Chereads / The Life of an Ex-Drug Lord / Chapter 10 - First Flight, First trip, straight oversea

Chapter 10 - First Flight, First trip, straight oversea

Pria setengah baya itu terkekeh sementara Ray tak henti bersungut-sungut. Setelah memberikan dokumen-dokumen yang ia bawa, Jack duduk di sebelah Ray dan merebut botol itu darinya.

"Anak pintar tak boleh minum ini terlalu banyak!"

"Uncle, kau tak boleh jahat padaku. Botol itu baru saja kubuka." tukas Ray sambil berusaha mengambil kembali botol itu dari Jack, sementara pria itu masih terus terkekeh, namun membiarkan Ray meraih botol itu kembali.

"Jika aku tak melihatnya sendiri, aku pasti tak akan percaya, Nak. Kau, bocah yang bahkan belum pernah naik pesawat, bisa memikirkan dan bahkan membuat sistem serumit ini! Kau benar-benar memberikan jalan baru untuk orang tua ini. Mungkin suatu saat nanti, aku akan bisa membersihkan ceceran darah di tanganku ini dan pensiun tanpa takut ada orang mengisi kepalaku dengan peluru." ujar Jack. Wajahnya penuh senyum yang tulus ketika matanya jauh menerawang. Pria ini selalu terasa misterius. Hampir bisa dibilang, tak ada seorangpun yang benar-benar mengetahui bagaimana masa lalu orang ini. Bapak hanya tertawa tanpa berkata apapun jika ada yang menanyakan sesuatu tentang orang ini.

Mendengar ini, Ray hanya mendengus dan kembali memiringkan botol itu dan menumpahkan isinya ke dalam mulutnya. Ketika berkaitan dengan Jack, ia sudah belajar untuk mengacuhkan pria itu. Tak sekali dua kali ia harus kelimpungan menghadapi beragam kata-kata bijak yang meluncur keluar dari mulutnya ketika ia berencana mengorek pria itu. Jadi memang akan lebih baik jika mengabaikan apapun yang sedang dicoba untuk dilakukannya.

"Oh, Master menitipkan pesan untukmu. Kau harus bersiap untuk perjalanan selama beberapa hari. Jadi mungkin ada baiknya kau pulang dulu, minimal menampakkan wajahmu di rumah sebelum berangkat."

"Owh, ada informasi aku mesti kemana, Paman?"

"Master merasa kalau sudah waktunya kau benar-benar mengerti dunia apa yang kau masuki. Ia akan mengajakmu ke Thailand seminggu lagi."

Segitiga Emas!

Kunza?!

"Wow, pertama kali naik pesawat dan langsung main ke luar negeri!" tukas Ray sambil tertawa terbahak-bahak.

Memandang kegembiraan bocah itu, mau tak mau Jack menggelengkan kepalanya. Walaupun bocah didepannya itu memiliki sedemikian banyak kemampuan yang mencengangkan, tetap saja ia cuma seorang remaja, yang mungkin bahkan belum pernah pergi sejauh keluar pulau sekalipun.

"Aku tak akan segembira itu jika aku jadi kau, Nak. Seperti yang selalu kubilang dan tak akan lelah kuulang, dunia tempat kau berada saat ini bukanlah dunia yang seharusnya kau masuki..." desah Jack lembut tanpa mampu menyembunyikan kegetiran dalam suaranya.

Ray menghela nafas dan berkata, "Paman, aku sadar tentang itu. Aku minta maaf, untuk saat ini, aku masih ingin mengalami dunia ini lebih jauh. Aku tahu kalau semua yang kau bilang itu demi kebaikanku, lagipula, toh dunia ini tak segelap yang kupikirkan sebelumnya." jawab Ray sambil tersenyum.

Jack hanya menggelengkan kepalanya lagi. Percuma berusaha membelokkan pemikiran bocah ini. Perlahan ia berdiri, merapikam baju yang ia kenakan setelah sedikit lusuh akibat perebutan botol minuman sebelumnya.

"Pulanglah, Nak."

Menatap punggung pria itu, Ray hanya sedikit terkekeh dan kembali mengabaikannya. Pikirannya sudah penuh dengan beragam ekspektasi akan perjalanan yang hendak ia alami seminggu lagi. Ia sama sekali tak pernah menduga kalau perjalanan ini akan benar-benar membelokkan jalan hidupnya ke arah yang benar-benar tak ia sukai...

*******

Beberapa pasang mata itu nanar ketika melihat sosoknya yang terus berjalan dengan santai, seakan tak memperdulikan apapun.

Badannya tak seberapa besar, meski memiliki tinggi badan di atas rata-rata. Wajahnya yang muda mulai menampakkan garis-garis kedewasaan yang mulai mendekat. Dalam balutan jeans belel yang robek-robek dan kemeja flanel yang tak dikancingkan, menampakkan t-shirt hitam yang pas menutupi badannya, pemuda itu tak menghiraukan udara panas siang yang kejam menyiram trotoar sepanjang jalan Pramuka, jalan yang mengarah menuju terminal bis antar kota. Ray berencana untuk pulang ke rumah, dan seperti biasanya, ia memilih bis antar kota sebagai transportasi, meski bahkan jika ia ingin menggunakan mobil pribadi paling mewah sekalipun, ia pasti akan bisa mendapatkannya. Selain ia lebih menikmati perasaan bergantung di pintu selama bis berjalan, ayahnya yang keras kepala itu pasti akan curiga. Akan sangat merepotkan jika ia sampai berusaha mencari tahu.

Ray larut dalam pikirannya sendiri. Ia terus melangkahkan kakinya dengan santai sambil menikmati perjalanannya, menyapa banyak tukang becak yang mangkal di sepanjang jalan protokol utama yang mengarah ke terminal itu, meski sebenarnya ia tak mengenal satupun diantara mereka. Ia sama sekali tak menyadari beberapa orang telah muncul dari sebuah gang sempit dan mengikuti langkahnya. Perlahan tapi pasti, rombongan itu mempercepat langkah, berusaha mendekat tanpa membuat pemuda itu menyadarinya. Sorot mata garang dari setiap orang dari gerombolan itu terus terpancang pada punggung Ray. Ketika jarak mereka hanya terpaut sekitar dua meter, salah satu diantara mereka menarik pedang pendek, yang berkilau dan tampaknya, baru saja diasah setajam mungkin dan meloncat sambil menyabetkan pedang itu kuat-kuat.

"AWAS!!!"

"WUOH, AWAS, MAS!!!"

Teriakan tukang-tukang becak itulah yang menyadarkan Ray dari bahaya. Tak ada yang mengira kalau ada yang berani melakukan hal seperti ini di tengah jalan ramai seperti ini. Ketika ia menoleh, kilatan pedang itu berkilau dalam siraman matahari, mengancam punggungnya tanpa memberi terlalu banyak kesempatan baginya untuk menghindar.