Chereads / Pernikahan Misterius: Antara Cinta Dan Balas Dendam / Chapter 13 - Kabar buruk sang ayah

Chapter 13 - Kabar buruk sang ayah

Sontak membuat Bella terkejut, bahkan ia merasa sesak akibat air yang perlahan mulai masuk ke dalam hidung.

"Ampun, ampun! Saya tidak mau tenggelam!" Bella tiba-tiba berteriak, terlihat ia seperti sedang mengigau.

"Hey, kamu tidak sedang mandi kolam, ayo bangun." Saga kembali memaksa.

Terkejut dari tidurnya, ditambah bajunya sudah basah. Menatap kearah Saga dengan tatapan kesal, lalu tiba-tiba Bella berkata kasar. "Hey! Kamu itu buta ya? Apa enggak lihat orang lagi tidur?"

"Ya salah sendiri siapa suruh susah dibangunin. Nih ambil ponselmu." Tak ingin perpanjang debat, Saga menyodorkan ponsel milik Bella.

Membuat Saga memilih mendorong kursi rodanya sendirian untuk bisa pergi ke luar. Namun tidak dengan Bella, yang sedang kebingungan dengan maksud pemberian ponsel kepadanya secara tiba-tiba.

Masih membuat Bella tenang, bahkan ia kembali menaruh ponselnya itu, dan memilih membersihkan tubuhnya terlebih dahulu.

Beberapa menit kemudian, ia pun kembali membuka ponselnya, namun betapa ia terkejut ketika melihat panggilan masuk yang begitu banyak serta sebuah pesan yang singkat.

Sontak saja membuat Bella begitu terkejut ketika sedang membaca isi pesan tersebut. Ia bahkan tidak bisa percaya dengan kabar yang sedang ia lihat. Hingga tidak sadar, ia telah menjatuhkan ponselnya itu.

"Tidak mungkin, pasti Fiona sedang membohongiku. Tidak mungkin ayah-" Suaranya terhenti dan segera berlari ke luar untuk bisa menemui suaminya.

"Saga, Saga! Kamu di mana?" panggil Bella dengan teriakan yang keras, bahkan melupakan tata krama dalam ucapannya. Padahal saat itu, Saga berada tidak jauh dari kamarnya.

"Hey! Aku di belakangmu. Kamu pikir ini hutan?" Saga terlihat heran dengan sikap istrinya.

"Ayo cepat antar kan aku ke rumah ayahku sekarang. Please! Aku mohon kamu harus mau, ini perintah. Ayo cepat." Bella begitu tidak tenang, dan ia memaksa kehendaknya.

"Tunggu dulu, kamu sebenarnya sedang kenapa?" tanya Saga yang terlihat berpura-pura tidak tahu apapun. "Bagus, dan lihatlah sekarang kesedihan yang sedang menghantui mu, Bella."

"Aku ingin tahu tentang kabar ayahku yang sebenarnya karena ayahku memberikan kabar kalau ternyata ayah telah pergi. Aku mohon antar kan aku atau izinkan aku membawa mobilmu." Bella semakin terlihat gelisah.

"Ya sudah aku akan menemuimu sekarang." Saga pun mengiyakan. "Bian! Tolong siapkan mobilnya!" teriak Saga dari jauh.

"Siap, Tuan Saga!" balas Bian dengan tak kalah keras.

Mereka bertiga segera pergi, dan Bian seperti biasa mengemudikan mobilnya. Dalam perjalanan kecepatan mobil sudah di atas rata-rata, tapi bagi Bella belum seberapa. Hanya karena ia sangat panik, justru mobil yang melaju kencang baginya tidak terasa apapun.

Duduk dengan tidak nyaman, bahkan uring-uringan. Sampai-sampai membuat Saga menatap heran dengan tingkah Bella yang tidak bisa tenang.

"Hey, kamu bisa tidak duduk tenang sedikit saja? Kepalaku ikut pusing melihatmu, kau tahu?" Saga berusaha menegur.

Namun, Bella benar-benar sangat khawatir. Ia bahkan tidak peduli dengan amarah Saga.

"Aku tidak bisa tenang, Mas Saga. Tapi, sepertinya mobil ini terlalu pelan. Bian, lebih cepat lagi bisa tidak?"

"Nona Bella, kalau mau mati bisa enggak usah ngajak orang?" cetus Bian.

"Tapi, aku ingin segera sampai, Bian."

"Dan aku masih ingin hidup lama, Nona Bella."

