Download Chereads APP
Chereads App StoreGoogle Play
Chereads

The Life of an Ex-Drug Lord

🇮🇩PALMA_JEBUGAN
--
chs / week
--
NOT RATINGS
15.5k
Views
Synopsis
Lelah hidup dalam kemiskinan, Ray melakukan kesalahan fatal yang meninggalkan jejak tak terhapuskan dalam hidupnya ketika ia memutuskan untuk menceburkan dirinya ke dunia hitam peredaran narkotika. Jejak yang terus menguntit dan menghantui langkahnya, bahkan ketika akhirnya ia berhasil keluar dari dunia itu hidup-hidup. Dan jejak itu kembali padanya setelah hampir depalan tahun sejak ia meninggalkan dunia hitam itu dalam bentuk beragam masalah yang tak kunjung henti menyapa, masalah yang bahkan mungkin melukai dan merenggut orang-orang disekitarnya.
VIEW MORE

Chapter 1 - Smiling Demon

Awalnya, nama itu terdengar bagai sebuah lelucon. Khususnya di dunia hitam peredaran narkotika lintas negara, yang secara harfiah, penuh dengan karakter-karakter yang mungkin Setan sendiri akan kagum dengan kreatifitas kekejaman yang mereka miliki. Tapi lambat laun, nama itu menyebar bagai api di padang rumput. Merambat dengan pasti dan tak terhentikan hingga tak menyisakan apapun untuk dibakarnya lagi. Perlahan, bahkan nama-nama besar di dunia itu mulai gemetar dan menyimpan niat untuk tak sekalipun mencoba untuk memprovokasi pemilik nama itu. Terlalu banyak cerita, isu ataupun rumor yang berhembus, mengisahkan kekejamannya dalam menangani musuh ataupun efektivitasnya dalam menjalankan bisnis, dan rupanya, tak satupun dari cerita-cerita yang beredar ini bohong. Sayangnya, mereka yang berurusan dengannya, entah karena terlalu bijaksana untuk menjelaskan siapa sebenarnya pemilik nama itu atau mungkin tak lagi bernyawa untuk menceritakannya. Identitas asli pemilik nama itu tetap misterius hingga perlahan, aksi nama itu tak lagi terdengar, meninggalkan banyak orang bernafas lega dan kembali melanjutkan kegiatan-kegiatan mereka dalam damai.

**********

Ray menginjak puntung rokok yang selesai dihisapnya, dan setelah memastikan tak ada bara yang tertinggal disana, ia kembali mengambil puntung rokok yang gepeng itu dan memasukkannya ke dalam salah satu saku tas yang ia sandang. Titik-titik keringat mulai muncul di dahinya ketika berulang kali ia melihat jam. Pesawatnya tertunda, padahal ia memiliki janji temu dengan calon klien beberapa jam lagi, dan meski sebesar apapun keinginannya untuk hadir tepat waktu pada kesempatan pertama ini, tampaknya keterlambatan tak mungkin dihindari. Sambil menghela nafas berat, pemuda berbadan atletis itu mengeluarkan ponsel dan mengirim pemberitahuan pada sang calon klien, meminta penjadwalan ulang untuk pertemuan mereka.

Meski mungkin mereka akan merasa kurang nyaman, apalagi yang bisa ia lakukan?

Untung saja, sang calon klien dapat menerima hal itu dan menjadwal ulang pertemuan mereka. Hal yang akhirnya mampu membuat wajah pemuda itu sedikit santai.

"Gimana Bang, aman?"

Ray menoleh dan tersenyum pada lawan bicaranya, seorang pemuda yang mungkin usianya tak terpaut terlalu jauh darinya sendiri.

"Aman, Bro. Untung juga aku ngasih tahu mereka sekarang, jadi mereka juga nggak buang waktu percuma." ujarnya sambil meringis.

Pemuda di sebelahnya itu tertawa, dan berkata, "Baru kali ini aku ketemu model orang kayak Abang. Biasanya sih orang nunggu sampai detik terakhir untuk konfirmasi, yang seringkali justru cenderung kacau."

"Yah, aku nggak mau begitu, Bro. Perusahaanku kecil, dan ketika orang cukup punya keinginan untuk mempercayai kami, aku tak ingin hal itu hancur cuma gara-gara hal sepele."

