Ray memang benar-benar serius. Bocah remaja itu menggunakan imajinasinya yang berlebihan untuk menciptakan bentuk baru dari sebuah organisasi yang mulai mendekati saudara tuanya di berbagai belahan dunia lain. Menggunakan beragam informasi dangkal yang ia dapatkan dari berbagai buku novel dan literatur yang banyak mengulas tentang mafia, ia mulai membuat sistem yang cocok untuk digunakan di negara berkembang yang tengah kacau balau ini, dan di waktu yang sama, mempergunakan kekacauan yang tengah melanda sebagai kedok dari berbagai tindakan yang menyusun pondasi organisasi ini.
Kondisi Indonesia memang dalam keadaan genting. Terlalu banyak kalangan intelektual yang jengah karena meski memiliki pendidikan tinggi, tanpa koneksi yang cukup, mereka bahkan tak bisa menjadi pegawai terendah dari sebuah instansi. Bersama dengan banyak hal lain yang mengancam kesejahteraan masa depan yang sudah diperjuangkan dengan susah payah, mereka mulai melawan. Sayangnya, demonstrasi mahasiswa yang ditekan oleh penguasa pemerintahan berakibat ricuh, yang mengarah pada anarki dan perusakan di mana-mana. Yang pada akhirnya membuat banyak area-area vital yang dijaga oleh aparat TNI dengan senapan yang tak terkunci pengamannya. Tapi kondisi bukannya jadi tenang. Massa yang marah akibat kesenjangan ekonomi yang sedemikian tajam, mengalihkan kemarahan pada banyak toko dan pusat perbelanjaan yang banyak dimiliki oleh warga keturunan Tionghoa. Setelah merusak, menjarah dan membakar bangunan, massa bahkan mulai menyasar para pemiliknya. Beragam perbuatan kekerasan, penculikan, perkosaan dan pembunuhan terjadi di mana-mana. Hal yang kemudian memaksa banyak orang kaya memilih meninggalkan harta bendanya, membawa apapun yang mampu mereka bawa selain nyawa, dan melarikan diri dari negri yang tengah di ambang kehancuran itu.
Dan inilah yang digunakan Ray...
Mengorganisir banyak rekan-rekan dan anak buah Bapak, ia menyebar mereka ke berbagai lokasi yang sekiranya akan dilewati para eksodus ini. Dalam waktu singkat, ia membentuk team-team kecil berkemampuan tempur tinggi yang menyediakan jasa pengawalan bagi para orang kaya ini, supaya mereka bisa keluar dari negara ini dengan aman. Sekaligus, memastikan harta benda mereka terjaga dengan sejumlah pembiayaan yang memadai.
Kurangnya personel keamanan yang dimiliki negara, membuat langkah ini semulus kain sutra berharga termahal.
Praktek kolusi dan nepotisme yang telah berakar dalam selama 32 tahun Orde ini berkuasa telah menyebabkan banyak orang berpangkat saling terkait dengan cara yang menggelikan, dan inilah yang digunakan Ray untuk melegalisasi perbuatannya. Mereka yang sebelumnya terikat kondisi dan tak mampu menyediakan pengamanan bagi para pendermanya ini, benar-benar merasa terbantu oleh kehadiran team-team pengawalan khusus yang muncul entah darimana ini, dan dalam waktu singkat, PT. Arpaksi, perusahaan penyedia jasa pengawalan dan keamanan itu membisikkan namanya dalam jaringan khusus yang meluas ke seluruh penjuru negeri dan mulai menghasilkan uang bersih dalam jumlah yang sangat besar.
Tapi meski uang halal itu besar, itu masih belum cukup untuk menutupi keseluruhan kekayaan yang dimiliki oleh Bapak.
Masih dengan memanfaatkan pelarian orang-orang kaya ini, dia memanfaatkan jalur pengiriman berbagai barang yang sebelumnya belum sempat mereka bawa, dan mengisinya dengan tumpukan uang hasil penjualan narkotika. Ia pernah membaca kalau Bank-Bank yang berada di kepulauan Karibia akan bisa menerimanya. Bocah remaja itu menggunakan metode pencucian uang yang digunakan oleh keluarga mafia besar di Chicago yang pernah membuat FBI pusing kepala di era 80-an.
Dari sana, ia akan menciptakan perusahaan-perusahaan baru yang akan bekerja sama dengan perusahaan bentukan lain di dalam negeri, sehingga uang yang berputar akan dapat disimpan di Bank nasional sebagai hasil sebuah usaha yang legal, tak perduli semerugi apapun perusahaan itu nantinya.
Ide super mengerikan yang akhirnya disempurnakan oleh Robert, seorang mahasiswa pecandu berat akibat kondisi keluarganya yang kaya tapi kacau balau. Bersekolah di Sekolah Tinggi Akuntasi Negara, sebenarnya pemuda itu sudah memiliki masa depan yang terjamin. Sayang, meski memiliki kemampuan otak yang mumpuni, Robert tak memiliki ketahanan mental yang cukup ketika kedua orang tuanya bercerai. Ia memilih heroin sebagai pelarian, dan ketika kerusuhan pecah, keluarganya turut menjadi korban. Mereka melarikan diri dan meninggalkannya, si anak hilang yang terjerumus dalam candu narkotika untuk mati.