"Ayolah, Bian. Lebih cepat lagi karena aku merasa risau dengan keadaan ayahku." Bella terus memaksa tanpa memikirkan banyaknya kendaraan yang juga sedang kebut-kebutan.

"Dan aku merasa cemas dengan nyawaku, Nona Bella. Ini sudah sangat cepat. Tenanglah setidaknya kalau ingin mati tidak perlu mengajakku ke neraka," omel Bian yang memang terkadang seperti mulut wanita.

"Kau benar-benar payah!" ejek Bella dengan rasa kesalnya. Namun, sontak saja, kecepatan mobil semakin bertambah ketika Bian yang tidak bisa mendengar ejekan dari orang lain

"Arghh! Hati-hati, Bian!" Bella pun berteriak ketika keinginannya sedang dituruti. Ia bahkan sampai harus berpegangan dengan kuat-kuat.

Namun tidak dengan Saga, yang justru menahan tawanya ketika harus melihat kepanikan Bella. "Entah kenapa wanita satu ini terlihat unik. Satu sisi dia merasa cemas dengan kabar ayahnya, namun sisi lainnya dia terlihat lucu dengan tingkahnya sendiri. Ah kenapa aku harus memikirkan tentang Bella?" batinnya Saga, dengan cepat ia menggelengkan kepalanya agar bisa menepis semua pikiran bodoh itu.

Tanpa sengaja posisi duduknya Bella menjadi bergeser kearah Saga, hingga membuat Saga terjepit. Tikungan tajam yang sedang dilewati oleh Bian dengan kecepatan tinggi mampu membuat tubuh Bella tidak seimbang. Apalagi wanita itu lupa memakai sabuk pengaman.

"Bian! Aku memang ingin cepat sampai, tapi tidak juga ke neraka ...." Bella merasa jantungnya melemah karena rasa takutnya itu, ditambah ia berusaha mengatur duduknya kembali.

"Kalau jantungmu tidak kuat, jangan diteruskan nanti bisa serangan jantungmu kambuh, Bella," ledek Saga dengan sengaja.

"Hey, kau pikir aku sudah tua?" cetus Bella yang langsung membela diri.

"Aku rasa kalian berdua memang cocok," timpal Bian dengan tiba-tiba.

"Apanya yang cocok? Enggak!" ucap Saga dan Bella secara bersamaan.

Tanpa mereka sadari Bian melirik dari arah cermin depan, dan ternyata mereka sedang diam-diam berusaha untuk mencuri pandang.

"Ehem! Kalau suka bilang aja lagi," ledek Bian dengan sengaja. Demi menghilang rasa kesal dari Saga dan Bella. Ia berusaha menyetel musik dengan volume yang besar.

Namun, tanpa Saga sadari ia telah memperlihatkan sisi lain dari dalam dirinya, dan Bian yang paling mengetahui tentang atasannya itu sudah sangat paham. Diam-diam Bain terus mencoba melirik ke belakang.

"Aku yakin sekali kalau Tuan Saga memiliki perasaan terhadap Bella walaupun mungkin masih sedikit, tapi sayangnya obsesi Tuan Saga dalam misi pembalasan dendamnya itu terlalu berat. Lama-lama aku juga merasa kasihan dengan Bella yang harus menanggung kesalahan orang lain," batinnya Bian yang mulai terlihat lebih peduli.

"Bian, ini udah lewat." Bella kebingungan dengan pria itu. Sangking fokusnya Bian dengan pikirannya saat itu, sampai-sampai melewatkan kediaman rumahnya Bella.

Namun justru Bian hanya terkekeh pelan, dan kembali memutarkan mobilnya. "Maaf, Nona Bella. Habisnya kelupaan."

"Ya udah iya. Mas Saga, biarkan aku yang turun sendiri," sahut Bella.

"Ya sudah," jawab Saga dengan tak acuh.

Selepas kepergian Bella, dengan sengaja Bian turun dari kursi depan, dan memilih untuk masuk ke dalam kursi tengah demi bisa berbicara lebih nyaman. Namun, tingkah lakunya itu membuat Saga kebingungan.

"Hey, mau ngapain kamu?"

"Anu, Tuan Saga. Aku rasa memang Tuan Saga mulai lebih perhatian ya dengan Nona Bella?" Bian bertanya dengan terang-terangan karena memang ia lebih dekat dengan atasannya ketimbang Sam yang lebih terlihat pendiam.

"Semua itu tidak mungkin, Bian. Kamu sudah terlalu banyak berpikir. Sudahlah kembali ke kursi mu atau satu persen lagi gaji mu saya potong."