Pemuda itu kembali terbahak. Tampak jelas kalau ia menghargai orang yang baru saja ia temui disini, di smoking area Bandar udara internasional Yogyakarta ini. Terjebak dalam sebuah situasi yang sama, penundaan keberangkatan pesawat mereka.

"Jujur, Bang, sebelumnya gua agak ngeri ngeliat ente. Jeans belel, dryfit turtle neck, sepatu roughneck, belum lagi gondrong, yah, meski bukan berarti itu tak enak dilihat juga sih." ucapnya, yang segera disambut gelak tawa dari Ray.

"Gua berpikir, ah mungkin ini petualang, atau anak orang kaya yang hobby klayapan dan mungkin asyik diajak ngobrol untuk bunuh waktu. Siapa mengira kalau ternyata seorang pemilik perusahaan yang hendak berangkat menuju meeting." lanjutnya ditengah gelak yang menyembur.

"Eh, apa nggak mungkin kalau aku ini anak orang kaya yang hobby klayapan, dan kebetulan memiliki perusahaan to?"

Tapi pemuda itu justru makin tergelak-gelak mendengar pernyataan canda Ray. Sambil menyalakan rokoknya lagi, ia menukas, "Wah, kalau paket macam itu ada, anak orang kaya, gampang berteman dan sopan, yang kebetulan punya perusahaan yang ia sayangi sepenuh hati sampai merasa perlu untuk konfirmasi keterlambatan biar citra perusahaan nggak buruk macam Abang, ditambah muka keren dan tampilan oke kayak gini, gua bakal ngeluh dan protes sama Tuhan. Jelas nggak adil kan?"

Ray terbahak-bahak mendengarnya. Rupanya pemuda ini lucu juga. Seiring waktu yang berlalu, kedua pemuda itu makin akrab dan hingga waktu boarding Ray tiba, pemuda itu mengulurkan kartu nama pada Ray.

"Kalau urusan Abang sudah selesai, kontak Bang. Ngobrol lagi kita." ujarnya ketika mereka berpisah di gerbang keberangkatan.

Ray hanya tertawa, menerima kartu nama itu dan memasukkan kedalam sakunya, lalu mengucapkan selamat tinggal. Ia tak terlalu memasukkan hal-hal seperti ini dalam hati dan pikirannya. Meski sebelumnya mereka akrab, pertemuan kebetulan seperti ini tak akan berkembang kemanapun. Mereka berdua hanyalah dua manusia yang bersinggungan jalan dan hanya untuk melupakan di waktu berikutnya. Hanya saja, ketika ia sudah duduk di kursinya, wajahnya berubah menjadi serius ketika ia mengeluarkan kartu nama yang sebelumnya diberikan oleh pemuda tadi.

Tak ada yang spesial dari kartu nama itu. Hanya selembar kertas dof tebal berwarna gelap dengan nama dan nomor telpon tertera di atasnya. Hanya saja, lambang tengkorak dengan wajah tersenyum yang dicetak timbul pada sisi kanan atas kartu nama itu menangkap perhatiannya. Dan raut wajah Ray makin gelap ketika selintas pikiran muncul ketika ia melihat bagian belakang kartu nama itu. Motif berbentuk belah ketupat yang terbuat dari garis-garis yang saling silang, membentuk pola rumit yang sangat mudah disalahartikan sebagai hiasan yang cantik.

Perlahan Ray menyesuaikan kartu itu, mengarahkannya pada sebuah sudut yang tepat, dan perlahan, ilusi optik yang terwujud dari motif saling silang itu membentuk kalimat dalam bayangan tulisan 3 dimensi di penglihatannya.

"SMILING DEMON'S ARMY"

Ray menghela nafas berat. Perlahan, ia kembali memasukkan kartu itu kedalam sakunya. Pikirannya berkecamuk dalam kekacauan. Melihat salah satu dari benda ini lagi setelah hampir 6 tahun berlalu adalah sesuatu yang agak kurang menyenangkan untuk mengawali hari. Dan biasanya, penampakan benda ini akan memicu beragam kejadian tak menyenangkan, entah bagi si penerima sendiri atau orang-orang disekitarnya. Tentu saja ia akrab dengan cetakan dan motif serta lambang yang ada pada kartu itu. Ia yang menciptakan kartu-kartu ini dulu!

Dan nampaknya, masa lalu mulai datang untuk menggigitnya...