Baik, Tuan Saga."
Membuat Saga semakin bertambah senang ketika mendengar kabar baik dari adik satu-satunya. Ia bahkan tak lupa mengabadikan momen kecil itu di dalam media sosialnya.
"Aku yakin kamu pasti kuat, Devan."
Saat bersamaan, Bella melirik dengan perlahan ketika mendengar pembicaraan mereka. Ia bahkan ingin tahu sebenarnya siapa Devan? Dan kenapa berada di rumah sakit? Namun saat itu, Bella tidak memiliki rasa tertarik untuk harus bertanya langsung. Ia tetap memilih bungkam.
Begitu tidak sabar untuk bisa segera tiba di rumah sakit, dan Saga meminta kepada Bian untuk lebih cepat mengantarkan ia ke dalam ruangan adiknya. Namun, tidak dengan Bella yang sempat dihentikan oleh Sam di depan pintu.
"Maaf, Nona Bella. Anda hanya bisa masuk kalau Tuan Saga memintanya. Sebaiknya tunggulah di sini sebentar," ucap Sam demi kebaikan.
"Tapi, mengapa? Bukankah aku juga bagian keluarga ini?" Bella masih tidak paham dengan semua aturan yang menurutnya terlalu berlebihan.
"Patuhi saja, Nona bella." Sam tetap bersikap profesional. Namun, saat itu Bian memberikan tanda kedipan matanya agar membuat Bella tetap bersabar.
Mau tak mau, Bella hanya bisa menunggu di luar bersama dengan dua pria. Meskipun begitu, ia masih sangat penasaran, dan ditambah di dalam sana Saga terlalu lama.
Ternyata sudah ada dokter yang sedang memeriksa keadaan Devan, dan Saga tetap berada di dalam demi bisa mengetahui perkembangan tentang adiknya.
"Bagaimana, Dokter? Apa ada kemungkinan kalau adik saya bisa bangun dari tidur panjangnya?" tanya Saga yang memiliki harapan besar.
Sang Dokter menjawab dengan anggukan kecil, dan dibarengi senyuman. Dokter pun berkata. "Ya, ada kemungkinan karena mengingat tangannya sudah mulai aktif. Saya rasa dalam waktu dekat ini. Semoga saja semua ini benar."
"Baguslah, Dok. Sebab, saya sangat merasa terpukul kalau harus selalu melihat adik saya terbaring lemah di sini bahkan ini sudah lebih dari lima tahun lamanya," sahut Saga sambil mengusap kepalanya adiknya.
"Saya paham sekali dengan apa yang sekarang Tuan Saga rasakan. Jadi, untuk itu saya akan terus mengecek kondisi perkembangannya setiap waktu meskipun tidak ada pengawasan dari pihak Tuan sendiri, namun nanti saya akan mengutus suster untuk menjaga Devan. Kalau begitu sekarang saya permisi dulu ya," ucap Dokter dengan penuh keramahan hatinya.
"Ya, silahkan, Dokter."
Lagi-lagi Saga menatap adiknya dengan tatapan yang lemah, ia sangat lemah jika berhubungan dengan adiknya itu. Namun, ia mencoba kuat untuk tidak menangis.
"Devan, kakak tahu kalau kamu akan kembali untuk menemani kakak di sini. Cepat sembuh adikku," ucap Saga.
Memilih untuk segera ke luar karena Saga tahu jika terlalu lama hanya akan membuat air matanya mengalir. Namun ketika di depan pintu, Bella tiba-tiba meminta untuk ikut masuk ke dalam. Tetapi dengan cepat, Saga menahan langkahnya.
"Mau ngapain kamu?"
"Ya aku juga mau masuk ke dalam sana, Mas Saga. Memangnya salah ya kalau aku mau ikut menjenguk adikmu?"
"Tidak boleh."
Sontak membuat Bella kebingungan dengan bantahan Saga. "Tapi, kenapa? Aku juga ingin melihat adik ipar ku." Bella tetap memaksa.
"Tidak perlu, sekarang ayo kita pulang."
"Tunggu dulu, Mas Saga. Apa aku tidak berhak untuk tahu keluargamu? Bahkan aku sudah ada di sini. Kita sudah menikah, Mas Saga. Keluargamu juga sama seperti keluargaku sendiri, jadi izinkan aku karena aku penasaran." Bella tetap memihak kepada pendirian sendiri.
Akan tetapi, Saga semakin merasa muak dengan sikap Bella yang sama sekali tidak penurut. Ia pun mendorong tubuh istrinya secara perlahan sembari berkata dengan ucapan yang lantang. "Aku bilang tidak, ya tetap tidak!"
"Tapi, kenapa?"
"Sam, segera kunci pintu ruangan." Saga pun memilih pergi lebih dulu, dan dengan sengaja mengabaikan Bella.
Benar-benar membuat Bella sama sekali tidak paham dengan sikap Saga, batinnya pun bergumam. "Aku penasaran, apa di dalam sana benar-benar adiknya yang sedang dirawat atau mungkin dia sedang menyembunyikan orang lain dariku?"
"Nona Bella, mari kita pergi," ajak Sam yang sampai membuat lamunan Bella buyar.
Tak ada perbincangan yang terjadi di dalam mobil, mereka sama-sama memilih diam tanpa saling menegur satu sama lain. Saga yang sibuk dengan pemikirannya sendiri, dan begitupun dengan Bella yang masih merasa bingung akan perihal yang sedang menimpa ayahnya.
Tapi tidak, ketika Bella tiba di rumahnya, Saga dengan sengaja mengajak Bella ke suatu tempat. Walaupun heran, namun Bella tidak ingin menolak.
Memasuki sebuah ruangan khusus yang membuat Bella merasa takjub akan keindahan di dalam ruangan itu. Banyak bunga-bunga yang bermekaran, dan memang sengaja ditanam. Namun, ada satu pertanyaan yang membuat hatinya Bella mengganjal ketika ia melihat ke sebuah bingkai foto.
"Wanita itu siapa?" tanya Bella di saat melihat seorang wanita sedang berpose dengan Saga, dan terlihat mereka cukup dekat bahkan saling bergandengan tangan.