Sebagai anak orang kaya, bepergian ke luar negeri bukanlah hal yang baru bagi Robert, dan pengetahuan yang sudah ia miliki, benar-benar sangat membantu Ray, yang memiliki konsep dan keinginan akan bentuk yang diharapkan tanpa memiliki kepastian akan bagaimana cara untuk membuat keinginannya itu tercapai. Dari pemuda itu Ray belajar tentang managemen yang sesungguhnya. Belajar tentang bagaimana akuntasi itu adalah seni yang diciptakan khusus untuk membuat orang-orang praktis seperti Bapak, Jack, dan dia sendiri, berubah menjadi batu saking sulitnya.
"Apa kau tahu, Ray, catatan keuangan seseorang itu bahkan bisa digunakan untuk membentuk profil seseorang, bahkan jika kau sama sekali tak mengenal orang itu sebelumnya?" tanya Robert dengan suara menggantungnya yang khas. Pemuda itu hampir bisa dibilang tak pernah sadar. Pemuda warga keturunan yang sebelumnya bermasa depan cerah itu hanya bisa terus menenggelamkan dirinya dalam ketidaksadaran diri akibat kekecewaan yang tak pernah mampu ia hilangkan.
"Tidak, dan aku tak perduli. Aku butuh kamu cukup sadar untuk memastikan semua hal ini bisa masuk dalam pembukuan yang selalu kau sanjung-sanjung macam santo itu, Bert." desis Ray pelan. Ia tak pernah menyukai siapapun yang lari dari masalah, apalagi jika itu berarti mengkonsumsi hal-hal yang mampu menghilangkan kesadaran seperti ini.
"Itu bukan hal yang sulit, Bos. Sudah selesai. Sudah dibawa sama bos Jack tadi." jawabnya sambil tertawa kecil.
Ray mengerutkan keningnya dalam-dalam. Meski Robert jenius di bidang ini, tapi waktu yang ia butuhkan untuk membuat laporan keuangan itu terlalu singkat.
"Maksudmu kau sudah menyelesaikan semuanya?"
"Yap. Baik yang keluar melalui jasa pengiriman barang, catatan rekening-rekening dan nama perusahan baru di seantero negeri, list investasi benda bergerak dan tak bergerak, juga uang masuk dari perusahaan pengawalan. Sudah. Selesai. Tuntas."
Ray terpana, meski yang dilihat tampaknya tak perduli. Robert masih asyik menata bubuk putih kesukaannya itu diatas meja kaca, menghaluskannya dan bersiap untuk menghisapnya.
Sayangnya jenius satu ini terlanjur terjebak terlalu dalam. Kalau saja ia bisa menahan diri lebih jauh, bangsat ini akan bisa jadi aset yang tak tergantikan, batin Ray sebal ketika ia mengibaskan lembar kertas yang ia pegang, yang membuat heroin yang sudah tertata rapi dan siap untuk dihisap itu tersapu dan berantakan.
"ASU!!!"
"Watch it, Robert! Mulutmu bisa membuatmu terbunuh. Kau masih hidup karena masih berguna disini, dan tetaplah demikian, daripada kusuruh orang melemparkanmu ke Tanah Abang sana. Mereka pasti akan bahagia ketika melihatmu masih hidup dan sehat seperti ini!" dengus Ray sambil beranjak meninggalkan pemuda yang pucat pasi itu.
Menyambar sebotol Jhonny Walker di rak minuman, Ray memilih untuk berjalan keluar. Rumah yang dulu terasa sedemikian luas dan megah, kini mulai terasa sempit dan pengap dengan beragam hal baru yang mengisinya. Teman-temannya yang dulu sering berkumpul bersama disini, tak lagi pernah muncul sejak Laundromat operation dilakukan. Semua jalur sudah dipotong sejak 2 bulan yang lalu, sementara Bapak membuat mereka semua bersembunyi, menunggu situasi terkendali.
Duduk di gazebo, bocah remaja itu menghela nafas, membuka minuman keras yang masih bersegel itu dan meminumnya langsung dari botol. Rasa terbakar yang khas menuruni tenggorokannya dan sedikit memberikan kelegaan di tengah semua kegilaan ini. Siapa yang akan pernah mengira kalau dia, bocah miskin yang bahkan baru saja berusia 16 tahun, akan bisa melakukan ini semua?
Sambil menghisap asap rokok dalam-dalam, senyum kecil tersungging di bibirnya ketika rasa geli melintas dalam pikiran. Tentang bagaimana dulu ia seringkali harus bolos sekolah demi menghindari tagihan pembayaran LKS yang jatuh tempo, atau harus datang ke kantor Tata Usaha demi minta perpanjangan waktu pembayaran SPP yang seringkali terlambat. Atau mungkin bahkan harus menahan lapar karena tak mampu membeli bakwan di kantin sekolah, dan sekarang, ia bahkan mengetahui dan bisa menggunakan berapapun uang yang ia butuhkan, bahkan jika ia ingin membeli pabrik pembuat buku LKS itu sekalipun. Beragam hal terus membayangi pikiran bocah remaja itu, sehingga ia bahkan tak menyadari kalau Jack sudah berada di sampingnya.
"Master Muda, Passpor sudah jadi dan bisa segera diambil. Visa juga sudah beres. Kita sudah punya kawan di imigrasi. Kapanpun Master Muda siap, keberangkatan ke Karibia sudah bisa dilakukan."
"Astaga, Paman! Kau mengagetkanku. Lagipula, apa lagi ini dengan masalah Master Muda ini?" sahut Ray sambil merengut sementara Jack tertawa kecil. Rupanya memang ia sengaja ingin mengagetkan Ray.